Pembinaan guru oleh kepala sekolah


a.      Kepala Sekolah
1)        Pengertian Kepala Sekolah
Kepala sekolah merupakan kunci keberhasilan lembaga pendidikan. Kepala sekolah berasal dari dua kata “kepala dan sekolah”. Kata kepala diartikan sebagai ketua atau pemimpin dalam suatu organisasi atau lembaga. Sedangkan sekolah  adalah sebuah lembaga dimana menjadi tempat menerima     dan   memberi  pelajaran (KBBI. 1988:420) 
Dengan demikian dapat diartikan secara sederhana  kepala sekolah merupakan tenaga  fungsional  guru  yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan peserta didik yang menerima pelajaran.
Daryanto (2010:80) menjelaskan bahwa: kepala sekolah   merupakan personel sekolah yang bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan-kegiatan sekolah, mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk menyelenggarakan seluruh kegiatan pendidikan dalam lingkungan sekolah yang dipimpinnya dengan dasar pancasila yang bertujuan untuk:(1) Meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (2) Meningkatkan kecerdasan dan ketrampilan (3) Mempertinggi budi pekerti (4) Memperkuat kepribadian (5) Mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air.
E. Mulyasa (2004:126) menjelaskan bahwa kepala   sekolah adalah motor penggerak dan penentu kebijakan sekolah, yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan dalam pendidikan pada umumnya dapat direalisasikan.
Dari  definisi  di  atas  dapat  disimpulkan  bahwa  kepala  sekolah merupakan pimpinan tertinggi dalam lembaga  pendidikan  yang bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan kelancaran jalannya sekolah demi terwujudnya tujuan sekolah tersebut. Seorang kepala sekolah hendaknya dapat meyakinkan kepada masyarakat bahwa   segala sesuatunya telah berjalan dengan baik, termasuk perencanaan dan implementasi kurikulum, penyediaan dan pemanfaatan sumber daya guru, rekruitmen sumber daya peserta didik, kerjasama sekolah dengan orang tua, serta lulusan yang berkualitas.
Kepala sekolah sebagai unsur vital bagi efektivitas dalam lembaga pendidikan  menentukan  tinggi  rendahnya  kwalitas  lembaga  tersebut, kepala sekolah diibaratkan sebagai panglima pendidikan yang melaksanakan fungsi kontrol berbagai pola kegiatan pengajaran dan pendidikan didalamnya, oleh kerana itu suksesnya sebuah sekolah tergantung pada sejauh mana pelaksanaan misi yang dibebankan diatas pundaknya, kepribadian, dan kemampuannya dalam bergaul dengan unsur-unsur yang ada didalamnya
Kepala sekolah yang berhasil adalah mereka yang memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi  yang komplek dan unik, serta mampu melaksanakan peranan kepala sekolah sebagai seorang pemimpin yang diberi tanggung jawab untuk memimpin sekolah. Berbicara tentang Peran kepala sekolah terkait peningkatan kinerja, maka peran kepala sekolah pada masing-masing lembaga pendidikan berbeda.
Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dan keberlangsungan organisasi adalah kuat tidaknya  kepamimpinan, kegagalan dan keberhasilan suatu organisasi ditentukan oleh pemimpin karena pemimpin merupakan pengendali dan penentu arah yang hendak ditempuh menuju tujuan yang akan dicapai.
Agus  maimun  dan  Agus  zainul  fitri (2010:180) Adapun peran kepala sekolah dapat diuraikan berikut ini:
a)         Kepala sekolah sebagai Educator (Pendidik), dalam hal ini kepala sekolah harus berusaha menanamkan,  memajukan,  dan meningkatkan sedikitnya empat nilai kepada para tenaga kependidikan yaitu: pembinaan mental tentang hal-hal yang berkaitan dengan sikap batin dan watak, pembinaan moral yang berkaitan dengan ajaran baik buruk suatu pebuatan, sikap, kewajiban sesuai tugas masing-masing, pembinaan fisik terkait kondisi jasmani atau badan dan penampilan secara lahiriyah serta pembinaan artistik terkait kepekaan menusia terhadap seni dan keindahan.
b)        Kepala  sekolah  sebagai  Manager  (pengelola)  hendaknya  mampu merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan agar lembaga dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
c)         Kepala sekolah sebagai Administrator merupakan penanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan pendidikan dan pengajaran.
d)        Kepala sekolah sebagai Supervisor dituntut untuk mampu meneliti, mencari,  dan  menentukan  syarat-syarat  mana saja  yang diperlukan untuk kemajuan lembaga.
e)         Kepala  sekolah  sebagai  Leader  (pemimpin)  berupaya  memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka dan berkomunikasi dua arah dan mendelegasikan tugas.
f)         Kepala   sekolah   sebagai   inovator   harus   mampu   mencari dan menentukan serta melaksanakan berbagai pembaharuan di sekolah.
g)        Kepala  sekolah  sebagai  Motivator.  Dalam  hal  ini  harus  memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada tenaga kependidikan dalam melakukan tugas dan fungsinya
Berdasarkan penjeasan di atas bahwa peran kepala sekolah adalah sebagai sebagai Educator (Pendidik), dalam hal ini kepala sekolah harus berusaha menanamkan,  memajukan,  dan meningkatkan sedikitnya empat nilai kepada para tenaga kependidikan. Kepala  sekolah  sebagai  Manager  (pengelola)  hendaknya mampu merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan agar lembaga dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kepala sekolah sebagai Administrator merupakan penanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan pendidikan dan pengajaran. Kepala sekolah sebagai Supervisor dituntut untuk mampu meneliti, mencari,  dan  menentukan  syarat-syarat  mana saja  yang diperlukan untuk kemajuan lembaga. Kepala  sekolah  sebagai  Leader  (pemimpin)  berupaya  memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka dan berkomunikasi dua arah dan mendelegasikan tugas. Kepala   sekolah   sebagai   inovator   harus   mampu   mencari dan menentukan serta melaksanakan berbagai pembaharuan di sekolah. Kepala  sekolah  sebagai  Motivator.  Dalam  hal  ini  harus  memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada tenaga kependidikan dalam melakukan tugas dan fungsinya. hal ini berkaitan dengan Internalisasi nilai, dimana Internalisasi nilai adalah proses memasukkan nilai secara utuh ke dalam hati, sehingga ruh dan jiwa bergerak berdasarkan hati
2.      Bentuk-bentuk Kedisiplinan guru
a.         Kedisiplinan guru dalam ketepan waktu
Untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas dalam mencapai tujuan sekolah, maka diperlukan guru yang penuh kesetiaan dan ketaatan pada peraturan yang berlaku dan akan bertanggung jawab untuk mengatur tujuan sekolah. Dengan kata lain para guru sangat diperlukan dalam meningkatkan tujuan sekolah, dengan datang tepat waktu ke sekolah
Untuk itu, menegakkan disiplin bagi guru merupakan hal yang sangat penting, sebab dengan kedisiplinan dapat ditemukan, peraturan-peraturan dapat ditaati oleh guru. Dengan kedisiplinan di dalam proses guru akan terlaksana secara efektif dan efisien.
Kajian ini berkenaan dengan kedisiplinan guru PAI dalam membuat rencana pembelajaran dan pengaruhnya terhadap tingkat ketercapaian proses belajar mengajar. Pada dasarnya istilah disiplin memiliki banyak arti sebagaimana yang dikutip oleh Amir Daien Indrakusuma bahwa disiplin berarti adanya kesediaan untuk mematuhi peraturan-peraturan dan larangan-larangan (Amir Daien Indrakusuma, 2004:142)
Disiplin adalah suatu keadaan tertib dimana orang-orang yang tergabung dalam suatu organisasi tunduk pada peraturan-peraturan yang ada dengan senang hati. Menurut M. Said (2008:71) mengemukakan tujuan disiplin atau kedisiplinan itu adalah untuk melatih kepatuhan sehingga waktu dan efektifitas kerja dapat tercapai. Dengan tercapainya efektifitas kerja dan efisiensi waktu, berarti disiplin merupakan kunci sukses. Sebab dengan disiplin orang  berkeyakinan bahwa disiplin membawa manfaat yang dibuktikan dengan kedisiplinan keteraturan dirinya.
Sebagai seorang pendidik seorang guru harus mempunyai disiplin yang tinggi dalam mematuhi norma-norma atau peraturan-peraturan yang berlaku di suatu lembaga pendidikan.  Sebab dengan mematuhi norma- norma atau peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh lembaga pendidikan, tentu akan memperlancar proses pembelajaran untuk mencapai tujuan. Karena salah satu dari isi kode etik guru adalah melakukan tugas dan propesinya dengan disiplin dan rasa pengabdian.
b.      Membuat perangkat pembelajaran
Perangkat pembelajaran yang harus dimiliki oleh seorang guru antara lain:
1)        Silabus
Silabus merupakan ringkasan dari kurikulum, dengan bergantinya kurikulum KTSP ke Kurikulum 2013 atau lebih familier disebut kurtilas maka guru-guru juga berbondong-bondong berhijrah kekurtilas, dalam silabus disebutkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar tiap-tiap tingkat satuan pendididkan serta indikator pencapaiannya. Guru tidak perlu bersusah payah menyusun silabus dari kurikulum yang sudah ada karena banyak sekali file-file silabus yang bisa didapatkan melalui browsing di internet.
2)        RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)
Namanya Rencana Pelaksanaan Pembelajaran berarti mencakup hal-hal yang akan dilakukan dalam proses belajar mengajar, mulai dari pembukaan, masuk ke materi inti, evaluasi dan penutup. Metode yang digunakan juga disebutkan dalam RPP. Sukses atau tidaknya pembelajaran di kelas sangat di tentukan dari persiapan guru dalam menyusun RPP, sangat miris ketika guru sibuk menyusun RPP hanya untuk keperluan monev saja dan setelah monev selesai RPP hanya menumpuk di lemari-lemari guru dan tidak digunakan.
3)        Prosem (Program Semester)
Program smester adalah daftar materi-materi yang akan direalisasikan dalam satu smester, distribusi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar terurai dengan jelas dan rinci dalam satu smester, sehingga ada batasan pencapaian yang harus di tempuh dalam satu smester dan pada smester berikutnya.
4)        Prota (Program Tahunan)
Program Tahunan merupakan ringkasan dari program semester satu dan semester 2 terdapat target pencapaian materi yang harus dicapai dalam satu tahun pelajaran.
5)        Jurnal Guru
Jurnal guru berfungsi sebagai bukti bahwa guru telah melakukan tugasnya dengan baik sesuai yang ada pada kalender pendidikan, setiap guru melakukan tatap muka dengan muridnya maka dia harus mengisi jurnal yang dimilki. Lalu apa saja yang tertuang dalam jurnal guru? Gambar di bawah ini bisa dijadikan dasar oleh guru untuk membuat jurnal guru.
3.      Membina Guru
Pembinaan menurut Wojowasito ( 1980 : 50 ) diartikan sebagai ”membangun, menggambarkan, dan memperbaiki”. Istilah membangun menurut Crabb (1945:132-133 ) diartikan sebagai ”proses menerima (receives ), memelihara dan memperbaiki (Confining), serta melestarikan (retaining), dalam upaya memenuhi kebutuhan”. Sementara Barnhat (1965:106) mengartikan pembinaan sama dengan to build yang searti dengan membentuk secara bertahap, menciptakan struktur, membangun, mengembangkan, meningkatkan, menumbuhkan dan membudayakan.
Purwanto (1993:76 ) mengemukan suatu aktivitas pembinaan yang dirncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainy dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif”. Sementara menurut Evans (dalam Purwanto, 1993:76 ) ” ....the term supervision is used to describe those activities which are primarily and directly concerned with studying and improving the conditions which surround the learning and growth of pupils and teachers”. Hal senada dijelaskan Burton ( dalam Purwanto, 1993 : 77 ) bahwa” supervision is an expert technical service primarily aimed at studying and improving co-operatively al factors which affect child growth and develompment.
Dari pengertian di atas, istilah pembinaan oleh kepala yakni: (1) menerima, memelihara, dan memapankan; ( 2 ) memperbaiki, dan merestorasi; (3) melanjutkan, menumbuhkan, mengembangkan, meningkatkan kualitas, atau memberikan struktur baru pada sesuatu.
Dengan demikian pembinaan mengandung pengertian proses pemeliharaan, proses perbaikan, dan proses pengembangan/pertumbuhan, yang semuanya menuju kepada terwujudnya suatu kondisi yang lebih baik. Proses pemeliharaan mengacu kepada aktivitas menjaga kualitas sesuatu agar tidak mengalami kepunahan/kersakan, agar tetap baik dan lestari maka pembinaan dalam konteks ini bersifat konservatoris.
Pengertian pembinaan dalam konteks proses perbaikan mengacu kepada suatu aktivitas konstruktif yang bertujuan membentuk, menciptakan kualitas sesuatu agar lebih baik. Dalam pengertian ini diartikan sebagai proses restrukturisasi kualitas terhadap suatu hal yang dinilai kurang memadai menjadi bantuk kualitas yang lebih baik dan lebih memadai.
Sedangkan pembinaan sebagai upaya pengembangan ( development, improvement ) menunjukkan aktivitas untuk meningkatkan kualitas sesuai dengan yang diharpkan. Pembinaan merupakan aktivitas peningkatan kualtias yang multi dimensional yang bersifat pelestarian, perbaikan, pembaharuan dan pengembangan progresif.
Pembinaan juga berkaitan dengan fungsi-fungsi dan usaha-usah untuk meningkatkan daya guna manusia dalam proses kerjasama untuk mencapai tujuan bersama yang dilakukan melalui usaha menciptkan suasana kerja yang dapat mendorong untuk dapat mengembangkan potensi secara optimal. Adapun tujuan pembinaan sendiri diciptakan untuk mengembangkan kemampuan agar dapat melaksanakan tugas dan fungsi kerja lebih baik, lebih efektif, leibh terampil dan lebih sistematik dalam melakukan sesuatu pekerjaan. Pembinaan pegawai merupakan bagian dari tugas dan tanggung jawab para pimpinan yang dalam pelaksanaannya dititikberatkan pada usaha-usaha untuk (1) mendapatkan tenaga kerja
yang cakap, terampil dan profesional sehingga memiliki kemampuan untuk bekerja sesuai kebutuhan lembaga / organisasi dimana ia bekerja (2) Menggerakkan mereka untuk mencapai tujuan organisasi /lembaga yang telah ditentukan; (3) Memelihara dan mengembangkan kecakapan dan kemampuan pegawai untuk mendapatkan prestasi kerja setinggi-tingginya dan sebaik-baiknya. Jadi tugas pokok pembinaan adalah usaha-usaha yang harus dilakukan untuk mendapatkan dan memelihara serta membina pegawai ke arah suatu kapabilitas dalam suasana kerja yang menyenangkan dan memanfaatkan pegawai secara efektif, efisien, dan dapt dipertanggungjawabkan, yang dalam hal ini adalah aktivitas para kepala sekolah dalam upaya meningkatkan kemampuan profesional kinerja para guru.
Ruang lingkup Pembinaan
Pembinaan meliputi dua sub fungsi yaitu pengawasan ( controlling ) dan supervisi ( supervising ). Pengawasan dan supervisi mempunyai kaitan erat antara satu dengan yang lainnya. Keduanya saling mengisi atau saling melengkapi, kedua subfungsi ini memiliki persamaan dan perbedaan.
Secara umum, persamaan antara pengawasan dan supervisi merupakan bagian dari kegiatan pembinaan sebagai fungsi manajeman. Keduanya dilakukan secara sengaja. Sasarannya ialah staff bawahan atau para pelaksana program pendidikan. Pengawasan dan supervisi merupakan proses kegiatan yang sistematis dan berprogram. Pelaksanaannya memerlukan tenaga profesional. Hasil pengawasan dan supervisi digunakan untuk pelaksanaan dan pengembangan program atau kegiatan organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Selain persamaan pengawasan dan supervisi, juga mempunyai lima perbedaan. Pertama, pengawasan lebih menekankan pda pemeriksaan tentang sejauh mana peraturan, kebijakan, perintah, pedoman dan petunjuk pelaksanaan yang telah ditetapkan oleh pimpinan atau organisasi tingkat lebih tinggi diikuti dan dilaksanakan dengan tepat oleh penyelenggara, satf dan pelaksana. Sedangkan supervisi lebih menekankan pada proses yang terjdai dalam pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan program pendidikan berdasarkan rencana dan peraturan yang telah ditetapkan.
Kedua, pada umumnya pengambilan keputusan dalam pengawasan dilakukan secara sepihak, yaitu oleh pengawas dari tingkat lembaga atau organisasi yang lebih tinggi berdasarkan kriteria atau peraturan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam supervisi, pengambilan keputusan didasrkan atas kesimpulan yang ditarik dari data atau informasi yang terdapat dalam kegiatan, serta proses pengambilan keputusan dilakukan bersama oleh pihak supervisor dan pihak yang disupervisi. Ketiga, pengawasan lebih mengarah pda usaha pihak pengawas untuk memperbaiki hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan, kebijakan dan ketentuan-ketentuan lainnya yang berlaku. Perbaikan ini dilakukn oleh kepala sekolah dengan memberikan petunuk, perintah, teguran dan contoh. Sedangkan supervisi mengarah pda upaya supervisor untuk meningkatkan kemampuan pihak yang disupervisi dengancara dialog dan diskusi, sehingga pihak yang disupervisi dapat menemukan permasalah dan pemecahannya. Keempat, kepala sekolah umumnya bertindak untuk mengarahkan pihak yang diawasi dengancara menegaskan peraturan-peraturan yang berlaku dan harus diikuti dengan seksama olhe pihak yang diawasi. Kelima, hubungan antara pihak pengawas dan yang diawasi lebih bercorak pada hubungan vertikal, atasan dengan bawahan, atau hubungan satu arah. Sedangkan dalam supervisi, hubungan antara pihak supervisor dan pihak yang disupervisi bercorak hubungan horizontal atau sejajar sehingga hubungan ini dapat menumbuhkan suasana akrab, kesejawatan dan komunikasi dua arah.
Tanggung jawab pembinaan guru terletak di tangan kepala sekolah. Tujuan pembinaan guru adalah untuk meningkatkan kemampuan professional guru dalam meningkatkan proses dan hasil belajar melalui pemberian bantuan yang terutama bercorak layanan professional kepada guru. Jika proses belajar mengajar meningkat, maka hasil belajar diharapkan juga meningkat. Dengan demikian rangkaian usaha pembinaan professional guru akan memperlancar pencapaian tujuan kegiatan belajar mengajar.
Dalam rumusan yang lebih rinci ( Jayadisastra, 1996 : 12 ) mengemukakan tujuan pembinaan guru sebagai berikut :
1. Memperbaiki tujuan mengajar guru dan belajar siswa
2. Memperbaiki materi atau bahan dan kegiatan belajar mengajar
3. Memperbaiki metode, yaitu cara mengorganisasi kegiatan belajar mengajar
4. Memperbaiki penilaian atas media
5. Memperbaiki penilaian proses belajar mengajar dan hasilnya
6. Memperbaiki pembimbingan siswa atas kesulitan belajarnya
7. Memperbaiki sikap guru atas tugasnya.
Berdasarkan tujuan tujuan tersebut, kemudaian dapat diidentifikasi fungsi pembinaan guru. Fungsi – fungsi tersebut meliputi : memelihara program pengajaran sebaik-baiknya, menilai dan memperbaiki factor – factor yang mempengaruhi hal belajar, memperbaiki situasi belajra anak. Nyatalah bahwa fungsi pembinaan guru adalah menumbuhkan iklim bagi perbaikan proses dan hasil belajar melalui serangkaian upaya pembinaan terhadap guru-guru dalam wujud layanan professional.
Dalam penggolongan yang lebih rinci lagi Jayadisastra mengemukakan prinsip pembinaan guru menjadi prinsip fundamental dan prinsip praktis. Yang dimaksud dengan prinsip fundamental adalah pembinaan guru dipandang sebagai bagian dari keseluruhan proses pendidikan yang tidak terlepas dari dasar-dasar pendidikan nasional Indonesia. Kemudian yand dimaksud dengan prinsip praktis adalah kaidah kaidah yang harus dijadikan pedoman praktis dalam pelaksanaan supervise. Prinsip praktis inii oleh Jayadisastra dibagi menjadi prinsip positif dan negative. Prinsip positif berisi anjuran untuk memedomani sesuatu yang baik dalam melaksanakan pembinaan, sementara prinsip negative berisi anjuran untuk meninggalakan sesuatu yang baik.
Pendekatan pembinaan 
Fungsi pemibinaan, baik pengawasan maupun supervisi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan langsung ( direct contact ) dan atau pendekatan tidak langsung ( indirect ontanct ). Pendekatan langsung terjadi apabila pihak pembina ( pimpinan, pengelola, pengawas, supervisor dan sebagainya ) melakukan pembinaan melalui tatap muka dengan pihak lain yang dibina atau dengan pelaksanaan program. Pendekatan langsung dapat dilakukan melalui kegiatan diskusi, rapat-rapat, tanya jawab, kunjungan lapangan, kunjungan rumah dan lain sebagainya. Pendekatan tidak langsung terjadi apabila pihak yang membina melakukan upaya pembinaan kepada pihak yang dibina melalui media massa seperti melalui petunuk tertulis, korespndensi, penyebaran buletin, dan media elektronik seperti radio, kaset, atau internet. Baik pendekatan langsung maupun pendekatan tidak langsung biasa digunakan dalam pembinaan terhadap para pengelola dan pelaksana program pendidikan dengan maksud agar kegiatan yang sesua dengan rencana dan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pendekatan langsung sering digunakan dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh organisasi atau lembaga yang relatif kecil atau sederhana, dan dalam wilayah kegiatannya masih terbatas. Teknik pendekatan langsung antara lain pengamatan khsusu terhadap kegiatan baik di lembaga maupun di lapangan. Kegiatan khusus terjadi apabila ada suatu masalah yang muncul dan perlu diamati, atau apabila pimpinan/pengelola merasa perlu untuk mengamati sesuatu kegiatan tertentu berdasarkan kepentingan organisasi atau lembaga. Pendektan langsung bertujuan untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan program dengan rencana yang telah ditetapkan, untuk mengidentifikasi penyimpangan, masalah dan hambatan yang mungkin terjadi, serta untuk menemukan alternatif upaya guna memperbaiki kegiatan, memecahkan masalah, atau mengatasi hambatan. Dengan demikian pendekatan langsung digunakan apabila kegiatan, wilayah kerja, dan masalah yang dihadapi mempunyai sifat terbatas.
Pendekatan tidak langsung dilakukan apabila kegiatan pembinaan diselenggarakan dalam organisasi besar. Wilayah kegiatannya luas, dan tugas-tugas pimpinan lebih banyak. Dalam situasi demikian, pimpinan tidak mungkin dapat melaksanakan pembinaan melalui pendekatan langsung sebagaimana dikemukakan di atas. Pendekatan tidak langsung biasanya dilaksanakan melalui mekanisme pembinaan berstruktur. Dengan perkataan lain bahwa pembinaan kepada pihak pelaksana pada intansi lebih rendah dilakukan secara bertingkat sesuai dengan struktur organisasi. Mekanisme pembinaan ini sering didasrkan atas laporan dari instansi atau pelaksana lebih rendah yang disampaikan kepda instansi/pimpinan di tingkat yang lebih tinggi.
2.2.4. Pembinaan Sebagai Bagian dari Siklus Manajemen Tenaga Kerja.
Pembinaan ( Coaching ) merupakan upaya bergaraga untuk membantu orang lain mencapai kinerja puncak ( Foster, 1997 : 1 ). Tidak diragukan lagi, organisasi yang maju dan para manajer yang credas pasti teleh mengadopsi teknik-teknik pembinaan dalam rangka meningkatakan kinerja karyawannya.
Namun demikian, keterampilan pembinaan tidak datang begitu saja kepada seseorang. Tidak ada lagi jaminan bagi seorang manajer untuk mamapu dan tahu cara membina karyawan. Akan tetapi, pembinaan adalah suatu proses yang dipelajari. Agar mampu membina secara efektif maka seorang manajer harus aktif bekerja sama dengan orang yang dibinanya. Pengamatan saja tidaklah cukup, namun dibutuhkan alat untuk mendokumentasikan kemajuan karyawan, mengidentifikasikan defisiensi, mengidentifikasikan kecenderungannya, dan memberi umpan balik terhadap proses pembinaan. Peran pembinaan merupakan proses yang dapat membantu setiap orang untuk mencapai kinerja puncaknya.
Adapun tujuan pembinaan tenaga kerja adalah untuk meningkatkan kesetiaan, ketaatan, menghasilkan tenaga kerja yang berdaya guna dan berhasil guna, meningkatkan kualitas, keterampilan, seta memupuk semangat dan moral pekerjaan mewujudkan iklim kerja yang kondusif, serta memeberikan pembekalan dalam rangka kontribusi tenaga kerja ( Sastrohadiwiryo, 2002 : 31 ).
Dalam fase perencanaan dari siklus manajemen kinerja, manajer ( ketua tim ) dan karyawan bekerja sama untuk meletakkan dasar kerja dengan menetapkan sasaran keberhasilan karyawan. Fase perencanaan menghasilkan tiga komponen beriktu ini :
a) Deskripsi jabatan, yang direvisi ( atau disusun, jika merupakan jabatan baru ) untuk menetapkan secara jelas tanggung jawab pekerjaan secara umum dan pengukuran evaluasi.
b) Sasaran kinerja, yang menetapkan sasaran individual secara spesifik, dalam bidan proyek, proses, kegiatan rutin, dan nilai inti yang akan menjadi tanggung jawab karyawan.
c) Rencana tindakan kinerja, yang menetapkan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencapai masing-masing sasaran ( Foster, 1997 : 6 )

Fase perencanaan merupakan permulaan untuk memasuki fase berikutnya dalam siklus manajemen kinerja, yakni pembinaan. Dalam fase pembinaan, rencana kerja yang telah difinalkan dan disepakati, dimontor, dan manajer sebagai pembina akan memberikan pengarahan, dukungan dan umpan balik sesuai kebutuha.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka seorang manajer harus mampu mendokumentasikan perilaku tertentu dari karyawan, mendiagnosis perbaikan kinerja yang diperlukan ( yang mungkin terkait dengan defisiensi keterampilan, pengetahuan, motivasi atau kepercayaan diri ), menetapkan cara untuk mendukung karyawannya, dan menyampaikan umpan balik yang konstruktif.
Pada fase terhakhir dari siklus manajeman kinerja yaitu siklus evaluasi, seorang manajer akan menilai kinerja masing-masing karyawan. Banyak organisasi menyebut proses ini sebagai penilaian atau evaluasi kinerja formal. Jika fase perancanaan dan fase pembinaan dapat diselesaikan dengan baik maka untuk mengevaluasi kinerja karyawan akan menjadi lebih mudah.
Siklus manajemen kinerja merupakan proses yang berkelanjutan yang mencakup masukan, proses, dan keluaran yang saling terkait dan terukur. Keseluruhan siklus dirancang untuk membantu karyawan mencapai sasaran kelompok kerja atau organisasi. Indikator utama ( key Indicators ), dan bidang hasil utama ( key result area ) atau bidang-bidang yang oleh manajemen tingkat atas ditetapkan sebagai kunci keberhasilan organisasi.
Secara umum, tujuan pembinaan adalah untuk membantu tim agar berhasil dalam sasarannya. Sebagai pembina maka komponen motif, sikap, dan tindakan akan terfokus pada kemengangan atau keberhasilan tim.
Pembina adalah motivator orang dan tim. Para pembina memberi inspirasi orang lain untuk bekerja keras dan terus-menerus melakukan peningkatan kinerjanya. Mungkin anggota tim tidak dapat bermain seperti pemain bintang, tetapi hal itu tidak menjadi masalah karena memang mereka tidak harus seperti itu. Dalam hal ini tugas pembina adalah untuk membantu orang lin agar bekerja lebih baik dibandingkan sebelumnya. Oleh karena itu pada saat ini perkembangan organisasi menuju kepada lingkungan yang berbasisi tim, maka analogi antara pembina tim olahraga dengan pembina organisasi kerja menjadi semakin mirip.
Tidak ada karyawan yang datang ke tempat kerja menginginkan kinerjanya buruk. Apabila diberikan pilihan, karyawan ingin menjadi orang yang sukses di tempat kerjanya. Kenyataannya, di tempat kerja orang ingin lebih baik dari rata-rata atau karyawan umum bahkan ingin lebih unggul dari orang lain. Pada situasi tertentu pembina sering berperan menjadi mentor, namun pembinaan harus dibedakan dengan monitoring, atau bahkan orang luar organisasi sekalipun, bisa bersifat formal maupun informal. Mentor adalah tutor atau pemandu terpercaya yang memainkan peran aktif dalam pengembangan individu. Sementara itu, pembina tidak selalu menjadi mentor, pembina dapat membantu menentukan perlu tidaknya dilakukan mentoring adan memfasilitasi hubungan antara mentor dengan p ihak yand dimentori.
Pembina juga bukan konsultan, dimana peran konsultan lebih cocok untuk para profesional, seperti psikolog, ahli terapi, penasehat hukum, dokter, atau pastur, yang menangani kebutuhan konsultasi khusus. Istilah pembinaan lebih tapat ditujukan untuk sisi perilaku manajeman manusia. Pada saat tertentu, perbedaan antara pembina dengan konsultan memang tipis. Namun demikian, harus dijelaskan bahwa untuk melakukan pembinaan kinerja, pembina tidak berkewajiban untuk membetulkan individu, peran pembina hanya memonitor dan memperbaiki perilaku individu di tempat kerjanya.
Sebagai pembina tim, seorang manajer bertanggung jawab terhadap mutu kerja bawahannya. Jangan beranggapan bahwa setelah bahawan mempelajari tertentu, mereka tidak memerlukan pembinaan lagi. Pembinaan berarti harus terus-menerus memberikan berbagai arahan dan dukungan, karena pembinaan merupakan proses berkelanjutan. Keberhasilan memfasilitasi, seperti banyak keterampilan manajemen yang lain tergantung seberapa baik manajer menangani situasi tertentu, keterampilan yang terkaitn dengan tugas, motivasi, dan keyakinan diri anggota tim ( karyawan ). Untuk memfasilitasi kerj aorang lin, maka pembina harus melakukan tindakan-tindakan beriktu :
a. Memasitikan pelatiha yang tepat bagi anggota tim
b. Memberikan sumber daya yang dibutuhkan
c. mencari cara untuk membantu kesulitan yang dihadapi karyawan.
d. Mengetahui preferensi pribadi semua anggota tim ( karyawan ).
e. Mencari informasi
f. Memberikan umpan balik yang konstruktif
g. Memfasilitasi pemecahan masalah
h. Memberikan arahan dan atau dukungan yang tepat ( Seeker, 1997:10 )

Pada saat ini semakin besar tuntutan agar para manajer dapat menjadi pembina karena fakta menunjukan bahwa keterampilan dan kemampuan manajer yang digunakan dalam pekerjaannya tidak hanya cukup berasal dari pendidikannya. Bahkan pada umumnya para manjer tidak semuanya mampu menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang didapat dari pendidikan dapat diterapkan terhadap pelatihan teknis pada pekerjaan sehari-hari. Semua bentuk strategi, trik, dan terobosan yang membuat pekerjaan lebih mudah dilakukan tidak diambil dari pelatihan, melainkan diperoleh dari tempat kerja secara informal. Sejalan dengan terjadinya berbagai perubahan dalam organisasi, maka pembelajaran berkelanjutan menjadi kebutuhan jalan hidup saat ini.
Pembinaan yang berkelanjutan merupakan suatu cara untuk mendukung pembelajaran dan pengembangan berkelanjutan. Dengan menghindari sesi pelatihan di luar perusahaan yang menghabiskan banyak uang dan waktu, maka pembinaan dapat memberikan informasi yang sangat bernilai bagi anggota tim. Anggot tim dapat langsung menerapkan keterampilan baru ini di tempat kerja dan di bawaah supervisi pembina. Jika sesi pelatihan di luar memang masih tetap dibutuhkan, maka pembina akan menentukan jenis pelatihan yang tepat dapat berupa lokakarya intensif selama lima hari atau sekadar mengamai anggota lain dalam melaksanakan tugasnya.
Suatu organisasi yang menetapkan pembinaan sebagai bagian dari pengembangan karyawan sehari-hari dapat meraih banyak manfaat. Di antara manfaat tersebut adalah :
a. Lebih banyak karyawan yang berprestari yang menonjol
Dalam merekrut orang yang unggul untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik, maka perusahaan dapat memanfaatkan pembinaan untuk membantu individu menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan baru yang membuat mereka menjadi lebih bermanfaat bagi organisasi. Oleh karena itu organisasi harus membina karyawan hingga mereka memiliki inisiatif yang tinggi dan mampu memecahkan masalahnya sendiri, yang pada gilirannya suatu saat orang-orang ini akan menjadi pembina
b. Mengurangi turnover
Orang ingin hebat dalam pekerjaannya. Cita-cita ini merupakan dorongan yang baik apalagi ketika orang diberi tantangan baru maka akan terus tumbuh dan kecil kemungkinan mereka menjadi tidak puas. Hal ini dapat menghemat biaya organisasi untuk merekrut orang-orang baru dan mendorong semangat kerja organisasi.
c. Meningkatkan hubungan antar pribadi
Seringnya seorang manajer dengan anggota tim dalam memonitor kinerja menyebabkan manajer sering berkomunikasi dengan karyawannya sehingga kesalahpahaman dapat dikurangi. Meskipun waktu yang manajer gunakan bersama karyawan sangat terbatas, sehingga masalah-masalah penting akan didiskusikan dan diklarifikasikan. Pembina yang efektif akan menggunakan waktu itu bersama karyawan untuk mengakui dan menghargai perilaku karyawan yang baik ( Foster, 1997 : 12 )

4.      Mengerjakan Administrasi
5.      Guru PAI
a.         Pengertian Guru
Guru adalah orang yang ditugaskan disuatu lembaga untuk memberikan ilmu pengetahuan kepada para pelajar dan pada gilirannya dia memperoleh upah (Shafique Ali Khan, 2005:62). Adapula yang menyebutkan guru adalah seseorang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan ilmu pengetahuan (Syaifudin Nurdin dan Basyiruddin Usman, 2002:7)
Sedangkan menurut Muhibbin Syah (2010:222) Guru adalah
Seorang yang pekerjaannya mengajar orang lain, artinya menularkan pengetahuan dan kebudayaan kepada orang lain (bersifat kognitif), melatih keterampilan jasmani kepada orang lain (bersifat psikomotorik) serta menanamkan nilai dan keyakinan kepada orang lain (bersifat afektif).

Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar-mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukkan sumber daya manusia yang potensial dibidang pembangunan,  oleh  karena  itu  guru  merupakan salah  satu  unsur kependidikan  yang harus berperan secara aktif dan menempatkan kedudukannnya sebagai tenaga professional (Sardiman, 2000:123) Menurut keprofesian formal, guru adalah sebuah jabatan akademik yang memiliki tugas sebagai pendidik, pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan kepembimbingan dan  pelatihan,  serta  melakukan  penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (Mahmud, 2012:153).
 Guru  menjadi  faktor kunci untuk mengembangkan  potesi  peserta  didik  agar  menjadi  manusia  yang beriman  dan  bertaqwa  kepada  Tuhan  Yang  Maha  Esa,  berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.10Jadi guru adalah orang yang sadar dalam mengajar peserta didik untuk menjadikan manusia yang pembelajar.
Ada  tiga  fungsi  dan  peranan  guru  dalam  Proses  Belajar Mengajar. Sebagai konsekuensi logis dan bagian penting dari tanggung jawab yang harus dimilik oleh guru, dalam mengembangkan status guru kompeten. Muhibbin Syah, 2010:250) mengemukakan fungsi dan peranan tersebut adalah sebagai berikut:
1)        Guru sebagai designer of intruction (perancang pengajaran) Guru hendaknya memiliki kemampuan dalam mengelola proses belajar mengajar. Diantaranya menciptakan kondisi dan situasi sebaik-baiknya, Guru hendaknya senantiasa mampu dan selalu siap merancang model kegiatan belajar mengajar yang berhasil guna dan berdaya guna. Untuk merelisasikan fungsi tersebut  setidaknya  ada  empat  Pengetahuan  yang  harus  dimiliki guru, yaitu: Kemampuan dalam memilih dan   menentukan bahan pelajaran, Kemampuanmerumuskan tujuan penyajian bahan pelajaran, Kemampuan memilih metode belajar bahan pelajaran yang tepat, Kemampuan menyelenggarakan evaluasi proses belajar.
2)        Guru Sebagai Manajer Of Instruction (Pengelola Pengajaran) Guru hendaknya memiliki kemampuan dalam mengelola proses belajar- mengajar, diantaranya menciptakan kondisi dan situasi sebaik-baiknya sehingga memungkinkan para siswa belajar secara efektif dan efisien.selain itu guru perlu menciptakan bentuk komunikasi dua arah maupun multi arah.  Sehingga  antara  guru  dan  murid  tercipta  iklim  yang benar-benar demokratis.
3)        Guru Sebagai Evaluator Of Student Learning (Penilai Hasil Pembelajaran Siswa) Guru hendaknya senantiasa mengikuti perkembangan taraf kemajuan belajar siswa maupun kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam belajarnya. Pada dasarnya, kegiatan evaluasi merupakan   kegiatan   belajar   itu sendiri, yakni kegiatan akademik yang memerlukan kesinambungan.Apabila hasil evaluasi tertentu menunjukkan kekurangan, maka siswa yang bersangkutan diharapkan merasa terdorong untuk melakukan kegiatan pembelajaran perbaikan.Sebaliknya bila evaluasi  menunjukkan  hasil  yang  memuaskan, maka siswa yang bersangkutandiharapkan termotivasi untuk meningkatkan volume kegiatan belajarnya.
Sehubungan dengan fungsinya sebagai pendidik dan pembimbing, maka diperlukan adanya berbagai peranan pada diri guru. Peranan guru ini akan senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya, baik dengan siswa dalam proses pembelajaran, sesama guru, maupun dengan staf lain.
Tujuan utama penilaian adalah untuk melihat keberhasilan, efektivitas, dan efisiensi dalam proses pembelajaran. Selain itu untuk mengetahui kedudukan kedudukan  peserta  didik  dalam  kelas  atau kelompoknya.Dalam fungsinya sebagai penilai hasil belajar peserta didik, guru hendaknya secara terus-menerus  mengikuti hasil belajar yang telah dicapai peserta didik dari waktu kewaktu. Informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini akan menjadi umpan balik terhadap proses pembelajaran, umpan balik akan menjadi titik tolak ukur untuk memperbaiki dan meningkatkan pembelajaran selanjutnya (Hamzah B. uno, 2007:24).
Guru menurut UU RI No.14 Bab I Pasal 1 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen adalah: pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Menurut bahasa, guru adalah orang yang kerjanya mengajar (Dendy Sugono, 2006:209). Sedangkan menurut Ana Rosilawati (2008:3) guru itu adalah  tenaga pendidik yang tugas utama mengajar di sekolah dan ikut bertanggungjawab dalam membantu anak mencapai kedewasaannya masing-masing. Sedangkan menurut Budiono (2005:175) guru adalah orang yang mengajar, perguruan sekolah, gedung tempat belajar, perguruan tinggi, sekolah tinggi, dan universitas.
Guru dalam konteks pendidikan Islam sering disebut dengan istilah murabby, mu’allim, dan mu’adib”. Adapun makna dan perbedaan dari  istilah-istilah tersebut yaitu:
1)   Murobby (Pendidik/Pemerhati/Pengawas)
Lafad murobby berasal dari masdar lafad tarbiyah. Menurut Abdurrahman Al-Bani sebagaimana dikutip Ahmad Tafsir lafad tarbiyah terdiri dari empat unsur, yaitu: menjaga dan memelihara fitrah anak menjelang dewasa, mengembangkan seluruh potensi dan melaksanakan  secara bertahap (Ahmad Tafsir, 2005:29).
Pendapat ini sejalan dengan penafsiran pada lafad  Nurobbyka yang terdapat dalam Al-Qur'an surat Al-Syu'ara: 18
tA$s% óOs9r& y7În/tçR $uZŠÏù #YÏ9ur |M÷WÎ6s9ur $uZŠÏù ô`ÏB x8̍çHéå tûüÏZÅ
Artinya: “Fir'aun menjawab: "Bukankah kami Telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu (QS. Al-Syu'ara ayat 18).

 Jadi tugas dari murobby adalah mendidik, mengasuh dari kecil sampai dewasa, menyampaikan sesuatu sedikit demi sedikit sehingga  sempurna.
Pendidikan yang dilakukan murobby mencakup aspek kognitif berupa pengetahuan keagamaan, akhlak, berbuat baik pada orang tua, aspek afektif yang mengajarkan cara menghormati orang tua dan psikomotorik, tindakan untuk berbakti dan mendoakan kedua orang  tua.
2)   Muallim (Pengajar)
Lafal mu'allim merupakan isim fa'il dari masdar t'alim. Menurut Al-'Athos sebagaimana dikutip Hasan Langgulung berpendapat t'alim hanya berarti pengajaran, jadi lebih sempit dari pada pendidikan (Hasan Langgulung, 2003:5)
Dalam terjadinya proses pengajaran menempatkan peserta didik pasif  adanya. Lafal t’alim ini dalam al-Qur'an disebut banyak sekali, tetapi ayat yang dijadikan rujukan (dasar) proses pengajaran (pendidikan)  diantaranya:
zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ
Artinya:“Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”  (Q.S. Al-Alaq: 5).

Lafad 'allama pada ayat di atas cenderung pada aspek pemberian informasi kepada obyek didik sebagai mahluk yang berakal. Tugas dari mu'allim adalah mengajar dan memberikan pendidikan yang tidak bertentangan dengan tatanan moral kemanusiaan. Pengajaran sendiri berarti pendidikan dengan cara memberikan pengetahuan dan kecakapan. Karena pengetahuan yang dimiliki semata-mata akibat  pemberitahuan, maka dalam istilah mu'allim sebagai pentransfer ilmu, sementara peserta didik dalam keadaan pasif.
3)   Muaddib (Penanam Nilai) 
Lafad muaddib merupakan isim fa'il dari masdar ta’dib. Menurut Al-Athos ta’dib erat kaitannya dengan kondisi ilmu dalam Islam, termasuk dalam isi pendidikan, jadi lafad ta’dib sudah meliputi kata  t'alim dan tarbiyah. Meskipun lafad ini sangat tinggi nilainya, namun  tidak disebutkan dalam Al-Qur'an. Tetapi dalam sebuah Hadits riwayat  At- Tirmidzi di jelasakan: Dari Jabir bin Samuroh berkata: Rosulullah SAW bersabda: “hendaklah agar seseorang mendidik anaknya karena itu lebih  baik dari pada bersedekah satu sha'. (HR. At-Tirmidzi). 
Tugas muaddib tidak sebatas mengajar, mengawasi, memperhatikan, tetapi pada penanaman nilai-nilai akhlak dan budi pekerti serta pembentukan moral bagi anak. Hadits di atas menyuruh seorang agar mendidik anaknya dengan menanamkan nilai-nilai akhlak, karena hal itu lebih baik dari pada bersedekah satu sha. 
Berdasarkan uraian singkat di atas, dapat dicermati bahwa tugas dari murobby, mu'allim dan muaddib mempunyai titik tekan sendiri-sendiri. memberi pendidikan pada peserta didik dalam perkembangan jasmani.
Jadi guru adalah orang yang kerjanya mengajar baik itu di lembaga pendidikan formal maupun lembaga pendidikan non formal seperti di rumah dan sebagainya.  Menurut Ikhwan al-Shafa  (dalam Abdul Majid 2009:123) guru adalah orang yang bertugas membantu murid untuk mendapatkan pengetahuan sehingga ia dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Dari beberapa pengertian guru di atas dapat disimpulkan bahwa guru adalah orang yang bertanggungjawab dalam bidang pendidikan non formal lainnya dalam membantu mengarahkan kedewasaan siswa masing-masing.
Dalam kaitan itu pula salah satu bidang studi yang tidak kalah pentingnya di sekolah adalah Pendidikan Agama Islam. Menurut Zakiah Daradjat  (2001:3)  pendidikan Agama Islam adalah proses penyampaian materi pengalaman belajar atau penanaman nilai ajaran Islam sebagaimana yang tersusun secara sistematis dalam ilmu- ilmu keislaman kepada peserta didik. Selanjutnya menurut Ahmad Marimba (2000:7)  pendidikan Agama Islam adalah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kedewasaan terbentuknya kepribadian utama menurut ajaran Islam.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Agama Islam adalah bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa (guru) kepada si terdidik untuk mencapai perkembangan kerohanian sehingga menjadi kepribadian muslim yang baik. Jadi guru Pendidikan Agama Islam adalah orang yang bertanggungjawab dalam membantu mengarahkan perkembangan anak didik sesuai dengan norma-norma Islam agar menjadi kepribadian muslim yang baik.
b.      Fungsi dan Syarat Guru Pendidikan Islam
Secara umum  guru mempunyai fungsi sebagai perencana, pelaksana, pengawas dan penyususun kebijaksanaan pendidikan dan  pengajaran, Krech dan Crutchfied (dalam Ahmadi, 2000:94). Secara khusus fungsi guru akan dibedakan oleh bidang studi yang diasuhnya. Dalam Pendidikan Agama Islam, guru berfungsi disamping sebagai menyampaikan materi pelajaran (pengetahuan), Juga menanamkan nilai-nilai ajaran agama dalam membentuk sikap seseorang muslim sesuai dengan tuntunan agama islam. Jadi seorang guru Pendidikan Agama Islam harus memiliki kemampuan menanamkan ajaran agama sesuai dengan tuntunan Islam.
Di dalam syarat untuk menjadi seorang guru baik menjadi guru umum ataupun menjadi guru Pendidiikan Agama Islam, pada intinya sama di dalam hal persyaratannya, Namun syarat menjadi Guru Pendidikan Agama Islam adalah harus berdasarkan tuntutan hati nurani tidaklah semua orang dapat melakukannya, karena orang harus merelakan sebagian besar dari seluruh hidup dan kehidupanya, mengabdi kepada Negara dan bangsa guna mendidik anak didik menjadi manusia susila yang cakap, demokratis, dan bertanggung jawab atas pembangunan dirinya dan pembangunan bangsa dan Negara.
Zakiyah Darajat (2000:34) menjadi guru Pendidikan Agama Islam harus memenuhi beberapa persyaratan  dibawah ini:
1)   Takwa kepada Allah SWT.
Guru sesuai tujuan Ilmu Pendidikan Islam, tidak mungkin mendidik anak didik agar bertaqwa kepada Allah, jika ia sendiri tidak bertaqwa kepada-Nya. Sebab ia adalah teladan bagi anak didiknya sebagai mana Rasulullah SAW. Menjadi teladan bagi umatnya, sejauh mana seorang guru mampu memberi teladan yang baik kepada semua anak didiknya, sejauh itu pulalah ia diperkirakan akan berhasil mendidik mereka agar menjadi generasi penerus bangsa yang baik dan mulia.
2)   Berilmu 
Ijazah bukan semata-mata selembar kertas, tetapi suatu bukti bahwa pemiliknya telah mempunyai ilmu pengetahuan dan kesanggupan tertentu yang diperlukan untuk suatu jabatan. Guru pun harus mempunyai ijazah agar ia diperbolehkan mengajar. Seorang guru harus memiliki pengetahuan yang luas, dimana pengetahuan itu nantinya dapat diajarkan kepada muridnya. Makin tinggi pendidikan atau ilmu yang guru punya, maka makin baik dan  tinggi pula tingkat keberhasilan dalam memberi pelajaran.
3)      Sehat Jasmani
Kesehatan jasmani kerap kali dijadikan salah satu syarat bagi mereka yang melamar untuk menjadi guru. Guru yang mengidap penyakit menular, umpamanya, sangat membayakan kesehatan anak didiknya. Disamping itu guru yang berpenyakit tidak akan bergairah mengajar. Kita kenal ucapan mens sana in corpora sano yang artinya dalam tubuh yang sehat terkandung jiwa yang sehat. Guru yang sakit-sakitan sering sekali terpaksa absen dan  tentunya merugikan anak didik.
4)      Berkelakuan baik
Guru harus menjadi teladan, karena anak bersifat suka meniru. Diantara tujuan pendidikan yaitu membentuk akhlak yang mulia pada diri  pribadi anak didik dan ini hanya mungkin bisa dilakukan jika pribadi guru berakhlak mulia pula. Guru yang tidak berakhlak mulia tidak mungkin dipercaya untuk mendidik. Diantara akhlak mulia guru tersebut adalah mencintai jabatanya sebagai guru, bersikap adil terhadap semua anak didiknya, berlaku dan tenang, berwibawah, gembira, bersifat manusiawi, bekerja sama dengan guru-guru yang lain, bekerja sama dengan masyarakat.
Di Indonesia untuk menjadi guru diatur dengan beberapa persyaratan yakni berijazah, professional, sehat jasmani dan rohani, taqwa kepada tuhan yang Maha Esa dan berkepribadian yang luhur, bertanggung jawab, dan berjiwa nasional.
c.       Tugas dan Tanggung Jawab Guru Pendidikan Agama Islam
Pekerjaan jabatan guru pendidikan agama Islam adalah sangat luas, yaitu untuk membina seluruh kemampuan-kemampuan dan sikap-sikap yang  baik dari murid sesuai dengan ajaran agama Islam. Hal ini bahwa,  perkembangan sikap dan kepribadian tidak tebatas pelaksanaannya melalui pembinaan di dalam kelas saja. Dengan kata lain tugas dan tanggung jawab guru dalam membina murid tidak terbatas pada intraksi belajar-mengajar saja.
Fungsi sentral guru adalah mendidik (fungsi education). Fungsi sentral ini berjalan sejajar dengan atau dalam melakukan kegiatan mengajar (fungsi intruksional) dan kegiatan bimbingan bahkan dalam setiap tingkah lakunya dalam berhadapan dengan murid (interaksi edukatif) senantiasa terkandung fungsi mendidik.
Zakiyah Darajat (2004:56) mengemukakan tugas dan tanggung jawab guru PAI antara lain
1)        Tugas pengajaran atau guru sebagai pengajar
Sepanjang sejarah keguruan, tugas guru yang sudah tradisional adalah  “mengajar”. Karenanya sering orang salah duga, bahwa tugas guru hanyalah semata-mata mengajar. Bahkan masih banyak di antara guru sendiri yang beranggapan demikian atau tampak masih dominan dalam kerier sebagai besar guru, sehingga dua tugas lainnya menjadi tersisihkan atau terabaikan. Sebagai seorang pengajar, guru bertugas membina perkembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Guru mengetahui bahwa pada akhir setiap satuan pelajaran kadang-kadang hanya terhjadi perubahan dan  perkembangan pengetahuan saja. Dengan kata lain, bahwa kemungkinan besar selama proses belajar-mengajar hanya tercapai perkembangan di bagian  minat. Sedang efek dan transfernya kepada keseluruhan perkembangan sikap dan kepribadian berlangsung di luar situasi belajar-mengajar itu sendiri. Hal demikian itu tampaknya bersifat umum, walaupun sesungguhnya kurang memenuhi harapan dari pengajaran agama.
Dari kenyataan itu pulalah terbukti bahwa peranan guru sebagai pendidik dan pembimbing masih berlangsung terus walaupun tugasnya sebagai pengajar telah selesai.
2)      Tugas bimbingan atau guru sebagai pembimbing dan pemberi bimbingan
Guru sebagai pembimbing dan pemberi bimbingan adalah dua macam peranan yang mengandung banyak perbedaan dan persamaannya. Keduanya sering dilakukan oleh guru yang ingin mendidik dan yang bersikap mengasihi dan mencintai murid.
Sifat khas anak seperti ketidaktahuan (kebodohan), kedangkalan dan kurang pengalaman, telah mengundang guru untuk mendidik dan membimbing mereka, sesungguhnya anak itu sendiri mempunyai “dorongan” untuk menghilangkan sifat-sifat demikian.
3)      Tugas administrasi
Tugas Administrasi bagi guru seringkali disalahartikan sebagi semata-mata ketatusahaan namun administrasi menurut Culberrson (1982) dalam Soetjipto dan Raflis Kosasi (2007:118)
 That educational administration is complex is also suggested by the fact that numerous disciplines, beside education, are seen as relevant to the the development of its knowledge bese. During the last few decades strong cases have been made for advancing research on educational administration by using social science disciplines as economics, political science, sociology; such professional fields as law, public administration and administrative scince.

Artinya: Bahwa administrasi pendidikan adalah juga komplek, ini adalah suatu fakta bahwa banyak disiplin ilmu selain pendidikan di pandang sebagai relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan selama beberap dekade terakhir, kasus yang telah dilakukan untuk memajukan penelitian tentang administrasi pendidikan dengan menggunakan disiplin ilmu social seperti ekonomi, politik, ilmu pengetahuan sosiologi: bidang professional seperti hokum administrasi publik dan ilmu administrasi.

Guru bertugas pula sebagai tenaga administrasi, bukan berarti sebagai  pengawai kantor, melainkan sebagai pengelola kelas atau pengelola (manajer) interaksi belajar-mengajar. Meskipun masalah pengelolaan ini dapat dipisahkan dari masalah mengajar dan bimbingan, tetapi tidak seluruhnya dapat dengan mudah diidentifikasi.
Sesungguhnya ketiga hal itu saling berhubungan dan tidak terpisahkan dari mengajar itu sendiri. Bila dipahami, maka tugas guru tidak hanya sebatas dinding sekolah, tetapi juga sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat

6.      Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
a.      Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Agama  Islam adalah Agama Allah  yang  disampikan  kepada  Nabi Muhammad untuk diteruskan kepada seluruh umat manusia, yang mengandung ketentuan-ketentuan keimanan (aqidah) dan   ketentuan-ketentuan   ibadah   dan   muamalah   (syariah),   yang   menentukan proses berpikir, merasa dan berbuat dan proses terbentuknya kaya hati (Abu Ahmadi & Noor Salimi, 2004:4)
Secara  umum pendidikan  Agama  Islam merupakan  mata  pelajaran yang dikembangkan dari ajaran-ajaran dasar yang terdapat dalam Agama Islam.  Ajaran-ajaran  tersebut terdapat  dalam Al-Qur’an dan  hadits serta melalui  proses  ijtihad  para  ulama’  mengembangkan  pendidikan  Agama Islam pada tingkat yang rinci. Jadi, pendidikan Agama Islam adalah usaha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran Agama Islam. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang definisi pendidikan Agama Islam, maka penulis mengambil beberapa definisi, antara lain:
1)      Di dalam GBPP SD dan MI mata pelajaran pendidikan Agama Islam kurikulum 1994, dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan Agama Islam adalah: Usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami, menghayati dan  mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan,    pengajaran atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungan  kerukunan  antar  umat  beragama  dalam  masyarakat  untuk mewujudkan persatuan nasional (Muhaimin,  dkk. 1996:4) Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa  pengertian  pendidikan  Agama  Islam  adalah  bimbingan  yang diarahkan  untuk  meningkatkan  keyakinan,  pemahaman,  penghayatan, dan pengalaman ajaran Agama Islam dari peserta didik, yang disamping untuk membentuk kesalehan atau kualitas pribadi juga sekaligus untuk membentuk kesalehan sosial. Dalam arti, kulitas dan kesalehan pribadi itu diharapka mampu memancar keluar  dalam hubungan keseharian dengan manusia lainnya (bermasyarakat), baik yang seagama (sesama muslim) ataupun yang tidak seagama (hubungan dengan non muslim), serta dalam berbangsa dan bernegara, sehingga dapat terwujud persatuan nasional.
2)      Menurut  Zakiyah  Daradjat (2000:86) pendidikan  agama  Islam  adalah  suatu usaha untuk menimba dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami  ajaran  Islam  secara  menyeluruh.  Lalu  menghayati  tujuan yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup. Jadi, pendidikan agama yang merupakan usaha sadar yang  dilakukan  pendidik dalam rangka  mempersiapkan  peserta  didik untuk  meyakini,  memahami  dan  mengamalkan  ajaran  Agama  Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3)      Tayar Yusuf, mengartikan pendidikan Agama Islam sebagai usahasadar generasi tua untuk mengalihkan pengalaman, pengetahuan, kecakapan dan keterampilan kepada generasi muda kelak menjadi manusia bertaqwa kepada Allah  SWT.  Sedangkan  menurut  A.Tafsir  Pendidikan  Agama Islam adalah bimbingan yang diberikan seseorang agar ia berkembang secara maksimal   sesuai dengan ajaran Islam (Abdul Majid dan Dian Andayani, 2004:130) Pengertian  diatas, menunjukkan adanya usaha yang dilakukan oleh generasi tua kepada generasi  penerusnya  dengan  tujuan  agar  suatu  saat  nanti  benar-benar menjadi manusia yang taat dan patuh kepada Allah SWT.
Dari beberapa pengertian di atas, bahwa pendidikan agam Islam yang harus dilakukan umat Islam adalah pendidikan yang mengarahkan manusia kearah akhlak yang mulia dengan  memberikan  kesempatan  keterbukaan terhadap pengaruh dari luar dan perkembangan dari dalam diri manusia yang  dilandasi  oleh  keimanan  dan  ketaqwaan  kepada  Allah  SWT.  Dan semua itu tidak boleh menyimpang dari nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Agama Islam, oleh karena itu, pendidikan Agama Islam itu terdapat proses transfer nilai, pengetahuan dan keterampilan, maka akan mencakup dua hal: (a) mendidik siswa untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai atau akhlak Islam, (b) mendidik siswa siswi untuk mempelajari materi ajaran Islam, subjek berupa pengetahuan tentang ajaran Islam
Menurut Zuhairini bahan atau materi pembelajaran  pendidikan Agama Islam. Sebagaimana diketahui ajaran pokok Islam meliputi:
1)      Masalah keimanan (Aqidah) adalah bersifat I’tikad batin, mengajarkan ke Esaan Allah.
2)      Masalah  keislaman  (Syari’ah)  adalah  hubungan  dengan  alam  lahir dalam  rangka  mentaati  semua  peraturan  dan  hukum  Tuhan,  guna mengatur   hubungan   antara   manusia   dengan   Tuhan   dan   mengatur pergaulan hidup dan kehidupan bangsa.
3)      Masalah ihsan (Akhlak) adalah suatu amalan yang bersifat pelengkap penyempurnaan bagi kedua diatas dan mengajarkan tata cara pergaulan hidup manusia.
Tiga inti ajaran pokok ini kemudian dijabarkan dalam bentuk rukun iman, rukun Islam dan akhlak. Dari ketiga hal tersebut lahirlah beberapa keilmuan agama yaitu: ilmu tauhid,ilmu figh dan ilmu akhlak. Tiga kelompok ilmu agama ini kemudian dilengkapi dengan pembatasan rukun Islam dan materi pendidikan agama Islam yaitu: al- Qur’an dan Hadits, serta ditambah dengan sejarah Islam (tarikh) sehingga secara berurutan: (1) ilmu tauhid atau ketuhanan, (2) ilmu fiqih, (3) al-Qur’an, (4) hadits, (5) akhlak, (6) tarikh (Zuhairini, dkk, 1981:60)
Dalam penyusunan materi pokok dalam kurikulum pendidikan Agama di sekolah pengembangannya dilakukan melalui pendekatan dalam: Hubungan manusia dengan Tuhan, Hubungan manusia dengan manusia, Hubungan manusia dengan alam (Abdul Rachman Shaleh, 2005:6). Ruang kingkup pembahasan, luas dan mendalam tergantung epada jenis  lembaga pendidikan yang bersangkutan,  tingkatan  kelas,  tujuan kemampuan anak-anak sebagai konsumennya.sementara itu secara empirik dalam pelaksanaan pendidikan Agama masih   dirasakan terjadinya kesenjangan  antara  peran  dan  harapan  yang  ingin  di  capai  dengan terbatasnya alokasi waktu yang disediakan. Untuk sekolah-sekolah agama tentunya  pembahasannya  lebih  luas,  mendalam  dan  terperinci  dari  pada sekolahan umum, demikian pula perdebatan untuk  tingkatan rendah dan tingginya kelas yang tinggi.
Guru adalah komponen utama dalam pendidikan. Jika gurunya memiliki kualitas yang baik, maka pendidikan akan memjadi baik pula. Karena ditangan guru yang baik keterbatasan apapun yang mempengaruhi proses pendidikan dapat diatasi atau diminimalkan. Sebagai komponen utama, keberhasilan dalam pendidikan sebagian besar ditentukan oleh profesionalisme seorang guru. Guru yang profesional bukanlah guru yang hanya dapat mengajar dengan baik tetapi juga guru yang dapat mendidik. Untuk ini selain menguasai ilmu yang diajarkan dan cara mengajarkan dengan baik sekaligus memiliki akhlak yang mulia. Dengan demikian seorang guru tidak hanya menjadi sumber informasi, ia juga dapat menjadi motivator, inspirator, dinamisator, fasilitator, evaluator dan contoh hidup sebagai peserta didik dan masyarakatnya. Guru dinyatakan pendidik profesional, karena guru telah menerima dan memikul beban dari orang tua untuk mendidik anak-anaknya.
Dalam hal ini, orang tua harus tetap sebagai pendidik yang pertama dan utama bagi anak-anaknya, sedangkan guru adalah tenaga profesional yang membantu orang tua untuk mendidik anak-anak pada jenjang pendidikan sekolah. Diantara faktor penyerahan tugas dan kewajiban orang tua dalam mendidik anak kepada guru di sekolah adalah karena keterbatasan waktu yang tersedia bagi orang tua, keterbatasan penguasaan ilmu dan teknologi yang dimiliki, efesien biaya yang dibutuhkan dalam proses pendidikan ana, dan efektivitas program pendidikan anak (karena pada umumnnya anak lebih konsentrasi dan serius apabila diajar oleh guru dari pada orang tuanya sendiri meskipun orang tuanya mungkin lebih mempuni dalam penguasaan ilmu)
Guru adalah seorang pendidik yang memberi pengaruh besar kepada pengetahuan serta karakter siswa. Menjadi seorang guru hendaknya mempunyai teladan yang baik untuk dicontoh anak didik. Teladan baik yang perlu diterapkan oleh guru bisa dari tutur kata, tata kramamaupun contoh perilaku baik dalam kehidupan sehari-hari. Guru yang memberikan teladan baik dari segi karakter maupun ilmu pengetahuan terhadap anak didik sangat mempengaruhi akhlak siswa baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
Jika akhlak siswa meningkat dan tertata baik maka akan memberi banyak pengaruh bahkan peningkatan tingkah laku yang baik di lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat. Kelancaran proses pendidikan dan pengajaran di sekolah banyak ditentukan oleh sikap dan perilaku guru dalam melaksanakan tugas mengajar.  Guru sebagai pendidik dalam melaksanakan tugas mengajar akan dipengaruhi oleh lingkungan kerja dimana guru mengajar.Seorang pendidik atau guru harus tampil menjadi teladan yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Keberhasil siswa sangat bergantung pada kualitas kesungguhan realisasi karakteristik pendidik yang diteladani, misalnya guru berpakaian selalu rapi, dalam penampilan guru juga rapi, kualitas keilmuan, kepemimpinan, keikhlasan

b.      Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Pada dasarnya tujuan pendidikan merupakan hal yang dominan dalam pendidikan, sesuai dengan ungkapan Breiter bahwa Pendidikan adalah persoalan tujuan dan fokus, belajar itu mempunyai tujuan agar peserta didik dapat meningkatkan kualitas hidupnya sebagai individu maupun  sebagai makhluk sosial (Abdul Majid dan Dian Andayani, 2004:136). Kunci dalam  rangka menentukan tujuan pembelajaran   adalah kebutuhan siswa, maka mata pelajaran, dan guru itu sendiri.
Berdasarkan kebutuhan siswa dapat ditetapkan apa yang hendak dicapai, dikembangkan dan  diapresiasi.  Berdasarkan  mata  pelajaran  yang  ada  dalam  petunjuk kurikulum dapat ditentukan hasil-hasil pendidikan yang diinginkan. Guru sendiri  adalah  sumber  utama  tujuan  bagi  siswa,  dan  dia  harus  mampu menulis dan memilih tujuan-tujuan pendidikan yang bermakna, dan dapat terukur (Oemar Hamalik, 2005:76) Oleh karena itu tujuan pembelajaran merupakan salah satu aspek yang  harus dipertimbangkan dalam  merencanakan  pembelajaran,  sebab segala  kegiatan  pembelajaran    muaranya pada tercapainya tujuan pembelajaran tersebut. Suatu  tujuan pembelajaran seyogyanya memenuhi  kreteria  sebagai berikut:
1)      Tujuan  itu  menyediakan  situasi  atau  kondisi  untuk  belajar,  misalnya dalam situasi bermain peran.
2)      Tujuan mendefinisikan tingkah laku siswa dalam bentuk dapat diukur dan dapat diamati.
3)      Tujuan menyatakan tingkah minimal perilaku yang dikehendaki (Oemar Hamalik, 2005:77)

Secara  umum  tujuan  pendidikan  agama  Islam  di  sekolah  atau sekolah  bertujuan  untuk  menumbuhkan  dan  meningkatkan  keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta  pengalaman  peserta  didik  tentang  agama  Islam  sehingga  menjadi manusia yang terus berkembang dalam keimanan, ketaqwaannya, berbangsa dan bernegara serta untuk dapat melanjudkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi”(GBPP PAI, 1994).
Secara umum, tujuan pendidikan Islam terbagi kepada: tujuan umum, tujuan sementara, tujuan akhir, dan tujuan operasional. Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan sementara adalah tujuan yang ingin dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dengan sebuah kurikulum. Tujuan akhir adalah tujuan yang dikehendaki agar peserta didik menjadi manusia-manusia sempurna (insan kamil) setelah ia menghabisi sisa umurnya. Sementara tujuan operasional adalah  tujuan  praktis  yang  akan  dicapai  dengan  sejumlah  pendidikan tertentu (Armai Arief, 2002:18)
Dari  beberpa  tujuan  tersebut  dapat  ditarik  kesimpulan  beberapa dimensi yang hendak ditingkatkan dan dituju oleh kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islam, yaitu:
1)      Dimensi keimanan peserta didik terhadap ajaran agama Islam
2)      Dimensi   pemahaman   atua   penalatan   (intelektual)   serta   keilmuan peserta didik terhadap ajaran agama Islam.
3)      Dimensi  penghayatan  atau  pengalaman  batin  yang  dirasakan  peserta didik dalam menjalankan ajaran Islam.
4)      Dimensi pengamalannya, dalam arti bagaimana ajaran Islam yang telah di imani, dipahami dan di hayati atau diinternalisasi oleh pesrta didik itu mampu  menumbuhkan  motivasi  dalam  dirinya  untuk  menggerakkan, mengamalkan,  dan  menaati  ajaran  agama  dan  nilai-nilainya  dalam kehidupan pribadi, sebagai manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta mengaktulisasikan dan merealisasikan dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.
Untuk  mencapai  tujuan  tersebut  maka  ruang  lingkup  materi  PAI (kurikulum 1994) pada dasarnya mencakup tujuh unsur pokok, yaitu: al-Qur’an-hadits, keimanan, syari’ah, ibadah, muamalah, akhlak, dan tarikh (sejarah Islam) yang menekankan pada   perkembangan politik. Pada kurikulum  tahun  1999  dipadatkan  menjadi  lima  unsur  pokok,  yaitu:  al- Qur’an, keimanan, akhlak, fiqih, dan bimbingan ibadah, serta tarikh/sejarah.
Bila membaca  tentang  ajaran  Islam  diatas  kaitannya  dengan  usur- unsur pokok materi PAI diatas, maka masih terkesan bersifat umum dan luas yang tidak mungkin bisa dikuasai oleh siswa pada jenjang pendidikan tertentu. Karena itu, perlu ditata kembali menurut kemampuan siswa dan jenjang pendidikannya. Dalam arti,  kemampuan-kemampuan apa yang diharapakan dari lulusan jenjang  pendidikn  tertentu  sebagai  hasil  dari pembelajaran PAI (Muhaimin,  dkk, 1996:79

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kelas XI Bab 2 Hidup Nyaman dengan Perilaku Jujur

Tari Lenggang Patah Sembilan: Tari Klasik Kesultanan Serdang di Sumatra Utara

Metode dan Teknik Pembelajaran diposkan oleh Sapri