Pembinaan guru oleh kepala sekolah
a.
Kepala Sekolah
1)
Pengertian
Kepala Sekolah
Kepala sekolah merupakan kunci keberhasilan lembaga pendidikan. Kepala sekolah
berasal dari dua kata “kepala dan sekolah”. Kata kepala diartikan sebagai ketua
atau pemimpin dalam suatu organisasi atau lembaga. Sedangkan sekolah adalah sebuah lembaga dimana menjadi tempat menerima dan
memberi pelajaran (KBBI.
1988:420)
Dengan demikian dapat diartikan secara sederhana kepala sekolah merupakan tenaga fungsional
guru yang diberi tugas untuk memimpin
suatu sekolah dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan
peserta didik yang menerima pelajaran.
Daryanto (2010:80) menjelaskan bahwa: kepala sekolah merupakan personel sekolah yang bertanggung
jawab terhadap seluruh kegiatan-kegiatan sekolah, mempunyai wewenang dan
tanggung jawab untuk menyelenggarakan seluruh kegiatan pendidikan dalam
lingkungan sekolah yang dipimpinnya dengan dasar pancasila yang bertujuan
untuk:(1) Meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (2) Meningkatkan
kecerdasan dan ketrampilan (3) Mempertinggi budi pekerti (4) Memperkuat kepribadian
(5) Mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air.
E. Mulyasa (2004:126) menjelaskan bahwa kepala sekolah adalah motor penggerak dan penentu
kebijakan sekolah, yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan dalam
pendidikan pada umumnya dapat direalisasikan.
Dari definisi di
atas dapat disimpulkan
bahwa kepala sekolah merupakan pimpinan tertinggi dalam lembaga pendidikan
yang bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan
kelancaran jalannya sekolah demi terwujudnya tujuan sekolah tersebut. Seorang
kepala sekolah hendaknya dapat meyakinkan kepada masyarakat bahwa segala sesuatunya telah berjalan dengan baik,
termasuk perencanaan dan implementasi kurikulum, penyediaan dan pemanfaatan
sumber daya guru, rekruitmen sumber daya peserta didik, kerjasama sekolah
dengan orang tua, serta lulusan yang berkualitas.
Kepala sekolah sebagai unsur vital bagi efektivitas dalam lembaga
pendidikan menentukan tinggi
rendahnya kwalitas lembaga
tersebut, kepala sekolah diibaratkan sebagai panglima pendidikan yang
melaksanakan fungsi kontrol berbagai pola kegiatan pengajaran dan pendidikan
didalamnya, oleh kerana itu suksesnya sebuah sekolah tergantung pada sejauh
mana pelaksanaan misi yang dibebankan diatas pundaknya, kepribadian, dan
kemampuannya dalam bergaul dengan unsur-unsur yang ada didalamnya
Kepala sekolah yang berhasil adalah mereka yang memahami keberadaan
sekolah sebagai organisasi yang komplek
dan unik, serta mampu melaksanakan peranan kepala sekolah sebagai seorang
pemimpin yang diberi tanggung jawab untuk memimpin sekolah. Berbicara tentang
Peran kepala sekolah terkait peningkatan kinerja, maka peran kepala sekolah
pada masing-masing lembaga pendidikan berbeda.
Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dan keberlangsungan organisasi
adalah kuat tidaknya kepamimpinan,
kegagalan dan keberhasilan suatu organisasi ditentukan oleh pemimpin karena
pemimpin merupakan pengendali dan penentu arah yang hendak ditempuh menuju
tujuan yang akan dicapai.
Agus maimun dan
Agus zainul fitri (2010:180) Adapun peran kepala sekolah
dapat diuraikan berikut ini:
a)
Kepala sekolah sebagai Educator
(Pendidik), dalam hal ini kepala sekolah harus berusaha menanamkan, memajukan,
dan meningkatkan sedikitnya empat nilai kepada para tenaga kependidikan
yaitu: pembinaan mental tentang hal-hal yang berkaitan dengan sikap batin dan
watak, pembinaan moral yang berkaitan dengan ajaran baik buruk suatu pebuatan,
sikap, kewajiban sesuai tugas masing-masing, pembinaan fisik terkait kondisi
jasmani atau badan dan penampilan secara lahiriyah serta pembinaan artistik
terkait kepekaan menusia terhadap seni dan keindahan.
b)
Kepala sekolah
sebagai Manager (pengelola)
hendaknya mampu merencanakan,
mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan agar lembaga dapat mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
c)
Kepala sekolah sebagai Administrator
merupakan penanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan pendidikan dan
pengajaran.
d)
Kepala sekolah sebagai Supervisor
dituntut untuk mampu meneliti, mencari,
dan menentukan syarat-syarat
mana saja yang diperlukan untuk
kemajuan lembaga.
e)
Kepala sekolah
sebagai Leader (pemimpin)
berupaya memberikan petunjuk dan
pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka dan berkomunikasi
dua arah dan mendelegasikan tugas.
f)
Kepala sekolah
sebagai inovator harus
mampu mencari dan menentukan
serta melaksanakan berbagai pembaharuan di sekolah.
g)
Kepala sekolah sebagai
Motivator. Dalam hal
ini harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan
motivasi kepada tenaga kependidikan dalam melakukan tugas dan fungsinya
Berdasarkan penjeasan di atas bahwa
peran kepala sekolah adalah sebagai sebagai Educator (Pendidik), dalam
hal ini kepala sekolah harus berusaha menanamkan, memajukan,
dan meningkatkan sedikitnya empat nilai kepada para tenaga kependidikan.
Kepala sekolah sebagai
Manager (pengelola) hendaknya mampu merencanakan,
mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan agar lembaga dapat mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Kepala sekolah sebagai Administrator
merupakan penanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan pendidikan dan
pengajaran. Kepala sekolah sebagai Supervisor dituntut untuk mampu meneliti,
mencari, dan menentukan
syarat-syarat mana saja yang diperlukan untuk kemajuan lembaga. Kepala sekolah
sebagai Leader (pemimpin)
berupaya memberikan petunjuk dan
pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka dan berkomunikasi
dua arah dan mendelegasikan tugas. Kepala
sekolah sebagai inovator harus
mampu mencari dan menentukan
serta melaksanakan berbagai pembaharuan di sekolah. Kepala
sekolah sebagai Motivator. Dalam
hal ini harus
memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada tenaga
kependidikan dalam melakukan tugas dan fungsinya. hal ini berkaitan dengan Internalisasi nilai, dimana Internalisasi
nilai adalah proses memasukkan nilai secara utuh ke dalam hati, sehingga ruh
dan jiwa bergerak berdasarkan hati
2. Bentuk-bentuk Kedisiplinan guru
a.
Kedisiplinan guru dalam ketepan
waktu
Untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran
pelaksanaan tugas dalam mencapai tujuan sekolah, maka diperlukan guru yang
penuh kesetiaan dan ketaatan pada peraturan yang berlaku dan akan bertanggung
jawab untuk mengatur tujuan sekolah. Dengan kata lain para guru sangat
diperlukan dalam meningkatkan tujuan sekolah, dengan datang tepat waktu ke
sekolah
Untuk itu, menegakkan disiplin bagi guru merupakan hal yang sangat penting, sebab dengan
kedisiplinan dapat ditemukan, peraturan-peraturan dapat ditaati oleh
guru. Dengan kedisiplinan di dalam proses guru akan terlaksana secara
efektif dan efisien.
Kajian
ini berkenaan dengan
kedisiplinan guru PAI dalam membuat rencana pembelajaran dan pengaruhnya terhadap tingkat ketercapaian proses belajar mengajar. Pada dasarnya istilah disiplin memiliki
banyak arti sebagaimana yang dikutip oleh Amir Daien Indrakusuma bahwa disiplin
berarti adanya kesediaan untuk mematuhi peraturan-peraturan dan
larangan-larangan (Amir Daien Indrakusuma, 2004:142)
Disiplin adalah suatu keadaan tertib dimana orang-orang
yang tergabung dalam suatu organisasi tunduk pada peraturan-peraturan yang ada
dengan senang hati. Menurut M. Said (2008:71) mengemukakan tujuan disiplin atau
kedisiplinan itu adalah untuk melatih kepatuhan sehingga waktu dan efektifitas
kerja dapat tercapai. Dengan tercapainya efektifitas kerja dan efisiensi waktu,
berarti disiplin merupakan kunci sukses. Sebab dengan disiplin orang berkeyakinan bahwa disiplin membawa manfaat
yang dibuktikan dengan kedisiplinan keteraturan dirinya.
Sebagai seorang pendidik
seorang guru harus mempunyai disiplin yang tinggi dalam mematuhi norma-norma
atau peraturan-peraturan yang berlaku di suatu lembaga pendidikan. Sebab dengan mematuhi norma- norma atau
peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh lembaga pendidikan, tentu akan
memperlancar proses pembelajaran untuk mencapai tujuan. Karena salah satu dari
isi kode etik guru adalah melakukan tugas dan propesinya dengan disiplin dan
rasa pengabdian.
b.
Membuat perangkat pembelajaran
Perangkat pembelajaran
yang harus dimiliki oleh seorang guru antara lain:
1)
Silabus
Silabus merupakan ringkasan dari kurikulum, dengan
bergantinya kurikulum KTSP ke Kurikulum 2013 atau lebih familier disebut kurtilas
maka guru-guru juga berbondong-bondong berhijrah kekurtilas, dalam silabus
disebutkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar tiap-tiap tingkat satuan
pendididkan serta indikator pencapaiannya. Guru tidak perlu bersusah payah
menyusun silabus dari kurikulum yang sudah ada karena banyak sekali file-file
silabus yang bisa didapatkan melalui browsing di internet.
2)
RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)
Namanya Rencana Pelaksanaan Pembelajaran berarti mencakup
hal-hal yang akan dilakukan dalam proses belajar mengajar, mulai dari
pembukaan, masuk ke materi inti, evaluasi dan penutup. Metode yang digunakan
juga disebutkan dalam RPP. Sukses atau tidaknya pembelajaran di kelas sangat di
tentukan dari persiapan guru dalam menyusun RPP, sangat miris ketika guru sibuk
menyusun RPP hanya untuk keperluan monev saja dan setelah monev selesai RPP
hanya menumpuk di lemari-lemari guru dan tidak digunakan.
3)
Prosem (Program Semester)
Program smester adalah daftar materi-materi yang akan
direalisasikan dalam satu smester, distribusi Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar terurai dengan jelas dan rinci dalam satu smester, sehingga ada batasan
pencapaian yang harus di tempuh dalam satu smester dan pada smester berikutnya.
4)
Prota (Program Tahunan)
Program Tahunan merupakan ringkasan dari program semester
satu dan semester 2 terdapat target pencapaian materi yang harus dicapai dalam
satu tahun pelajaran.
5)
Jurnal Guru
Jurnal guru berfungsi sebagai bukti bahwa guru telah
melakukan tugasnya dengan baik sesuai yang ada pada kalender pendidikan, setiap
guru melakukan tatap muka dengan muridnya maka dia harus mengisi jurnal yang
dimilki. Lalu apa saja yang tertuang dalam jurnal guru? Gambar di bawah ini
bisa dijadikan dasar oleh guru untuk membuat jurnal guru.
3. Membina Guru
Pembinaan menurut
Wojowasito ( 1980 : 50 ) diartikan sebagai ”membangun, menggambarkan, dan
memperbaiki”. Istilah membangun menurut Crabb (1945:132-133 ) diartikan sebagai
”proses menerima (receives ), memelihara dan memperbaiki (Confining),
serta melestarikan (retaining), dalam upaya memenuhi kebutuhan”.
Sementara Barnhat (1965:106) mengartikan pembinaan sama dengan to build yang
searti dengan membentuk secara bertahap, menciptakan struktur, membangun,
mengembangkan, meningkatkan, menumbuhkan dan membudayakan.
Purwanto (1993:76 ) mengemukan
suatu aktivitas pembinaan yang dirncanakan untuk membantu para guru dan pegawai
sekolah lainy dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif”. Sementara
menurut Evans (dalam Purwanto, 1993:76 ) ” ....the term supervision is used
to describe those activities which are primarily and directly concerned with studying
and improving the conditions which surround the learning and growth of pupils
and teachers”. Hal senada dijelaskan Burton ( dalam Purwanto, 1993 :
77 ) bahwa” supervision is an expert technical service primarily aimed at
studying and improving co-operatively al factors which affect child growth and
develompment.
Dari pengertian di atas,
istilah pembinaan oleh kepala yakni: (1) menerima, memelihara, dan memapankan;
( 2 ) memperbaiki, dan merestorasi; (3) melanjutkan, menumbuhkan, mengembangkan,
meningkatkan kualitas, atau memberikan struktur baru pada sesuatu.
Dengan demikian pembinaan mengandung pengertian proses pemeliharaan, proses perbaikan, dan proses pengembangan/pertumbuhan, yang semuanya menuju kepada terwujudnya suatu kondisi yang lebih baik. Proses pemeliharaan mengacu kepada aktivitas menjaga kualitas sesuatu agar tidak mengalami kepunahan/kersakan, agar tetap baik dan lestari maka pembinaan dalam konteks ini bersifat konservatoris.
Pengertian pembinaan dalam konteks proses perbaikan mengacu kepada suatu aktivitas konstruktif yang bertujuan membentuk, menciptakan kualitas sesuatu agar lebih baik. Dalam pengertian ini diartikan sebagai proses restrukturisasi kualitas terhadap suatu hal yang dinilai kurang memadai menjadi bantuk kualitas yang lebih baik dan lebih memadai.
Sedangkan pembinaan sebagai upaya pengembangan ( development, improvement ) menunjukkan aktivitas untuk meningkatkan kualitas sesuai dengan yang diharpkan. Pembinaan merupakan aktivitas peningkatan kualtias yang multi dimensional yang bersifat pelestarian, perbaikan, pembaharuan dan pengembangan progresif.
Pembinaan juga berkaitan dengan fungsi-fungsi dan usaha-usah untuk meningkatkan daya guna manusia dalam proses kerjasama untuk mencapai tujuan bersama yang dilakukan melalui usaha menciptkan suasana kerja yang dapat mendorong untuk dapat mengembangkan potensi secara optimal. Adapun tujuan pembinaan sendiri diciptakan untuk mengembangkan kemampuan agar dapat melaksanakan tugas dan fungsi kerja lebih baik, lebih efektif, leibh terampil dan lebih sistematik dalam melakukan sesuatu pekerjaan. Pembinaan pegawai merupakan bagian dari tugas dan tanggung jawab para pimpinan yang dalam pelaksanaannya dititikberatkan pada usaha-usaha untuk (1) mendapatkan tenaga kerja yang cakap, terampil dan profesional sehingga memiliki kemampuan untuk bekerja sesuai kebutuhan lembaga / organisasi dimana ia bekerja (2) Menggerakkan mereka untuk mencapai tujuan organisasi /lembaga yang telah ditentukan; (3) Memelihara dan mengembangkan kecakapan dan kemampuan pegawai untuk mendapatkan prestasi kerja setinggi-tingginya dan sebaik-baiknya. Jadi tugas pokok pembinaan adalah usaha-usaha yang harus dilakukan untuk mendapatkan dan memelihara serta membina pegawai ke arah suatu kapabilitas dalam suasana kerja yang menyenangkan dan memanfaatkan pegawai secara efektif, efisien, dan dapt dipertanggungjawabkan, yang dalam hal ini adalah aktivitas para kepala sekolah dalam upaya meningkatkan kemampuan profesional kinerja para guru.
Ruang lingkup Pembinaan
Pembinaan meliputi dua sub fungsi yaitu pengawasan ( controlling ) dan supervisi ( supervising ). Pengawasan dan supervisi mempunyai kaitan erat antara satu dengan yang lainnya. Keduanya saling mengisi atau saling melengkapi, kedua subfungsi ini memiliki persamaan dan perbedaan.
Secara umum, persamaan antara pengawasan dan supervisi merupakan bagian dari kegiatan pembinaan sebagai fungsi manajeman. Keduanya dilakukan secara sengaja. Sasarannya ialah staff bawahan atau para pelaksana program pendidikan. Pengawasan dan supervisi merupakan proses kegiatan yang sistematis dan berprogram. Pelaksanaannya memerlukan tenaga profesional. Hasil pengawasan dan supervisi digunakan untuk pelaksanaan dan pengembangan program atau kegiatan organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Selain persamaan pengawasan dan supervisi, juga mempunyai lima perbedaan. Pertama, pengawasan lebih menekankan pda pemeriksaan tentang sejauh mana peraturan, kebijakan, perintah, pedoman dan petunjuk pelaksanaan yang telah ditetapkan oleh pimpinan atau organisasi tingkat lebih tinggi diikuti dan dilaksanakan dengan tepat oleh penyelenggara, satf dan pelaksana. Sedangkan supervisi lebih menekankan pada proses yang terjdai dalam pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan program pendidikan berdasarkan rencana dan peraturan yang telah ditetapkan.
Kedua, pada umumnya pengambilan keputusan dalam pengawasan dilakukan secara sepihak, yaitu oleh pengawas dari tingkat lembaga atau organisasi yang lebih tinggi berdasarkan kriteria atau peraturan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam supervisi, pengambilan keputusan didasrkan atas kesimpulan yang ditarik dari data atau informasi yang terdapat dalam kegiatan, serta proses pengambilan keputusan dilakukan bersama oleh pihak supervisor dan pihak yang disupervisi. Ketiga, pengawasan lebih mengarah pda usaha pihak pengawas untuk memperbaiki hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan, kebijakan dan ketentuan-ketentuan lainnya yang berlaku. Perbaikan ini dilakukn oleh kepala sekolah dengan memberikan petunuk, perintah, teguran dan contoh. Sedangkan supervisi mengarah pda upaya supervisor untuk meningkatkan kemampuan pihak yang disupervisi dengancara dialog dan diskusi, sehingga pihak yang disupervisi dapat menemukan permasalah dan pemecahannya. Keempat, kepala sekolah umumnya bertindak untuk mengarahkan pihak yang diawasi dengancara menegaskan peraturan-peraturan yang berlaku dan harus diikuti dengan seksama olhe pihak yang diawasi. Kelima, hubungan antara pihak pengawas dan yang diawasi lebih bercorak pada hubungan vertikal, atasan dengan bawahan, atau hubungan satu arah. Sedangkan dalam supervisi, hubungan antara pihak supervisor dan pihak yang disupervisi bercorak hubungan horizontal atau sejajar sehingga hubungan ini dapat menumbuhkan suasana akrab, kesejawatan dan komunikasi dua arah.
Tanggung jawab pembinaan guru terletak di tangan kepala sekolah. Tujuan pembinaan guru adalah untuk meningkatkan kemampuan professional guru dalam meningkatkan proses dan hasil belajar melalui pemberian bantuan yang terutama bercorak layanan professional kepada guru. Jika proses belajar mengajar meningkat, maka hasil belajar diharapkan juga meningkat. Dengan demikian rangkaian usaha pembinaan professional guru akan memperlancar pencapaian tujuan kegiatan belajar mengajar.
Dalam rumusan yang lebih rinci ( Jayadisastra, 1996 : 12 ) mengemukakan tujuan pembinaan guru sebagai berikut :
1. Memperbaiki tujuan mengajar guru dan belajar siswa
2. Memperbaiki materi atau bahan dan kegiatan belajar mengajar
3. Memperbaiki metode, yaitu cara mengorganisasi kegiatan belajar mengajar
4. Memperbaiki penilaian atas media
5. Memperbaiki penilaian proses belajar mengajar dan hasilnya
6. Memperbaiki pembimbingan siswa atas kesulitan belajarnya
7. Memperbaiki sikap guru atas tugasnya.
Berdasarkan tujuan tujuan tersebut, kemudaian dapat diidentifikasi fungsi pembinaan guru. Fungsi – fungsi tersebut meliputi : memelihara program pengajaran sebaik-baiknya, menilai dan memperbaiki factor – factor yang mempengaruhi hal belajar, memperbaiki situasi belajra anak. Nyatalah bahwa fungsi pembinaan guru adalah menumbuhkan iklim bagi perbaikan proses dan hasil belajar melalui serangkaian upaya pembinaan terhadap guru-guru dalam wujud layanan professional.
Dalam penggolongan yang lebih rinci lagi Jayadisastra mengemukakan prinsip pembinaan guru menjadi prinsip fundamental dan prinsip praktis. Yang dimaksud dengan prinsip fundamental adalah pembinaan guru dipandang sebagai bagian dari keseluruhan proses pendidikan yang tidak terlepas dari dasar-dasar pendidikan nasional Indonesia. Kemudian yand dimaksud dengan prinsip praktis adalah kaidah kaidah yang harus dijadikan pedoman praktis dalam pelaksanaan supervise. Prinsip praktis inii oleh Jayadisastra dibagi menjadi prinsip positif dan negative. Prinsip positif berisi anjuran untuk memedomani sesuatu yang baik dalam melaksanakan pembinaan, sementara prinsip negative berisi anjuran untuk meninggalakan sesuatu yang baik.
Pendekatan pembinaan
Fungsi pemibinaan, baik pengawasan maupun supervisi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan langsung ( direct contact ) dan atau pendekatan tidak langsung ( indirect ontanct ). Pendekatan langsung terjadi apabila pihak pembina ( pimpinan, pengelola, pengawas, supervisor dan sebagainya ) melakukan pembinaan melalui tatap muka dengan pihak lain yang dibina atau dengan pelaksanaan program. Pendekatan langsung dapat dilakukan melalui kegiatan diskusi, rapat-rapat, tanya jawab, kunjungan lapangan, kunjungan rumah dan lain sebagainya. Pendekatan tidak langsung terjadi apabila pihak yang membina melakukan upaya pembinaan kepada pihak yang dibina melalui media massa seperti melalui petunuk tertulis, korespndensi, penyebaran buletin, dan media elektronik seperti radio, kaset, atau internet. Baik pendekatan langsung maupun pendekatan tidak langsung biasa digunakan dalam pembinaan terhadap para pengelola dan pelaksana program pendidikan dengan maksud agar kegiatan yang sesua dengan rencana dan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pendekatan langsung sering digunakan dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh organisasi atau lembaga yang relatif kecil atau sederhana, dan dalam wilayah kegiatannya masih terbatas. Teknik pendekatan langsung antara lain pengamatan khsusu terhadap kegiatan baik di lembaga maupun di lapangan. Kegiatan khusus terjadi apabila ada suatu masalah yang muncul dan perlu diamati, atau apabila pimpinan/pengelola merasa perlu untuk mengamati sesuatu kegiatan tertentu berdasarkan kepentingan organisasi atau lembaga. Pendektan langsung bertujuan untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan program dengan rencana yang telah ditetapkan, untuk mengidentifikasi penyimpangan, masalah dan hambatan yang mungkin terjadi, serta untuk menemukan alternatif upaya guna memperbaiki kegiatan, memecahkan masalah, atau mengatasi hambatan. Dengan demikian pendekatan langsung digunakan apabila kegiatan, wilayah kerja, dan masalah yang dihadapi mempunyai sifat terbatas.
Pendekatan tidak langsung dilakukan apabila kegiatan pembinaan diselenggarakan dalam organisasi besar. Wilayah kegiatannya luas, dan tugas-tugas pimpinan lebih banyak. Dalam situasi demikian, pimpinan tidak mungkin dapat melaksanakan pembinaan melalui pendekatan langsung sebagaimana dikemukakan di atas. Pendekatan tidak langsung biasanya dilaksanakan melalui mekanisme pembinaan berstruktur. Dengan perkataan lain bahwa pembinaan kepada pihak pelaksana pada intansi lebih rendah dilakukan secara bertingkat sesuai dengan struktur organisasi. Mekanisme pembinaan ini sering didasrkan atas laporan dari instansi atau pelaksana lebih rendah yang disampaikan kepda instansi/pimpinan di tingkat yang lebih tinggi.
2.2.4. Pembinaan Sebagai Bagian dari Siklus Manajemen Tenaga Kerja.
Pembinaan ( Coaching ) merupakan upaya bergaraga untuk membantu orang lain mencapai kinerja puncak ( Foster, 1997 : 1 ). Tidak diragukan lagi, organisasi yang maju dan para manajer yang credas pasti teleh mengadopsi teknik-teknik pembinaan dalam rangka meningkatakan kinerja karyawannya.
Namun demikian, keterampilan pembinaan tidak datang begitu saja kepada seseorang. Tidak ada lagi jaminan bagi seorang manajer untuk mamapu dan tahu cara membina karyawan. Akan tetapi, pembinaan adalah suatu proses yang dipelajari. Agar mampu membina secara efektif maka seorang manajer harus aktif bekerja sama dengan orang yang dibinanya. Pengamatan saja tidaklah cukup, namun dibutuhkan alat untuk mendokumentasikan kemajuan karyawan, mengidentifikasikan defisiensi, mengidentifikasikan kecenderungannya, dan memberi umpan balik terhadap proses pembinaan. Peran pembinaan merupakan proses yang dapat membantu setiap orang untuk mencapai kinerja puncaknya.
Adapun tujuan pembinaan tenaga kerja adalah untuk meningkatkan kesetiaan, ketaatan, menghasilkan tenaga kerja yang berdaya guna dan berhasil guna, meningkatkan kualitas, keterampilan, seta memupuk semangat dan moral pekerjaan mewujudkan iklim kerja yang kondusif, serta memeberikan pembekalan dalam rangka kontribusi tenaga kerja ( Sastrohadiwiryo, 2002 : 31 ).
Dalam fase perencanaan dari siklus manajemen kinerja, manajer ( ketua tim ) dan karyawan bekerja sama untuk meletakkan dasar kerja dengan menetapkan sasaran keberhasilan karyawan. Fase perencanaan menghasilkan tiga komponen beriktu ini :
a) Deskripsi jabatan, yang direvisi ( atau disusun, jika merupakan jabatan baru ) untuk menetapkan secara jelas tanggung jawab pekerjaan secara umum dan pengukuran evaluasi.
b) Sasaran kinerja, yang menetapkan sasaran individual secara spesifik, dalam bidan proyek, proses, kegiatan rutin, dan nilai inti yang akan menjadi tanggung jawab karyawan.
c) Rencana tindakan kinerja, yang menetapkan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencapai masing-masing sasaran ( Foster, 1997 : 6 )
Fase perencanaan merupakan permulaan untuk memasuki fase berikutnya dalam siklus manajemen kinerja, yakni pembinaan. Dalam fase pembinaan, rencana kerja yang telah difinalkan dan disepakati, dimontor, dan manajer sebagai pembina akan memberikan pengarahan, dukungan dan umpan balik sesuai kebutuha.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka seorang manajer harus mampu mendokumentasikan perilaku tertentu dari karyawan, mendiagnosis perbaikan kinerja yang diperlukan ( yang mungkin terkait dengan defisiensi keterampilan, pengetahuan, motivasi atau kepercayaan diri ), menetapkan cara untuk mendukung karyawannya, dan menyampaikan umpan balik yang konstruktif.
Pada fase terhakhir dari siklus manajeman kinerja yaitu siklus evaluasi, seorang manajer akan menilai kinerja masing-masing karyawan. Banyak organisasi menyebut proses ini sebagai penilaian atau evaluasi kinerja formal. Jika fase perancanaan dan fase pembinaan dapat diselesaikan dengan baik maka untuk mengevaluasi kinerja karyawan akan menjadi lebih mudah.
Siklus manajemen kinerja merupakan proses yang berkelanjutan yang mencakup masukan, proses, dan keluaran yang saling terkait dan terukur. Keseluruhan siklus dirancang untuk membantu karyawan mencapai sasaran kelompok kerja atau organisasi. Indikator utama ( key Indicators ), dan bidang hasil utama ( key result area ) atau bidang-bidang yang oleh manajemen tingkat atas ditetapkan sebagai kunci keberhasilan organisasi.
Secara umum, tujuan pembinaan adalah untuk membantu tim agar berhasil dalam sasarannya. Sebagai pembina maka komponen motif, sikap, dan tindakan akan terfokus pada kemengangan atau keberhasilan tim.
Pembina adalah motivator orang dan tim. Para pembina memberi inspirasi orang lain untuk bekerja keras dan terus-menerus melakukan peningkatan kinerjanya. Mungkin anggota tim tidak dapat bermain seperti pemain bintang, tetapi hal itu tidak menjadi masalah karena memang mereka tidak harus seperti itu. Dalam hal ini tugas pembina adalah untuk membantu orang lin agar bekerja lebih baik dibandingkan sebelumnya. Oleh karena itu pada saat ini perkembangan organisasi menuju kepada lingkungan yang berbasisi tim, maka analogi antara pembina tim olahraga dengan pembina organisasi kerja menjadi semakin mirip.
Tidak ada karyawan yang datang ke tempat kerja menginginkan kinerjanya buruk. Apabila diberikan pilihan, karyawan ingin menjadi orang yang sukses di tempat kerjanya. Kenyataannya, di tempat kerja orang ingin lebih baik dari rata-rata atau karyawan umum bahkan ingin lebih unggul dari orang lain. Pada situasi tertentu pembina sering berperan menjadi mentor, namun pembinaan harus dibedakan dengan monitoring, atau bahkan orang luar organisasi sekalipun, bisa bersifat formal maupun informal. Mentor adalah tutor atau pemandu terpercaya yang memainkan peran aktif dalam pengembangan individu. Sementara itu, pembina tidak selalu menjadi mentor, pembina dapat membantu menentukan perlu tidaknya dilakukan mentoring adan memfasilitasi hubungan antara mentor dengan p ihak yand dimentori.
Pembina juga bukan konsultan, dimana peran konsultan lebih cocok untuk para profesional, seperti psikolog, ahli terapi, penasehat hukum, dokter, atau pastur, yang menangani kebutuhan konsultasi khusus. Istilah pembinaan lebih tapat ditujukan untuk sisi perilaku manajeman manusia. Pada saat tertentu, perbedaan antara pembina dengan konsultan memang tipis. Namun demikian, harus dijelaskan bahwa untuk melakukan pembinaan kinerja, pembina tidak berkewajiban untuk membetulkan individu, peran pembina hanya memonitor dan memperbaiki perilaku individu di tempat kerjanya.
Sebagai pembina tim, seorang manajer bertanggung jawab terhadap mutu kerja bawahannya. Jangan beranggapan bahwa setelah bahawan mempelajari tertentu, mereka tidak memerlukan pembinaan lagi. Pembinaan berarti harus terus-menerus memberikan berbagai arahan dan dukungan, karena pembinaan merupakan proses berkelanjutan. Keberhasilan memfasilitasi, seperti banyak keterampilan manajemen yang lain tergantung seberapa baik manajer menangani situasi tertentu, keterampilan yang terkaitn dengan tugas, motivasi, dan keyakinan diri anggota tim ( karyawan ). Untuk memfasilitasi kerj aorang lin, maka pembina harus melakukan tindakan-tindakan beriktu :
a. Memasitikan pelatiha yang tepat bagi anggota tim
b. Memberikan sumber daya yang dibutuhkan
c. mencari cara untuk membantu kesulitan yang dihadapi karyawan.
d. Mengetahui preferensi pribadi semua anggota tim ( karyawan ).
e. Mencari informasi
f. Memberikan umpan balik yang konstruktif
g. Memfasilitasi pemecahan masalah
h. Memberikan arahan dan atau dukungan yang tepat ( Seeker, 1997:10 )
Pada saat ini semakin besar tuntutan agar para manajer dapat menjadi pembina karena fakta menunjukan bahwa keterampilan dan kemampuan manajer yang digunakan dalam pekerjaannya tidak hanya cukup berasal dari pendidikannya. Bahkan pada umumnya para manjer tidak semuanya mampu menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang didapat dari pendidikan dapat diterapkan terhadap pelatihan teknis pada pekerjaan sehari-hari. Semua bentuk strategi, trik, dan terobosan yang membuat pekerjaan lebih mudah dilakukan tidak diambil dari pelatihan, melainkan diperoleh dari tempat kerja secara informal. Sejalan dengan terjadinya berbagai perubahan dalam organisasi, maka pembelajaran berkelanjutan menjadi kebutuhan jalan hidup saat ini.
Pembinaan yang berkelanjutan merupakan suatu cara untuk mendukung pembelajaran dan pengembangan berkelanjutan. Dengan menghindari sesi pelatihan di luar perusahaan yang menghabiskan banyak uang dan waktu, maka pembinaan dapat memberikan informasi yang sangat bernilai bagi anggota tim. Anggot tim dapat langsung menerapkan keterampilan baru ini di tempat kerja dan di bawaah supervisi pembina. Jika sesi pelatihan di luar memang masih tetap dibutuhkan, maka pembina akan menentukan jenis pelatihan yang tepat dapat berupa lokakarya intensif selama lima hari atau sekadar mengamai anggota lain dalam melaksanakan tugasnya.
Suatu organisasi yang menetapkan pembinaan sebagai bagian dari pengembangan karyawan sehari-hari dapat meraih banyak manfaat. Di antara manfaat tersebut adalah :
a. Lebih banyak karyawan yang berprestari yang menonjol
Dalam merekrut orang yang unggul untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik, maka perusahaan dapat memanfaatkan pembinaan untuk membantu individu menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan baru yang membuat mereka menjadi lebih bermanfaat bagi organisasi. Oleh karena itu organisasi harus membina karyawan hingga mereka memiliki inisiatif yang tinggi dan mampu memecahkan masalahnya sendiri, yang pada gilirannya suatu saat orang-orang ini akan menjadi pembina
b. Mengurangi turnover
Orang ingin hebat dalam pekerjaannya. Cita-cita ini merupakan dorongan yang baik apalagi ketika orang diberi tantangan baru maka akan terus tumbuh dan kecil kemungkinan mereka menjadi tidak puas. Hal ini dapat menghemat biaya organisasi untuk merekrut orang-orang baru dan mendorong semangat kerja organisasi.
c. Meningkatkan hubungan antar pribadi
Seringnya seorang manajer dengan anggota tim dalam memonitor kinerja menyebabkan manajer sering berkomunikasi dengan karyawannya sehingga kesalahpahaman dapat dikurangi. Meskipun waktu yang manajer gunakan bersama karyawan sangat terbatas, sehingga masalah-masalah penting akan didiskusikan dan diklarifikasikan. Pembina yang efektif akan menggunakan waktu itu bersama karyawan untuk mengakui dan menghargai perilaku karyawan yang baik ( Foster, 1997 : 12 )
Dengan demikian pembinaan mengandung pengertian proses pemeliharaan, proses perbaikan, dan proses pengembangan/pertumbuhan, yang semuanya menuju kepada terwujudnya suatu kondisi yang lebih baik. Proses pemeliharaan mengacu kepada aktivitas menjaga kualitas sesuatu agar tidak mengalami kepunahan/kersakan, agar tetap baik dan lestari maka pembinaan dalam konteks ini bersifat konservatoris.
Pengertian pembinaan dalam konteks proses perbaikan mengacu kepada suatu aktivitas konstruktif yang bertujuan membentuk, menciptakan kualitas sesuatu agar lebih baik. Dalam pengertian ini diartikan sebagai proses restrukturisasi kualitas terhadap suatu hal yang dinilai kurang memadai menjadi bantuk kualitas yang lebih baik dan lebih memadai.
Sedangkan pembinaan sebagai upaya pengembangan ( development, improvement ) menunjukkan aktivitas untuk meningkatkan kualitas sesuai dengan yang diharpkan. Pembinaan merupakan aktivitas peningkatan kualtias yang multi dimensional yang bersifat pelestarian, perbaikan, pembaharuan dan pengembangan progresif.
Pembinaan juga berkaitan dengan fungsi-fungsi dan usaha-usah untuk meningkatkan daya guna manusia dalam proses kerjasama untuk mencapai tujuan bersama yang dilakukan melalui usaha menciptkan suasana kerja yang dapat mendorong untuk dapat mengembangkan potensi secara optimal. Adapun tujuan pembinaan sendiri diciptakan untuk mengembangkan kemampuan agar dapat melaksanakan tugas dan fungsi kerja lebih baik, lebih efektif, leibh terampil dan lebih sistematik dalam melakukan sesuatu pekerjaan. Pembinaan pegawai merupakan bagian dari tugas dan tanggung jawab para pimpinan yang dalam pelaksanaannya dititikberatkan pada usaha-usaha untuk (1) mendapatkan tenaga kerja yang cakap, terampil dan profesional sehingga memiliki kemampuan untuk bekerja sesuai kebutuhan lembaga / organisasi dimana ia bekerja (2) Menggerakkan mereka untuk mencapai tujuan organisasi /lembaga yang telah ditentukan; (3) Memelihara dan mengembangkan kecakapan dan kemampuan pegawai untuk mendapatkan prestasi kerja setinggi-tingginya dan sebaik-baiknya. Jadi tugas pokok pembinaan adalah usaha-usaha yang harus dilakukan untuk mendapatkan dan memelihara serta membina pegawai ke arah suatu kapabilitas dalam suasana kerja yang menyenangkan dan memanfaatkan pegawai secara efektif, efisien, dan dapt dipertanggungjawabkan, yang dalam hal ini adalah aktivitas para kepala sekolah dalam upaya meningkatkan kemampuan profesional kinerja para guru.
Ruang lingkup Pembinaan
Pembinaan meliputi dua sub fungsi yaitu pengawasan ( controlling ) dan supervisi ( supervising ). Pengawasan dan supervisi mempunyai kaitan erat antara satu dengan yang lainnya. Keduanya saling mengisi atau saling melengkapi, kedua subfungsi ini memiliki persamaan dan perbedaan.
Secara umum, persamaan antara pengawasan dan supervisi merupakan bagian dari kegiatan pembinaan sebagai fungsi manajeman. Keduanya dilakukan secara sengaja. Sasarannya ialah staff bawahan atau para pelaksana program pendidikan. Pengawasan dan supervisi merupakan proses kegiatan yang sistematis dan berprogram. Pelaksanaannya memerlukan tenaga profesional. Hasil pengawasan dan supervisi digunakan untuk pelaksanaan dan pengembangan program atau kegiatan organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Selain persamaan pengawasan dan supervisi, juga mempunyai lima perbedaan. Pertama, pengawasan lebih menekankan pda pemeriksaan tentang sejauh mana peraturan, kebijakan, perintah, pedoman dan petunjuk pelaksanaan yang telah ditetapkan oleh pimpinan atau organisasi tingkat lebih tinggi diikuti dan dilaksanakan dengan tepat oleh penyelenggara, satf dan pelaksana. Sedangkan supervisi lebih menekankan pada proses yang terjdai dalam pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan program pendidikan berdasarkan rencana dan peraturan yang telah ditetapkan.
Kedua, pada umumnya pengambilan keputusan dalam pengawasan dilakukan secara sepihak, yaitu oleh pengawas dari tingkat lembaga atau organisasi yang lebih tinggi berdasarkan kriteria atau peraturan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam supervisi, pengambilan keputusan didasrkan atas kesimpulan yang ditarik dari data atau informasi yang terdapat dalam kegiatan, serta proses pengambilan keputusan dilakukan bersama oleh pihak supervisor dan pihak yang disupervisi. Ketiga, pengawasan lebih mengarah pda usaha pihak pengawas untuk memperbaiki hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan, kebijakan dan ketentuan-ketentuan lainnya yang berlaku. Perbaikan ini dilakukn oleh kepala sekolah dengan memberikan petunuk, perintah, teguran dan contoh. Sedangkan supervisi mengarah pda upaya supervisor untuk meningkatkan kemampuan pihak yang disupervisi dengancara dialog dan diskusi, sehingga pihak yang disupervisi dapat menemukan permasalah dan pemecahannya. Keempat, kepala sekolah umumnya bertindak untuk mengarahkan pihak yang diawasi dengancara menegaskan peraturan-peraturan yang berlaku dan harus diikuti dengan seksama olhe pihak yang diawasi. Kelima, hubungan antara pihak pengawas dan yang diawasi lebih bercorak pada hubungan vertikal, atasan dengan bawahan, atau hubungan satu arah. Sedangkan dalam supervisi, hubungan antara pihak supervisor dan pihak yang disupervisi bercorak hubungan horizontal atau sejajar sehingga hubungan ini dapat menumbuhkan suasana akrab, kesejawatan dan komunikasi dua arah.
Tanggung jawab pembinaan guru terletak di tangan kepala sekolah. Tujuan pembinaan guru adalah untuk meningkatkan kemampuan professional guru dalam meningkatkan proses dan hasil belajar melalui pemberian bantuan yang terutama bercorak layanan professional kepada guru. Jika proses belajar mengajar meningkat, maka hasil belajar diharapkan juga meningkat. Dengan demikian rangkaian usaha pembinaan professional guru akan memperlancar pencapaian tujuan kegiatan belajar mengajar.
Dalam rumusan yang lebih rinci ( Jayadisastra, 1996 : 12 ) mengemukakan tujuan pembinaan guru sebagai berikut :
1. Memperbaiki tujuan mengajar guru dan belajar siswa
2. Memperbaiki materi atau bahan dan kegiatan belajar mengajar
3. Memperbaiki metode, yaitu cara mengorganisasi kegiatan belajar mengajar
4. Memperbaiki penilaian atas media
5. Memperbaiki penilaian proses belajar mengajar dan hasilnya
6. Memperbaiki pembimbingan siswa atas kesulitan belajarnya
7. Memperbaiki sikap guru atas tugasnya.
Berdasarkan tujuan tujuan tersebut, kemudaian dapat diidentifikasi fungsi pembinaan guru. Fungsi – fungsi tersebut meliputi : memelihara program pengajaran sebaik-baiknya, menilai dan memperbaiki factor – factor yang mempengaruhi hal belajar, memperbaiki situasi belajra anak. Nyatalah bahwa fungsi pembinaan guru adalah menumbuhkan iklim bagi perbaikan proses dan hasil belajar melalui serangkaian upaya pembinaan terhadap guru-guru dalam wujud layanan professional.
Dalam penggolongan yang lebih rinci lagi Jayadisastra mengemukakan prinsip pembinaan guru menjadi prinsip fundamental dan prinsip praktis. Yang dimaksud dengan prinsip fundamental adalah pembinaan guru dipandang sebagai bagian dari keseluruhan proses pendidikan yang tidak terlepas dari dasar-dasar pendidikan nasional Indonesia. Kemudian yand dimaksud dengan prinsip praktis adalah kaidah kaidah yang harus dijadikan pedoman praktis dalam pelaksanaan supervise. Prinsip praktis inii oleh Jayadisastra dibagi menjadi prinsip positif dan negative. Prinsip positif berisi anjuran untuk memedomani sesuatu yang baik dalam melaksanakan pembinaan, sementara prinsip negative berisi anjuran untuk meninggalakan sesuatu yang baik.
Pendekatan pembinaan
Fungsi pemibinaan, baik pengawasan maupun supervisi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan langsung ( direct contact ) dan atau pendekatan tidak langsung ( indirect ontanct ). Pendekatan langsung terjadi apabila pihak pembina ( pimpinan, pengelola, pengawas, supervisor dan sebagainya ) melakukan pembinaan melalui tatap muka dengan pihak lain yang dibina atau dengan pelaksanaan program. Pendekatan langsung dapat dilakukan melalui kegiatan diskusi, rapat-rapat, tanya jawab, kunjungan lapangan, kunjungan rumah dan lain sebagainya. Pendekatan tidak langsung terjadi apabila pihak yang membina melakukan upaya pembinaan kepada pihak yang dibina melalui media massa seperti melalui petunuk tertulis, korespndensi, penyebaran buletin, dan media elektronik seperti radio, kaset, atau internet. Baik pendekatan langsung maupun pendekatan tidak langsung biasa digunakan dalam pembinaan terhadap para pengelola dan pelaksana program pendidikan dengan maksud agar kegiatan yang sesua dengan rencana dan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pendekatan langsung sering digunakan dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh organisasi atau lembaga yang relatif kecil atau sederhana, dan dalam wilayah kegiatannya masih terbatas. Teknik pendekatan langsung antara lain pengamatan khsusu terhadap kegiatan baik di lembaga maupun di lapangan. Kegiatan khusus terjadi apabila ada suatu masalah yang muncul dan perlu diamati, atau apabila pimpinan/pengelola merasa perlu untuk mengamati sesuatu kegiatan tertentu berdasarkan kepentingan organisasi atau lembaga. Pendektan langsung bertujuan untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan program dengan rencana yang telah ditetapkan, untuk mengidentifikasi penyimpangan, masalah dan hambatan yang mungkin terjadi, serta untuk menemukan alternatif upaya guna memperbaiki kegiatan, memecahkan masalah, atau mengatasi hambatan. Dengan demikian pendekatan langsung digunakan apabila kegiatan, wilayah kerja, dan masalah yang dihadapi mempunyai sifat terbatas.
Pendekatan tidak langsung dilakukan apabila kegiatan pembinaan diselenggarakan dalam organisasi besar. Wilayah kegiatannya luas, dan tugas-tugas pimpinan lebih banyak. Dalam situasi demikian, pimpinan tidak mungkin dapat melaksanakan pembinaan melalui pendekatan langsung sebagaimana dikemukakan di atas. Pendekatan tidak langsung biasanya dilaksanakan melalui mekanisme pembinaan berstruktur. Dengan perkataan lain bahwa pembinaan kepada pihak pelaksana pada intansi lebih rendah dilakukan secara bertingkat sesuai dengan struktur organisasi. Mekanisme pembinaan ini sering didasrkan atas laporan dari instansi atau pelaksana lebih rendah yang disampaikan kepda instansi/pimpinan di tingkat yang lebih tinggi.
2.2.4. Pembinaan Sebagai Bagian dari Siklus Manajemen Tenaga Kerja.
Pembinaan ( Coaching ) merupakan upaya bergaraga untuk membantu orang lain mencapai kinerja puncak ( Foster, 1997 : 1 ). Tidak diragukan lagi, organisasi yang maju dan para manajer yang credas pasti teleh mengadopsi teknik-teknik pembinaan dalam rangka meningkatakan kinerja karyawannya.
Namun demikian, keterampilan pembinaan tidak datang begitu saja kepada seseorang. Tidak ada lagi jaminan bagi seorang manajer untuk mamapu dan tahu cara membina karyawan. Akan tetapi, pembinaan adalah suatu proses yang dipelajari. Agar mampu membina secara efektif maka seorang manajer harus aktif bekerja sama dengan orang yang dibinanya. Pengamatan saja tidaklah cukup, namun dibutuhkan alat untuk mendokumentasikan kemajuan karyawan, mengidentifikasikan defisiensi, mengidentifikasikan kecenderungannya, dan memberi umpan balik terhadap proses pembinaan. Peran pembinaan merupakan proses yang dapat membantu setiap orang untuk mencapai kinerja puncaknya.
Adapun tujuan pembinaan tenaga kerja adalah untuk meningkatkan kesetiaan, ketaatan, menghasilkan tenaga kerja yang berdaya guna dan berhasil guna, meningkatkan kualitas, keterampilan, seta memupuk semangat dan moral pekerjaan mewujudkan iklim kerja yang kondusif, serta memeberikan pembekalan dalam rangka kontribusi tenaga kerja ( Sastrohadiwiryo, 2002 : 31 ).
Dalam fase perencanaan dari siklus manajemen kinerja, manajer ( ketua tim ) dan karyawan bekerja sama untuk meletakkan dasar kerja dengan menetapkan sasaran keberhasilan karyawan. Fase perencanaan menghasilkan tiga komponen beriktu ini :
a) Deskripsi jabatan, yang direvisi ( atau disusun, jika merupakan jabatan baru ) untuk menetapkan secara jelas tanggung jawab pekerjaan secara umum dan pengukuran evaluasi.
b) Sasaran kinerja, yang menetapkan sasaran individual secara spesifik, dalam bidan proyek, proses, kegiatan rutin, dan nilai inti yang akan menjadi tanggung jawab karyawan.
c) Rencana tindakan kinerja, yang menetapkan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencapai masing-masing sasaran ( Foster, 1997 : 6 )
Fase perencanaan merupakan permulaan untuk memasuki fase berikutnya dalam siklus manajemen kinerja, yakni pembinaan. Dalam fase pembinaan, rencana kerja yang telah difinalkan dan disepakati, dimontor, dan manajer sebagai pembina akan memberikan pengarahan, dukungan dan umpan balik sesuai kebutuha.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka seorang manajer harus mampu mendokumentasikan perilaku tertentu dari karyawan, mendiagnosis perbaikan kinerja yang diperlukan ( yang mungkin terkait dengan defisiensi keterampilan, pengetahuan, motivasi atau kepercayaan diri ), menetapkan cara untuk mendukung karyawannya, dan menyampaikan umpan balik yang konstruktif.
Pada fase terhakhir dari siklus manajeman kinerja yaitu siklus evaluasi, seorang manajer akan menilai kinerja masing-masing karyawan. Banyak organisasi menyebut proses ini sebagai penilaian atau evaluasi kinerja formal. Jika fase perancanaan dan fase pembinaan dapat diselesaikan dengan baik maka untuk mengevaluasi kinerja karyawan akan menjadi lebih mudah.
Siklus manajemen kinerja merupakan proses yang berkelanjutan yang mencakup masukan, proses, dan keluaran yang saling terkait dan terukur. Keseluruhan siklus dirancang untuk membantu karyawan mencapai sasaran kelompok kerja atau organisasi. Indikator utama ( key Indicators ), dan bidang hasil utama ( key result area ) atau bidang-bidang yang oleh manajemen tingkat atas ditetapkan sebagai kunci keberhasilan organisasi.
Secara umum, tujuan pembinaan adalah untuk membantu tim agar berhasil dalam sasarannya. Sebagai pembina maka komponen motif, sikap, dan tindakan akan terfokus pada kemengangan atau keberhasilan tim.
Pembina adalah motivator orang dan tim. Para pembina memberi inspirasi orang lain untuk bekerja keras dan terus-menerus melakukan peningkatan kinerjanya. Mungkin anggota tim tidak dapat bermain seperti pemain bintang, tetapi hal itu tidak menjadi masalah karena memang mereka tidak harus seperti itu. Dalam hal ini tugas pembina adalah untuk membantu orang lin agar bekerja lebih baik dibandingkan sebelumnya. Oleh karena itu pada saat ini perkembangan organisasi menuju kepada lingkungan yang berbasisi tim, maka analogi antara pembina tim olahraga dengan pembina organisasi kerja menjadi semakin mirip.
Tidak ada karyawan yang datang ke tempat kerja menginginkan kinerjanya buruk. Apabila diberikan pilihan, karyawan ingin menjadi orang yang sukses di tempat kerjanya. Kenyataannya, di tempat kerja orang ingin lebih baik dari rata-rata atau karyawan umum bahkan ingin lebih unggul dari orang lain. Pada situasi tertentu pembina sering berperan menjadi mentor, namun pembinaan harus dibedakan dengan monitoring, atau bahkan orang luar organisasi sekalipun, bisa bersifat formal maupun informal. Mentor adalah tutor atau pemandu terpercaya yang memainkan peran aktif dalam pengembangan individu. Sementara itu, pembina tidak selalu menjadi mentor, pembina dapat membantu menentukan perlu tidaknya dilakukan mentoring adan memfasilitasi hubungan antara mentor dengan p ihak yand dimentori.
Pembina juga bukan konsultan, dimana peran konsultan lebih cocok untuk para profesional, seperti psikolog, ahli terapi, penasehat hukum, dokter, atau pastur, yang menangani kebutuhan konsultasi khusus. Istilah pembinaan lebih tapat ditujukan untuk sisi perilaku manajeman manusia. Pada saat tertentu, perbedaan antara pembina dengan konsultan memang tipis. Namun demikian, harus dijelaskan bahwa untuk melakukan pembinaan kinerja, pembina tidak berkewajiban untuk membetulkan individu, peran pembina hanya memonitor dan memperbaiki perilaku individu di tempat kerjanya.
Sebagai pembina tim, seorang manajer bertanggung jawab terhadap mutu kerja bawahannya. Jangan beranggapan bahwa setelah bahawan mempelajari tertentu, mereka tidak memerlukan pembinaan lagi. Pembinaan berarti harus terus-menerus memberikan berbagai arahan dan dukungan, karena pembinaan merupakan proses berkelanjutan. Keberhasilan memfasilitasi, seperti banyak keterampilan manajemen yang lain tergantung seberapa baik manajer menangani situasi tertentu, keterampilan yang terkaitn dengan tugas, motivasi, dan keyakinan diri anggota tim ( karyawan ). Untuk memfasilitasi kerj aorang lin, maka pembina harus melakukan tindakan-tindakan beriktu :
a. Memasitikan pelatiha yang tepat bagi anggota tim
b. Memberikan sumber daya yang dibutuhkan
c. mencari cara untuk membantu kesulitan yang dihadapi karyawan.
d. Mengetahui preferensi pribadi semua anggota tim ( karyawan ).
e. Mencari informasi
f. Memberikan umpan balik yang konstruktif
g. Memfasilitasi pemecahan masalah
h. Memberikan arahan dan atau dukungan yang tepat ( Seeker, 1997:10 )
Pada saat ini semakin besar tuntutan agar para manajer dapat menjadi pembina karena fakta menunjukan bahwa keterampilan dan kemampuan manajer yang digunakan dalam pekerjaannya tidak hanya cukup berasal dari pendidikannya. Bahkan pada umumnya para manjer tidak semuanya mampu menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang didapat dari pendidikan dapat diterapkan terhadap pelatihan teknis pada pekerjaan sehari-hari. Semua bentuk strategi, trik, dan terobosan yang membuat pekerjaan lebih mudah dilakukan tidak diambil dari pelatihan, melainkan diperoleh dari tempat kerja secara informal. Sejalan dengan terjadinya berbagai perubahan dalam organisasi, maka pembelajaran berkelanjutan menjadi kebutuhan jalan hidup saat ini.
Pembinaan yang berkelanjutan merupakan suatu cara untuk mendukung pembelajaran dan pengembangan berkelanjutan. Dengan menghindari sesi pelatihan di luar perusahaan yang menghabiskan banyak uang dan waktu, maka pembinaan dapat memberikan informasi yang sangat bernilai bagi anggota tim. Anggot tim dapat langsung menerapkan keterampilan baru ini di tempat kerja dan di bawaah supervisi pembina. Jika sesi pelatihan di luar memang masih tetap dibutuhkan, maka pembina akan menentukan jenis pelatihan yang tepat dapat berupa lokakarya intensif selama lima hari atau sekadar mengamai anggota lain dalam melaksanakan tugasnya.
Suatu organisasi yang menetapkan pembinaan sebagai bagian dari pengembangan karyawan sehari-hari dapat meraih banyak manfaat. Di antara manfaat tersebut adalah :
a. Lebih banyak karyawan yang berprestari yang menonjol
Dalam merekrut orang yang unggul untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik, maka perusahaan dapat memanfaatkan pembinaan untuk membantu individu menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan baru yang membuat mereka menjadi lebih bermanfaat bagi organisasi. Oleh karena itu organisasi harus membina karyawan hingga mereka memiliki inisiatif yang tinggi dan mampu memecahkan masalahnya sendiri, yang pada gilirannya suatu saat orang-orang ini akan menjadi pembina
b. Mengurangi turnover
Orang ingin hebat dalam pekerjaannya. Cita-cita ini merupakan dorongan yang baik apalagi ketika orang diberi tantangan baru maka akan terus tumbuh dan kecil kemungkinan mereka menjadi tidak puas. Hal ini dapat menghemat biaya organisasi untuk merekrut orang-orang baru dan mendorong semangat kerja organisasi.
c. Meningkatkan hubungan antar pribadi
Seringnya seorang manajer dengan anggota tim dalam memonitor kinerja menyebabkan manajer sering berkomunikasi dengan karyawannya sehingga kesalahpahaman dapat dikurangi. Meskipun waktu yang manajer gunakan bersama karyawan sangat terbatas, sehingga masalah-masalah penting akan didiskusikan dan diklarifikasikan. Pembina yang efektif akan menggunakan waktu itu bersama karyawan untuk mengakui dan menghargai perilaku karyawan yang baik ( Foster, 1997 : 12 )
4. Mengerjakan
Administrasi
5.
Guru PAI
a.
Pengertian Guru
Guru adalah
orang yang ditugaskan disuatu lembaga untuk memberikan ilmu pengetahuan kepada
para pelajar dan pada gilirannya dia memperoleh upah (Shafique Ali Khan, 2005:62). Adapula yang
menyebutkan guru adalah seseorang yang berdiri di depan kelas untuk
menyampaikan ilmu pengetahuan
(Syaifudin Nurdin dan Basyiruddin Usman, 2002:7)
Sedangkan menurut Muhibbin Syah (2010:222)
Guru
adalah
Seorang yang pekerjaannya mengajar orang
lain, artinya menularkan pengetahuan dan kebudayaan kepada orang lain (bersifat
kognitif), melatih keterampilan jasmani kepada orang lain (bersifat
psikomotorik) serta menanamkan nilai dan keyakinan kepada orang lain (bersifat
afektif).
Guru adalah
salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar-mengajar, yang ikut berperan
dalam usaha pembentukkan sumber daya manusia yang potensial dibidang
pembangunan, oleh karena
itu guru merupakan salah satu
unsur kependidikan yang harus
berperan secara aktif dan menempatkan kedudukannnya sebagai tenaga professional
(Sardiman, 2000:123) Menurut keprofesian formal, guru adalah sebuah jabatan
akademik yang memiliki tugas sebagai pendidik, pendidik merupakan tenaga
professional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan kepembimbingan dan pelatihan, serta
melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (Mahmud, 2012:153).
Guru
menjadi faktor kunci untuk mengembangkan potesi
peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri serta menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab.10Jadi guru adalah orang yang sadar dalam mengajar peserta
didik untuk menjadikan manusia yang pembelajar.
Ada tiga
fungsi dan peranan
guru dalam Proses
Belajar Mengajar. Sebagai konsekuensi logis dan bagian penting dari
tanggung jawab yang harus dimilik oleh guru, dalam mengembangkan status guru
kompeten. Muhibbin Syah, 2010:250) mengemukakan fungsi dan peranan tersebut adalah
sebagai berikut:
1)
Guru sebagai designer
of intruction (perancang pengajaran) Guru hendaknya memiliki kemampuan
dalam mengelola proses belajar mengajar. Diantaranya menciptakan kondisi dan
situasi sebaik-baiknya, Guru hendaknya senantiasa mampu dan selalu siap
merancang model kegiatan belajar mengajar yang berhasil guna dan berdaya guna.
Untuk merelisasikan fungsi tersebut
setidaknya ada empat
Pengetahuan yang harus
dimiliki guru, yaitu: Kemampuan dalam memilih dan menentukan bahan pelajaran, Kemampuanmerumuskan
tujuan penyajian bahan pelajaran, Kemampuan memilih metode belajar bahan
pelajaran yang tepat, Kemampuan menyelenggarakan evaluasi proses belajar.
2)
Guru Sebagai Manajer
Of Instruction (Pengelola Pengajaran) Guru hendaknya memiliki kemampuan dalam
mengelola proses belajar- mengajar, diantaranya menciptakan kondisi dan situasi
sebaik-baiknya sehingga memungkinkan para siswa belajar secara efektif dan
efisien.selain itu guru perlu menciptakan bentuk komunikasi dua arah maupun
multi arah. Sehingga antara
guru dan murid
tercipta iklim yang benar-benar demokratis.
3)
Guru Sebagai Evaluator
Of Student Learning (Penilai Hasil Pembelajaran Siswa) Guru hendaknya
senantiasa mengikuti perkembangan taraf kemajuan belajar siswa maupun
kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam belajarnya. Pada dasarnya,
kegiatan evaluasi merupakan
kegiatan belajar itu sendiri,
yakni kegiatan akademik yang memerlukan kesinambungan.Apabila hasil evaluasi
tertentu menunjukkan kekurangan, maka siswa yang bersangkutan diharapkan merasa terdorong untuk
melakukan kegiatan pembelajaran perbaikan.Sebaliknya bila evaluasi menunjukkan
hasil yang memuaskan, maka siswa yang bersangkutandiharapkan termotivasi untuk
meningkatkan volume kegiatan belajarnya.
Sehubungan dengan
fungsinya sebagai pendidik dan pembimbing, maka diperlukan adanya berbagai
peranan pada diri guru. Peranan guru ini akan senantiasa menggambarkan pola
tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya, baik dengan siswa
dalam proses pembelajaran, sesama guru, maupun dengan staf lain.
Tujuan utama
penilaian adalah untuk melihat keberhasilan, efektivitas, dan efisiensi dalam
proses pembelajaran. Selain itu untuk mengetahui kedudukan kedudukan peserta didik
dalam kelas atau kelompoknya.Dalam fungsinya sebagai
penilai hasil belajar peserta didik, guru hendaknya secara terus-menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai
peserta didik dari waktu kewaktu. Informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini
akan menjadi umpan balik terhadap proses pembelajaran, umpan balik akan menjadi
titik tolak ukur untuk memperbaiki dan meningkatkan pembelajaran selanjutnya (Hamzah B. uno,
2007:24).
Guru menurut UU
RI No.14 Bab I Pasal 1 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen adalah: pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini,
jalur pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Menurut bahasa,
guru adalah orang yang kerjanya mengajar (Dendy Sugono, 2006:209). Sedangkan
menurut Ana Rosilawati (2008:3) guru itu adalah
tenaga pendidik yang tugas utama mengajar di sekolah dan ikut
bertanggungjawab dalam membantu anak mencapai kedewasaannya masing-masing.
Sedangkan menurut Budiono (2005:175) guru adalah orang yang mengajar, perguruan
sekolah, gedung tempat belajar, perguruan tinggi, sekolah tinggi, dan
universitas.
Guru dalam konteks pendidikan Islam
sering disebut dengan istilah “murabby, mu’allim, dan mu’adib”. Adapun makna dan perbedaan dari istilah-istilah
tersebut yaitu:
1)
Murobby (Pendidik/Pemerhati/Pengawas)
Lafad murobby berasal dari masdar lafad tarbiyah. Menurut Abdurrahman Al-Bani sebagaimana dikutip Ahmad Tafsir lafad tarbiyah terdiri dari empat unsur, yaitu:
menjaga dan memelihara fitrah anak menjelang dewasa,
mengembangkan seluruh
potensi dan melaksanakan secara bertahap (Ahmad Tafsir, 2005:29).
Pendapat ini sejalan
dengan penafsiran
pada lafad Nurobbyka yang terdapat
dalam Al-Qur'an surat Al-Syu'ara: 18
tA$s% óOs9r& y7În/tçR $uZÏù #YÏ9ur |M÷WÎ6s9ur $uZÏù ô`ÏB x8ÌçHéå tûüÏZÅ
Artinya:
“Fir'aun menjawab: "Bukankah kami Telah mengasuhmu di antara (keluarga)
kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun
dari umurmu” (QS. Al-Syu'ara ayat 18).
Jadi tugas dari murobby adalah mendidik,
mengasuh dari kecil sampai dewasa, menyampaikan sesuatu sedikit demi sedikit
sehingga sempurna.
Pendidikan yang dilakukan murobby
mencakup aspek kognitif berupa pengetahuan keagamaan, akhlak, berbuat baik pada
orang tua, aspek afektif yang mengajarkan cara menghormati orang tua dan
psikomotorik, tindakan untuk berbakti dan mendoakan kedua orang tua.
2)
Muallim (Pengajar)
Lafal mu'allim merupakan isim fa'il dari masdar
t'alim. Menurut Al-'Athos sebagaimana dikutip Hasan Langgulung berpendapat
t'alim hanya berarti pengajaran, jadi lebih sempit dari pada pendidikan
(Hasan Langgulung, 2003:5)
Dalam terjadinya proses pengajaran menempatkan peserta didik pasif adanya. Lafal t’alim ini dalam al-Qur'an disebut banyak sekali, tetapi ayat
yang dijadikan rujukan (dasar) proses pengajaran (pendidikan) diantaranya:
zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷èt ÇÎÈ
Artinya:“Dia mengajar
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya” (Q.S. Al-Alaq:
5).
Lafad 'allama pada ayat di atas cenderung pada aspek pemberian informasi
kepada obyek didik sebagai mahluk yang berakal.
Tugas dari mu'allim adalah mengajar dan memberikan
pendidikan yang tidak bertentangan dengan tatanan moral kemanusiaan. Pengajaran
sendiri berarti pendidikan dengan cara memberikan pengetahuan dan kecakapan. Karena
pengetahuan yang dimiliki semata-mata akibat
pemberitahuan, maka dalam istilah mu'allim sebagai pentransfer ilmu, sementara
peserta didik dalam keadaan pasif.
3)
Muaddib (Penanam Nilai)
Lafad muaddib merupakan
isim fa'il dari masdar ta’dib. Menurut Al-Athos ta’dib erat kaitannya dengan kondisi ilmu dalam Islam, termasuk dalam isi
pendidikan, jadi lafad ta’dib
sudah meliputi kata t'alim dan tarbiyah. Meskipun lafad ini sangat tinggi nilainya,
namun tidak disebutkan dalam Al-Qur'an. Tetapi
dalam sebuah Hadits riwayat At- Tirmidzi
di jelasakan: Dari Jabir bin Samuroh berkata: Rosulullah SAW bersabda: “hendaklah
agar seseorang mendidik anaknya karena itu lebih baik dari pada bersedekah satu sha'. (HR.
At-Tirmidzi).
Tugas muaddib
tidak sebatas mengajar, mengawasi, memperhatikan, tetapi pada penanaman
nilai-nilai akhlak dan budi pekerti serta pembentukan moral bagi anak. Hadits
di atas menyuruh
seorang agar mendidik anaknya
dengan menanamkan
nilai-nilai akhlak, karena hal itu lebih baik dari pada bersedekah satu sha.
Berdasarkan
uraian singkat di atas, dapat dicermati bahwa tugas dari murobby, mu'allim
dan muaddib mempunyai titik tekan sendiri-sendiri. memberi
pendidikan pada peserta
didik dalam perkembangan jasmani.
Jadi guru adalah orang yang kerjanya mengajar baik itu
di lembaga pendidikan formal maupun lembaga pendidikan non formal seperti di
rumah dan sebagainya. Menurut Ikhwan
al-Shafa (dalam Abdul Majid 2009:123)
guru adalah orang yang bertugas membantu murid untuk mendapatkan pengetahuan
sehingga ia dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Dari beberapa pengertian guru di
atas dapat disimpulkan bahwa
guru adalah orang yang bertanggungjawab dalam bidang pendidikan non formal
lainnya dalam membantu mengarahkan kedewasaan siswa masing-masing.
Dalam
kaitan itu pula salah satu bidang studi yang tidak kalah pentingnya di sekolah
adalah Pendidikan Agama Islam. Menurut Zakiah Daradjat (2001:3)
pendidikan Agama Islam adalah proses penyampaian materi pengalaman
belajar atau penanaman nilai ajaran Islam sebagaimana yang tersusun secara
sistematis dalam ilmu- ilmu keislaman kepada peserta didik. Selanjutnya menurut
Ahmad Marimba (2000:7) pendidikan Agama
Islam adalah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam
menuju kedewasaan terbentuknya kepribadian utama menurut ajaran Islam.
Dari pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa pendidikan Agama Islam adalah bimbingan yang diberikan oleh
orang dewasa (guru) kepada si terdidik untuk mencapai perkembangan kerohanian
sehingga menjadi kepribadian muslim yang baik. Jadi guru Pendidikan Agama Islam
adalah orang yang bertanggungjawab dalam membantu mengarahkan perkembangan anak
didik sesuai dengan norma-norma Islam agar menjadi kepribadian muslim yang
baik.
b.
Fungsi dan Syarat Guru Pendidikan Islam
Secara umum
guru mempunyai fungsi sebagai perencana, pelaksana, pengawas dan
penyususun kebijaksanaan pendidikan dan
pengajaran, Krech dan Crutchfied (dalam Ahmadi, 2000:94). Secara khusus
fungsi guru akan dibedakan oleh bidang studi yang diasuhnya. Dalam Pendidikan
Agama Islam, guru berfungsi disamping sebagai menyampaikan materi pelajaran
(pengetahuan), Juga menanamkan nilai-nilai ajaran agama dalam membentuk sikap
seseorang muslim sesuai dengan tuntunan agama islam. Jadi seorang guru
Pendidikan Agama Islam harus memiliki kemampuan menanamkan ajaran agama sesuai
dengan tuntunan Islam.
Di dalam syarat untuk menjadi seorang guru baik menjadi guru umum ataupun
menjadi guru Pendidiikan Agama Islam, pada intinya sama di dalam hal persyaratannya, Namun syarat menjadi Guru Pendidikan Agama Islam adalah
harus berdasarkan tuntutan
hati nurani tidaklah semua orang dapat
melakukannya, karena orang harus merelakan sebagian besar dari seluruh hidup dan kehidupanya, mengabdi kepada Negara dan bangsa guna mendidik anak didik menjadi manusia
susila yang cakap, demokratis, dan bertanggung jawab atas pembangunan dirinya dan pembangunan bangsa dan Negara.
Zakiyah Darajat
(2000:34) menjadi guru Pendidikan Agama Islam harus memenuhi beberapa persyaratan dibawah ini:
1)
Takwa kepada Allah
SWT.
Guru sesuai
tujuan Ilmu Pendidikan Islam, tidak mungkin mendidik
anak didik agar bertaqwa kepada Allah, jika ia sendiri
tidak bertaqwa
kepada-Nya. Sebab ia adalah teladan bagi anak didiknya
sebagai mana Rasulullah SAW. Menjadi teladan bagi umatnya, sejauh mana seorang guru mampu memberi
teladan yang baik kepada semua anak didiknya,
sejauh itu
pulalah ia diperkirakan
akan berhasil mendidik mereka agar menjadi generasi penerus bangsa yang baik dan
mulia.
2)
Berilmu
Ijazah bukan semata-mata selembar
kertas, tetapi suatu bukti bahwa pemiliknya telah mempunyai ilmu pengetahuan dan kesanggupan tertentu
yang diperlukan untuk suatu jabatan. Guru pun harus mempunyai
ijazah agar ia diperbolehkan mengajar. Seorang
guru harus memiliki
pengetahuan yang luas, dimana pengetahuan itu nantinya dapat diajarkan
kepada muridnya.
Makin tinggi pendidikan atau ilmu yang guru punya, maka makin baik dan tinggi
pula tingkat keberhasilan dalam memberi
pelajaran.
3)
Sehat Jasmani
Kesehatan jasmani kerap kali dijadikan salah satu syarat bagi mereka
yang melamar untuk menjadi guru. Guru yang mengidap
penyakit menular, umpamanya, sangat membayakan kesehatan anak didiknya. Disamping itu
guru yang berpenyakit tidak akan bergairah mengajar. Kita kenal ucapan “mens
sana in corpora sano” yang artinya dalam tubuh yang sehat terkandung
jiwa yang sehat. Guru yang sakit-sakitan sering sekali terpaksa absen dan tentunya
merugikan anak didik.
4)
Berkelakuan
baik
Guru harus menjadi
teladan, karena anak bersifat suka meniru. Diantara tujuan pendidikan yaitu
membentuk akhlak yang mulia pada diri
pribadi anak didik dan ini hanya mungkin bisa dilakukan jika pribadi guru
berakhlak mulia pula. Guru yang tidak berakhlak mulia tidak mungkin dipercaya untuk
mendidik. Diantara akhlak mulia guru tersebut adalah mencintai jabatanya sebagai
guru, bersikap adil terhadap semua anak didiknya, berlaku dan tenang, berwibawah,
gembira, bersifat manusiawi, bekerja sama dengan guru-guru yang lain, bekerja
sama dengan masyarakat.
Di Indonesia untuk
menjadi guru diatur dengan beberapa persyaratan yakni berijazah, professional, sehat
jasmani dan rohani, taqwa kepada tuhan yang Maha Esa dan berkepribadian yang luhur,
bertanggung jawab, dan berjiwa nasional.
c.
Tugas
dan Tanggung Jawab Guru Pendidikan Agama Islam
Pekerjaan jabatan
guru pendidikan agama Islam adalah
sangat luas, yaitu untuk membina seluruh kemampuan-kemampuan dan sikap-sikap yang baik dari murid sesuai dengan
ajaran agama Islam. Hal ini bahwa,
perkembangan sikap dan kepribadian tidak tebatas
pelaksanaannya melalui pembinaan di dalam kelas saja. Dengan
kata lain tugas dan tanggung jawab
guru dalam membina murid tidak
terbatas pada intraksi belajar-mengajar saja.
Fungsi
sentral guru adalah mendidik (fungsi education). Fungsi sentral
ini berjalan sejajar dengan
atau dalam melakukan kegiatan mengajar (fungsi intruksional) dan kegiatan bimbingan
bahkan dalam setiap tingkah lakunya dalam berhadapan
dengan murid (interaksi edukatif) senantiasa
terkandung fungsi mendidik.
Zakiyah Darajat (2004:56) mengemukakan tugas dan tanggung jawab guru PAI
antara lain
1)
Tugas pengajaran atau
guru sebagai pengajar
Sepanjang sejarah
keguruan, tugas guru yang sudah tradisional adalah “mengajar”. Karenanya sering orang salah duga, bahwa tugas guru hanyalah semata-mata mengajar. Bahkan masih banyak di antara guru sendiri yang beranggapan demikian atau tampak masih dominan dalam kerier sebagai besar guru, sehingga
dua tugas lainnya menjadi
tersisihkan atau terabaikan.
Sebagai seorang pengajar, guru bertugas membina
perkembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Guru mengetahui bahwa pada akhir setiap satuan
pelajaran kadang-kadang hanya terhjadi perubahan dan
perkembangan pengetahuan saja. Dengan kata lain, bahwa kemungkinan
besar selama proses belajar-mengajar hanya tercapai
perkembangan di bagian
minat. Sedang efek dan transfernya kepada keseluruhan perkembangan sikap dan kepribadian berlangsung di luar situasi belajar-mengajar itu sendiri. Hal
demikian itu tampaknya bersifat umum, walaupun sesungguhnya kurang
memenuhi harapan dari pengajaran agama.
Dari kenyataan itu pulalah
terbukti bahwa peranan guru sebagai pendidik dan pembimbing masih berlangsung terus walaupun tugasnya sebagai pengajar
telah selesai.
2)
Tugas bimbingan atau guru sebagai pembimbing dan pemberi bimbingan
Guru sebagai
pembimbing dan pemberi bimbingan adalah dua macam peranan yang mengandung banyak
perbedaan dan persamaannya. Keduanya
sering dilakukan oleh guru yang ingin mendidik dan yang bersikap mengasihi
dan mencintai murid.
Sifat khas anak seperti
ketidaktahuan (kebodohan), kedangkalan dan kurang pengalaman, telah mengundang
guru untuk mendidik dan membimbing mereka, sesungguhnya anak itu sendiri
mempunyai “dorongan” untuk menghilangkan sifat-sifat demikian.
3)
Tugas administrasi
Tugas Administrasi bagi
guru seringkali disalahartikan sebagi semata-mata ketatusahaan namun
administrasi menurut Culberrson (1982) dalam Soetjipto dan Raflis Kosasi
(2007:118)
That educational administration is complex is
also suggested by the fact that numerous disciplines, beside education, are
seen as relevant to the the development of its knowledge bese. During the last
few decades strong cases have been made for advancing research on educational
administration by using social science disciplines as economics, political
science, sociology; such professional fields as law, public administration and
administrative scince.
Artinya: Bahwa
administrasi pendidikan adalah juga komplek, ini adalah suatu fakta bahwa banyak disiplin ilmu selain pendidikan di
pandang sebagai relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan selama beberap
dekade terakhir, kasus yang telah dilakukan untuk memajukan penelitian tentang
administrasi pendidikan dengan menggunakan disiplin ilmu social seperti
ekonomi, politik, ilmu pengetahuan sosiologi: bidang professional seperti hokum
administrasi publik dan ilmu administrasi.
Guru bertugas pula sebagai tenaga administrasi, bukan berarti sebagai pengawai kantor, melainkan sebagai pengelola
kelas atau pengelola (manajer) interaksi belajar-mengajar. Meskipun masalah
pengelolaan ini dapat dipisahkan dari masalah mengajar dan bimbingan, tetapi
tidak seluruhnya dapat dengan mudah diidentifikasi.
Sesungguhnya ketiga hal itu saling berhubungan dan tidak terpisahkan dari mengajar itu sendiri. Bila dipahami, maka tugas guru tidak hanya sebatas dinding sekolah, tetapi juga sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat
6.
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
a.
Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam
Agama Islam adalah Agama
Allah yang disampikan
kepada Nabi Muhammad untuk diteruskan kepada
seluruh
umat
manusia, yang mengandung ketentuan-ketentuan
keimanan (aqidah) dan ketentuan-ketentuan ibadah
dan muamalah (syariah),
yang menentukan proses berpikir,
merasa dan berbuat dan proses terbentuknya kaya hati (Abu Ahmadi & Noor Salimi, 2004:4)
Secara umum pendidikan Agama
Islam merupakan mata pelajaran yang dikembangkan dari
ajaran-ajaran dasar yang terdapat dalam Agama Islam. Ajaran-ajaran
tersebut terdapat dalam Al-Qur’an
dan hadits serta melalui proses
ijtihad para ulama’
mengembangkan pendidikan Agama Islam pada tingkat yang rinci. Jadi, pendidikan
Agama Islam adalah usaha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak
yang sesuai dengan ajaran Agama Islam. Untuk memperoleh gambaran yang lebih
jelas tentang definisi pendidikan Agama Islam, maka penulis mengambil beberapa
definisi, antara lain:
1)
Di dalam GBPP SD dan MI
mata pelajaran pendidikan Agama Islam kurikulum 1994, dinyatakan bahwa yang
dimaksud dengan pendidikan Agama Islam adalah: Usaha sadar untuk menyiapkan
peserta didik untuk meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran atau latihan
dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungan kerukunan
antar umat beragama
dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional
(Muhaimin, dkk. 1996:4) Dari definisi di
atas dapat dipahami bahwa
pengertian pendidikan Agama
Islam adalah bimbingan
yang diarahkan untuk meningkatkan
keyakinan, pemahaman, penghayatan, dan pengalaman ajaran Agama
Islam dari peserta didik, yang disamping untuk membentuk kesalehan atau
kualitas pribadi juga sekaligus untuk membentuk kesalehan sosial. Dalam arti,
kulitas dan kesalehan pribadi itu diharapka mampu memancar keluar dalam hubungan keseharian dengan manusia lainnya
(bermasyarakat), baik yang seagama (sesama muslim) ataupun yang tidak seagama
(hubungan dengan non muslim), serta dalam berbangsa dan bernegara, sehingga
dapat terwujud persatuan nasional.
2)
Menurut Zakiyah
Daradjat (2000:86) pendidikan
agama Islam adalah
suatu usaha untuk menimba dan mengasuh peserta didik agar senantiasa
dapat memahami ajaran Islam
secara menyeluruh. Lalu
menghayati tujuan yang pada
akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup. Jadi,
pendidikan agama yang merupakan usaha sadar yang dilakukan
pendidik dalam rangka
mempersiapkan peserta didik untuk
meyakini, memahami dan
mengamalkan ajaran Agama
Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah ditentukan untuk
mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
3)
Tayar Yusuf, mengartikan pendidikan Agama Islam sebagai usahasadar
generasi tua untuk
mengalihkan pengalaman, pengetahuan, kecakapan dan keterampilan kepada generasi muda kelak menjadi manusia bertaqwa
kepada Allah SWT. Sedangkan menurut A.Tafsir Pendidikan
Agama Islam adalah bimbingan
yang diberikan seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam (Abdul Majid dan
Dian Andayani, 2004:130) Pengertian
diatas, menunjukkan adanya usaha yang dilakukan
oleh generasi tua kepada generasi
penerusnya dengan tujuan agar suatu
saat
nanti
benar-benar
menjadi manusia yang taat dan patuh
kepada Allah SWT.
Dari beberapa pengertian di atas, bahwa pendidikan agam Islam yang harus dilakukan umat Islam adalah pendidikan yang mengarahkan manusia
kearah akhlak yang mulia dengan memberikan
kesempatan keterbukaan terhadap pengaruh dari luar dan perkembangan dari dalam diri manusia
yang dilandasi
oleh keimanan
dan
ketaqwaan
kepada
Allah SWT.
Dan
semua itu tidak boleh menyimpang dari nilai-nilai yang terkandung
dalam ajaran Agama Islam, oleh karena itu, pendidikan Agama Islam itu terdapat proses transfer nilai, pengetahuan dan keterampilan, maka akan mencakup dua hal: (a) mendidik siswa
untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai atau akhlak Islam, (b) mendidik
siswa siswi untuk mempelajari materi ajaran
Islam, subjek
berupa pengetahuan tentang ajaran Islam
Menurut Zuhairini bahan atau materi pembelajaran pendidikan Agama Islam. Sebagaimana diketahui
ajaran pokok Islam meliputi:
1)
Masalah keimanan (Aqidah) adalah bersifat I’tikad batin,
mengajarkan ke Esaan Allah.
2)
Masalah
keislaman (Syari’ah) adalah
hubungan dengan alam
lahir dalam rangka mentaati
semua peraturan dan
hukum Tuhan, guna mengatur hubungan
antara manusia dengan
Tuhan dan mengatur pergaulan hidup dan kehidupan
bangsa.
3)
Masalah ihsan (Akhlak) adalah suatu amalan yang bersifat
pelengkap penyempurnaan bagi kedua diatas dan mengajarkan tata cara pergaulan hidup
manusia.
Tiga inti ajaran pokok ini kemudian dijabarkan dalam
bentuk rukun iman, rukun Islam dan akhlak. Dari ketiga hal tersebut lahirlah
beberapa keilmuan agama yaitu: ilmu tauhid,ilmu figh dan ilmu akhlak. Tiga
kelompok ilmu agama ini kemudian dilengkapi dengan pembatasan rukun Islam dan
materi pendidikan agama Islam yaitu: al- Qur’an dan Hadits, serta ditambah
dengan sejarah Islam (tarikh) sehingga secara berurutan: (1) ilmu tauhid atau
ketuhanan, (2) ilmu fiqih, (3) al-Qur’an, (4) hadits, (5) akhlak, (6) tarikh (Zuhairini, dkk, 1981:60)
Dalam penyusunan materi pokok dalam kurikulum pendidikan
Agama di sekolah pengembangannya dilakukan melalui pendekatan dalam: Hubungan
manusia dengan Tuhan, Hubungan manusia dengan manusia, Hubungan manusia dengan
alam (Abdul Rachman Shaleh, 2005:6). Ruang kingkup
pembahasan, luas dan mendalam tergantung epada jenis lembaga pendidikan yang bersangkutan, tingkatan
kelas, tujuan kemampuan anak-anak
sebagai konsumennya.sementara itu secara empirik dalam pelaksanaan pendidikan
Agama masih dirasakan terjadinya kesenjangan antara
peran dan harapan
yang ingin di
capai dengan terbatasnya alokasi
waktu yang disediakan. Untuk sekolah-sekolah agama tentunya pembahasannya
lebih luas, mendalam
dan terperinci dari
pada sekolahan umum, demikian pula perdebatan untuk tingkatan rendah dan tingginya kelas yang
tinggi.
Guru adalah komponen utama dalam
pendidikan. Jika gurunya memiliki kualitas yang baik, maka pendidikan akan
memjadi baik pula. Karena ditangan guru yang baik keterbatasan apapun yang
mempengaruhi proses pendidikan dapat diatasi atau diminimalkan. Sebagai
komponen utama, keberhasilan dalam pendidikan sebagian besar ditentukan oleh
profesionalisme seorang guru. Guru yang profesional bukanlah guru yang hanya
dapat mengajar dengan baik tetapi juga guru yang dapat mendidik. Untuk ini
selain menguasai ilmu yang diajarkan dan cara mengajarkan dengan baik sekaligus
memiliki akhlak yang mulia. Dengan demikian seorang guru tidak hanya menjadi
sumber informasi, ia juga dapat menjadi motivator, inspirator, dinamisator,
fasilitator, evaluator dan contoh hidup sebagai peserta didik dan
masyarakatnya. Guru dinyatakan pendidik profesional, karena guru telah menerima
dan memikul beban dari orang tua untuk mendidik anak-anaknya.
Dalam hal ini, orang tua harus
tetap sebagai pendidik yang pertama dan utama bagi anak-anaknya, sedangkan guru
adalah tenaga profesional yang membantu orang tua untuk mendidik anak-anak pada
jenjang pendidikan sekolah. Diantara faktor penyerahan tugas dan kewajiban
orang tua dalam mendidik anak kepada guru di sekolah adalah karena keterbatasan
waktu yang tersedia bagi orang tua, keterbatasan penguasaan ilmu dan teknologi
yang dimiliki, efesien biaya yang dibutuhkan dalam proses pendidikan ana, dan
efektivitas program pendidikan anak (karena pada umumnnya anak lebih konsentrasi
dan serius apabila diajar oleh guru dari pada orang tuanya sendiri meskipun
orang tuanya mungkin lebih mempuni dalam penguasaan ilmu)
Guru adalah seorang pendidik yang
memberi pengaruh besar kepada pengetahuan serta karakter siswa. Menjadi seorang
guru hendaknya mempunyai teladan yang baik untuk dicontoh anak didik. Teladan
baik yang perlu diterapkan oleh guru bisa dari tutur kata, tata kramamaupun
contoh perilaku baik dalam kehidupan sehari-hari. Guru yang memberikan teladan
baik dari segi karakter maupun ilmu pengetahuan terhadap anak didik sangat
mempengaruhi akhlak siswa baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan
masyarakat.
Jika akhlak siswa meningkat dan tertata baik
maka akan memberi banyak pengaruh bahkan peningkatan tingkah laku yang baik di
lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat. Kelancaran
proses pendidikan dan pengajaran di sekolah banyak ditentukan oleh sikap dan
perilaku guru dalam melaksanakan tugas mengajar. Guru sebagai pendidik dalam melaksanakan tugas
mengajar akan dipengaruhi oleh lingkungan kerja dimana guru mengajar.Seorang
pendidik atau guru harus tampil menjadi teladan yang baik dalam kehidupan
sehari-hari. Keberhasil siswa sangat bergantung pada kualitas kesungguhan
realisasi karakteristik pendidik yang diteladani, misalnya guru berpakaian
selalu rapi, dalam penampilan guru juga rapi, kualitas keilmuan, kepemimpinan,
keikhlasan
b.
Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Pada dasarnya tujuan pendidikan merupakan hal yang
dominan dalam pendidikan, sesuai dengan ungkapan Breiter bahwa Pendidikan
adalah persoalan tujuan dan fokus, belajar itu mempunyai tujuan agar peserta
didik dapat meningkatkan kualitas hidupnya sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial (Abdul Majid dan Dian
Andayani, 2004:136). Kunci dalam rangka
menentukan tujuan pembelajaran adalah kebutuhan
siswa, maka mata pelajaran, dan guru itu sendiri.
Berdasarkan kebutuhan siswa dapat ditetapkan apa yang
hendak dicapai, dikembangkan dan
diapresiasi. Berdasarkan mata
pelajaran yang ada
dalam petunjuk kurikulum dapat
ditentukan hasil-hasil pendidikan yang diinginkan. Guru sendiri adalah
sumber utama tujuan
bagi siswa, dan
dia harus mampu menulis dan memilih tujuan-tujuan
pendidikan yang bermakna, dan dapat terukur (Oemar Hamalik, 2005:76)
Oleh karena itu tujuan pembelajaran merupakan salah satu aspek yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan
pembelajaran, sebab segala kegiatan
pembelajaran muaranya pada
tercapainya tujuan pembelajaran tersebut. Suatu
tujuan pembelajaran seyogyanya memenuhi
kreteria sebagai berikut:
1) Tujuan
itu menyediakan situasi
atau kondisi untuk
belajar, misalnya dalam situasi
bermain peran.
2) Tujuan mendefinisikan tingkah laku siswa dalam
bentuk dapat diukur dan dapat diamati.
3) Tujuan menyatakan tingkah minimal perilaku yang
dikehendaki (Oemar Hamalik,
2005:77)
Secara umum tujuan
pendidikan agama Islam
di sekolah atau sekolah
bertujuan untuk menumbuhkan
dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan
pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta
pengalaman peserta didik
tentang agama Islam
sehingga menjadi manusia yang
terus berkembang dalam keimanan, ketaqwaannya, berbangsa dan bernegara serta
untuk dapat melanjudkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi”(GBPP PAI,
1994).
Secara umum, tujuan pendidikan Islam terbagi kepada:
tujuan umum, tujuan sementara, tujuan akhir, dan tujuan operasional. Tujuan umum
adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan baik dengan pengajaran
atau dengan cara lain. Tujuan sementara adalah tujuan yang ingin dicapai
setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dengan
sebuah kurikulum. Tujuan akhir adalah tujuan yang dikehendaki agar peserta
didik menjadi manusia-manusia sempurna (insan kamil) setelah ia menghabisi sisa
umurnya. Sementara tujuan operasional adalah
tujuan praktis yang
akan dicapai dengan
sejumlah pendidikan tertentu (Armai Arief, 2002:18)
Dari beberpa tujuan
tersebut dapat ditarik
kesimpulan beberapa dimensi yang
hendak ditingkatkan dan dituju oleh kegiatan pembelajaran pendidikan agama
Islam, yaitu:
1)
Dimensi keimanan peserta didik terhadap ajaran agama
Islam
2)
Dimensi
pemahaman atua penalatan
(intelektual) serta keilmuan peserta didik terhadap ajaran agama
Islam.
3)
Dimensi
penghayatan atau pengalaman
batin yang dirasakan
peserta didik dalam menjalankan ajaran Islam.
4)
Dimensi pengamalannya, dalam arti bagaimana ajaran Islam
yang telah di imani, dipahami dan di hayati atau diinternalisasi oleh pesrta
didik itu mampu menumbuhkan motivasi
dalam dirinya untuk
menggerakkan, mengamalkan,
dan menaati ajaran
agama dan nilai-nilainya dalam kehidupan pribadi, sebagai manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta mengaktulisasikan dan
merealisasikan dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.
Untuk mencapai tujuan
tersebut maka ruang
lingkup materi PAI (kurikulum 1994) pada dasarnya mencakup
tujuh unsur pokok, yaitu: al-Qur’an-hadits, keimanan, syari’ah, ibadah,
muamalah, akhlak, dan tarikh (sejarah Islam) yang menekankan pada perkembangan politik. Pada kurikulum tahun
1999 dipadatkan menjadi
lima unsur pokok,
yaitu: al- Qur’an, keimanan,
akhlak, fiqih, dan bimbingan ibadah, serta tarikh/sejarah.
Bila
membaca tentang ajaran
Islam diatas kaitannya
dengan usur- unsur pokok materi
PAI diatas, maka masih terkesan bersifat umum dan luas yang tidak mungkin bisa
dikuasai oleh siswa pada jenjang pendidikan tertentu. Karena itu, perlu ditata
kembali menurut kemampuan siswa dan jenjang pendidikannya. Dalam arti, kemampuan-kemampuan apa yang diharapakan dari
lulusan jenjang pendidikn tertentu
sebagai hasil dari pembelajaran PAI (Muhaimin, dkk, 1996:79
Komentar
Posting Komentar