Pemberdayaan ekonomi umat Islam

 A.    Strategi Pemberdayaan Ekonomi Umat Islam

                       1.   Strategi Pemberdayaan Ekonomi

Menurut Mardikanto (2012: 131) terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan dalam pemberdayaan ekonomi umat yaitu sebagai berikut:

a.     Motivasi: Dalam hubungan ini, setiap keluarga harus dapat memahami nilai kebersamaan, interaksi sosial dan kekuasaan melalui pemahaman akan haknya sebagai warga negara dan anggota masyarakat. Karena itu, setiap rumah tangga perlu didorong untuk membentuk kelompok yang merupakan mekanisme kelembagaan penting untuk mengorganisir dan melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat di desa. Kelompok ini kemudian dimotivasi untuk terlibat dalam kegiatan peningkatan pendapatan dengan menggunakan sumber-sumber dan kemampuan-kemampuan mereka sendiri.

b.     Peningkatan kesadaran dan pelatihan kemampuan: Peningkatan kesadaran masyarakat dapat dicapai melalui pendidikan dasar, perbaikan kesehatan, imunisasi, dan sanitasi. Sedangkan keterampilan-keterampilan vokasional bisa dikembangkan melalui cara-cara pastisipatif. Pengetahuan local yang biasanya diperoleh melalui pengalaman dapat dikombinasikan dengan pengetahuan dari luar. Pelatihan semacam ini dapat membantu masyarakat miskin untuk menciptakan mata pencaharian sendiri atau membantu meningkatkan keahlian mereka untuk mencari pekerjaan di luar wilayahnya.

c.     Manajemen diri: Setiap kelompok masyarakat harus mampu memilih pemimpin mereka sendiri dan mengatur kegiatan mereka sendiri, seperti melaksanakan pertemuan-pertemuan, melakukan pencatatan dan pelaporan, mengoperasikan tabungan dan kredit, resolusi konflik dan manajemen kepemilikan masyarakat. Pada tahap awal, pendamping dari luar dapat membantu mereka dalam mengembangkan sebuah sistem. Kelompok kemudian dapat diberi wewenang penuh untuk melaksanakan dan mengatur sistem tersebut.

d.     Mobilisasi sumberdaya: Untuk memobilisasi sumberdaya masyarakat, diperlukan pengembangan metode untuk menghimpun sumber-sumber individual melalui tabungan reguler dan sumbangan sukarela dengan tujuan menciptakan modal sosial. Ide ini didasari pandangan bahwa setiap orang memiliki sumbernya sendiri yang jika dihimpun, dapat meningkatkan kehidupan sosial ekonomi secara substansial. Pengembangan sistem penghimpunan, pengalokasian dan penggunaan sumber perlu dilakukan secara cermat sehingga semua anggota memiliki kesempatan yang sama. Hal ini dapat menjamin kepemilikan dan pengelolaan secara berkelanjutan.

e.     Pembangunan dan pengembangan jejaring: Pengorganisasian kelompok-kelompok swadaya masyarakat perlu disertai dengan peningkatan kemampuan para anggotanya membangun dan mempertahankan jaringan dengan berbagai sistem sosial di sekitarnya. Jaringan ini sangat penting dalam menyediakan dan mengembangkan berbagai akses terhadap sumber dan kesempatan bagi peningkatan keberdayaan masyarakat miskin.

Sedangkan menurut Muhammad Hasan (2015: 895) Pengumpulan zakat tidak ditentukan waktunya. Kapan saja amil pengumpul zakat ada di rumah, dapat dilakukan serah-terima zakat. Bila zakat tersebut dalam bentuk zakat mal yang barangnya banyak, biasanya muzaki hanya melakukan akad saja dengan amil, sementara barangnya tetap berada di rumah muzaki.

2.   Pemberdayaan

Kegiatan pemberdayaan umat adalah suatu kegiatan yang memiliki tujuan yang jelas dan harus dicapai, oleh sebab itu setiap pelaksanaan pemberdayaan masyarakat perlu dilandasi dengan  kerja tertentu demi keberhasilannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pendekatan yang lebih mengena bagi pengikisan kemiskinan dianjurkan oleh ILO pada tahun 1976, tatkala organisasi itu mengusulkan  kebutuhan pokok, yang sasarannya adalah peningkatan taraf hidup kaum miskin secara langsung.  Kebutuhan pokok yang diebut adalah barang-barang pribadi seperti sandang, pangan dan papan, air bersih dan transport.

Dalam pengertian sehari-hari, pemberdayaan ekonomi sering diartikan sebagai langkah-langkah atau tindakan tertentu yang dilaksanakan demi tercapainya suatu tujuan atau penerimaan  manfaat yang  dikehendaki, oleh  sebab  itu, pengertian  sering rancu dengan metode, teknik atau taktik (Norman Gemmel, 1994: 229).

Tentang hal ini  secara  konseptual pemberdayaan sering diartikan bahwa    merupakan  suatu  proses  sekaligus  produk  yang penting yang berkaitan dengan pelaksanaan dan pengendalian kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk memenangkan persaingan, demi  tercapainya  tujuan. Agar harta zakat dapat berdayaguna secara maksimal maka pemaknaan kontekstual terhadap delapan asnaf yang dapat didanai oleh zakat (Masdar F Mas’udi, 2004: 20).

  Pemberdayaan  ekonomi umat  pada dasarnya mempunyai tiga arah yaitu: Pertama, pemihakan dan pemberdayaan umat. Kedua, pemantapan otonomi dan pendelegasian wewenang dalam pengelolaan pembangunan yang mengembangkan peran serta umat Ketiga, modernisasi melalui penajaman arah perubahan struktur social ekonomi (termasuk didalamnya kesehatan), budaya, politik yang bersumber pada partisipasi umat (Totok Mardikanto, 2013: 167).

Beragam pengertian tentang pemberdayaan yang telah dikemukakan dalam bagian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan merupakan upaya yang dilakukan oleh masyarakat dengan atau tanpa dukungan pihak luar, untuk memperbaiki kehidupannya yang berbasis kepada daya mereka sendiri, melalui optimasi  daya  serta  peningkatan  posisi  tawar  yang  dimiliki.  Dan dalam hal ini Allah telah menganjurkan kepada manusia untuk berusaha agar terlepas dari belenggu kemiskinan dengan memberdayakan diri yang terdapat dalam firman-Nya (Qs. Al-Hashr: 07)


Artinya: Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya (Qs. Al-Hashr: 07).

 

Totok Mardikanto (2013 :15) oleh karena  itu  pemberdayaan  sangat  jauh  dari ketergantungan. Pemberdayaan masyarakat marginal sendiri merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat, lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki. Dan menempatkan diri pada posisi yang tepat sebagai  implementasi    pemberdayaan diri, dimaksudkan untuk memperjelas posisinya  sebagai  individu  yang memiliki posisi sebagai anggota masyarakat yang memperoleh wawasan / pemahaman yang bersal dari penularan wawasan orang lain sesama anggota masyarakat.

Menurut Moh ali Aziz (2005: 171) konsep   pemberdayaan   dapat  dilihat  dari  segi  tiga  sisi.

a.       Pemberdayaan dengan menciptakan iklim yang berkembang.

b.       Pemberdayaan untuk memperkuat potensi ekonomi atau daya yang dimilikimasyarakat dalam rangka memperkuat potensi ini, upaya yang amat perlu adalah peningkatan taraf pendidikan, mengakses terhadap sumber-sumber kemajuan ekonomi, seperti teknoligi, informasi, dan pasar.

c.       Pemberdayaan melalui pengembangan ekonomi masyarakat dengan cara melindungi dan mencegh terjadinya pesaingan  yang tidak  seimbang,  serta  menciptakn  kebersmaan  dan kemitraan antara yang sudah maju dengan yang belum berkembang

3.   Ekonomi Islam

Ekonomi Islam sebagai suatu sistem ekonomi yang berisikan nilai-nilai syariat yang memberikan manfaat yang besar bagi umat. M. Umar Chapra dalam The Future of Economic: an Islamic Perspective menyatakan “Islamic economics was defined as that branch of knowledge which helps relize human well-being through an allocation and distribution of scarce resources that is in conformity with Islamic teaching without unduly curbing individual freedom or creating continued macro economic and ecological imbalances”.  (Ika Yunia F. dan Abdul Kadir R,  2014: 7)

Artinya Ekonomi Islam adalah suatu penge- tahuan yang berupaya membantu mewujudkan kebahagiaan manusia dengan mengalokasi- kan dan mendistribusikan sumber daya yang terbatas dalam koridor yang mengacu pada pengajaran Islam, tanpa mengekang kebebasan individu untuk menciptakan makro ekonomi yang berkelanjutan dan ekologi yang berkesinambungan.

 

Ekonomi Islam adalah “cara atau jalan yang dipilih oleh Islam untuk dijalani dalam rangka untuk mencapai kehidupan ekonomi- nya dan dalam memecahkan masalah ekonomi praktis sejalan dengan konsepnya tentang keadilan (Mohamed Aslam Haneef, 2011: 133). Namun demikian, ekonomi Islam bersifat komprehensif karena tidak merupakan disiplin yang terisolasi. Sebaliknya, ekonomi Islam bersifat multidisipliner karena mengambil pengetahuan dari berbagai ilmu pengetahuan (non ekonomi) seperti politik, sosial, etika, dan moral. “Pada ekonomi Islam, apa saja yang tidak termaktub di dalam al-Quran  dan Sunnah, namun konsisten dengan jiwa keduanya, dapat digolongkan Islami. Bahwa syariah hanya memberikan prinsip-prinsip umum saja, bukan rinciannya, sehingga terjamin fleksibilitas, adaptabilitas, dan universalitas Islam (Hidayat Nur Wahid, 2008: 170)

Islam sebagai agama Allah mengatur kehidupan manusia baik kehidupan di dunia maupun di akhirat. Perekonomian itu sendiri merupakan bagian dari kehidupan manusia, yang termaktub dalam Alquran dan Sunnah yang menjadi sumber dan pedoman dalam menjalani hidup manusia. Menurut Nurul Huda (2009: 3) mengemukakan ekonomi Islam secara mendasar berbeda dari sistem ekonomi yang lain dalam hal tujuan, bentuk dan coraknya. Sistem ini dapat memecahkan masalah ekonomi manusia dengan cara menempuh jalan tengah antara pola yang ekstrim yakni sistem kapitalis dan komunis (Didin Hafidhuddin, 2008: 104).

Mohamed Aslam Haneef (2011 :43) mengemukakan ada tiga asas filsafat ekonomi  Islam. Pertama, semua yang ada di alam semesta ini adalah milik Allah SWT, manusia hanyalah khalifah yang memegang amanah dari Allah untuk menggunakan milik-Nya sehingga segala sesuatunya harus tunduk pada Allah sang Pencipta dan Pemilik. Q.S. al-Najm/53: 31, yang artinya: Dan hanya kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi supaya Dia memberi balasan kepada orang- orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga). Kedua, untuk dapat melaksanakan tugas sebagai khalifah Allah, manusia wajib tolong menolong dan saling membantu dalam melaksanakan kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk beribadah kepada Allah. Ketiga, beriman kepada hari kiamat merupakan asas penting dalam suatu sistem ekonomi Islam, karena dengan keyakinan ini, tingkah laku ekonomi manusia akan dapat terkendali, sebab ia sadar bahwa semua perbuatannya akan dimintai pertanggungjawab- nya kelak oleh Allah SWT.

Ekonomi Islam bertujuan untuk melakukan kajian tentang kebahagiaan hidup manusia yang dicapai dengan mengorganisasikan sumber daya alam atas dasar kerja sama dan partisipasi. Ada tiga aspek yang sangat mendasar dalam ajaran Islam, yaitu aspek akidah, hukum dan akhlak. Ekonomi Islam mencakup dalam tiga aspek tersebut. Ekonomi Islam itu sendiri terdiri atas dua dimensi akidah. Pertama, pemahaman tentang ekonomi Islam yang bersifat ekonomi ilahiyah. Kedua, pemahaman tentang ekonomi Islam yang bersifat Rabbaniyah (Nurul Huda, 2009: 32)

Ekonomi Islam yang bersifat ekonomi Ilahiah adalah berpijak pada ajaran tauhid uluhiyyah. Hal ini berimplikasi pada  adanya niat yang tulus, bahwa  segala pekerjaan yang dikerjakan manusia adalah bertujuan untuk beribadah kepada Allah. Termasuk  di dalamnya ketika melakukan aktivitas ekonomi maupun aktivitas lainnya, dengan adanya jiwa yang berlandaskan pada ajaran tauhid uluhiyyah.

4.   Perbub Nomor 64 Tahun 2017

Sesuai dengan ketentuan Perbub Nomor 64 Tahun 2017 tentang  tata cara pemungutan zakat profesi  bagi Aparatur Sipil Negara di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu yang berbunyi: Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Bupati Kapuas Hulu

a)      bahwa Zakat merupakan  salah  satu  sumber dana  untuk memajukan  kesejahteraan umum dan keadilan sosial serta dapat meminimalisir kesenjangan sosial dalam kehidupan bermasyarakat,    sehingga   pengelolaan   Zakat   khusunya zakat profesi bagi Aparatur Sipil  Negara dilingkungan Pemerintah Kabupaten  Kapuas Hulu mutlak  diberdayakan secara optimal

b)      bahwa  untuk  melaksanakan  ketentuan  Pasal  6,  10   dan Pasal 11  Peraturan  Bupati  Kapuas Hulu Nomor 29    Tahun 201 7  tentang  Pedoman Pengelolaan Zakat,  harus disusun sebuah    formulasi yang tepat  tentang  Tata Cara Pemungutan Zakat Profesi bagi Aparatur Sipil  Negara yang beragama   Islam   di    lingkungan   Pemerintah   Kabupaten Kapuas Hulu

c)      bahwa berdasarkan  pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a  dan   huruf b,  perlu  menetapkan Peraturan

B.    Zakat

1.   Pengertian Zakat

Zakat menurut bahasa (lughah) berarti: Kesuburan, kesucian, dan keberkahan (Muhammadiyah Ja’far. 2000: 12) Sesuai dengan firman Allah di dalam QS at-Taubah 9/103: artinya Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu, engkau  membersihkan dan mensucikan mereka.

Zakat dari segi istilah fikih berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak. Menurut UU RI No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan Zakat, bahwa zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang Muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.

Zakat merupakan rukun islam keempat yang diwajibkan kepada setiap umat musim yang sudah dianggap mampu mengeluarkannya, karena dengan mengeluarkan harta untuk berzakat kita dapat membersihkan harta agar kembali kepada hakekatnya yaitu kesucian. Zakat menurut bahasa dapat berarti nama(kesuburan), thaharah (kesucian), barakah (keberkatan) dan dapat diartikan pula tazkiyah tathier (mensucikan) (Abdul Al-Hamid Mahmud Al-Ba’ly, 2006: 60)

Zakat menurut bahasa (etimologi) berasal dari kata dasar zaka yang berarti tumbuh, berkah, bersih, dan berkembang, sedangkan pengertian zakat menurut terminologi adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah SWT untuk diberikan kepada orang yang berhak menerima zakat (Muzakki).

Didin Hafidhuddin (2008: 78) menjelaskan zakat merupakan bagian dari harta dengan persyaratan tertentu berdasarkan pada Alquran dan Hadist, yang allah wajibkan kepada pemiliknya, untuk diserahkan kepada orang atau pihak yang berhak menerimanya. Zakat merupakan suatu ibadah yang memiliki hubungan dengan harta benda. Kuntarno Noor Aflah dan Mohd Nasir Tanjang (2006: 78) menjelaskan bahwa zakat itu wajib bagi orang yang mampu, yaitu orang yang memiliki kekayaan yang berlebihan dari kepentingan dirinya dan kepentingan orang-orang yang menjadi tanggungannya.

Berdasarkan pada pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa zakat merupakan sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah SWT kepada orang-orang yang mampu untuk diberikan kepada orang atau pihak yang berhak menerimanya, dalam surat At-Taubah ayat 60 dijelaskan bahwa terdapat delapan golongan (asnaf) yang berhak menerima zakat dengan syarat-syarat tertentu yang telah ditentukan kadarnya. Sehingga zakat yang kita keluarkan dapat membantu mengurangi beban orang-orang yang tergolong kurang mampu (IMZ. 2010: 115).

Zaka dapa diartika berkah,   tumbuh,   bersih,   baik   dan bertambah dimaknai dengan orang yang telah mengeluarkan zakatnya diharapkan hati dan jiwanya menjadi suci dan bersih. Seperti yang dijelaska pada   surat  At-Taubah ayat 103   bahwa zakat yang dikeluarkan oleh para muzakki dapat membersihkan dan mensucikan hati manusia, dengan harapan tidak lagi mempunyai sifat yang tercela, seperti sifat rakus dan kikir (Yusuf Qaradhawi. 2005: 72).

Zakat merupakan salah satu kebijakan fiskal dimana zakat merupakan salah satu pilar utama dalam sistem ekonomi islam yang apabila dilaksanakan dengan baik maka akan memberikan dampak ekonomi yang luar biasa. Menurut kegiatan zakat yang berdasarkan pada sudut pandang ekonomi pasar adalah suatu kegiatan menciptakan distribusi pendapatan menjadi lebih merata.

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa zakat merupakan suatu kebijakan fiskal dimana dengan dana zakat tersebut mampu menciptakan perbaikan kondisi ekonomi masyarakat. Karena dengan pendistribusian zakat yang merata maka akan menjadikan pertumbuhan kesejahteraan masyarakat.

2.   Hukum Dasar Zakat

Zakat adalah kewajiban semua umat Muslim yang mampu berzakat, dalam hal pengeluaran zakat dari harta yang dimiliki seseorang memiliki dasar hukum atas perintah ini, beberapa ayat Alquran menjelaskan tentang kewajiban mengeluarkan zakat. Diantaranya, yaitu QS Al-Baqarah 2/110


Artinya:  Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan (QS Al-Baqarah: 110)

 

Selain itu, ayat yang lain juga dijelaskan dalam al-Quran tentang siapa yang berhak menerima zakat. Dalam arti, ketika ada yang berhak menerima zakat sudah  tentu terletak perintah untuk mengeluarkan zakat. Terdapat dalam QS at-Taubah 9/60


Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana

 

Ayat lain juga dijelaskan bahwa orang yang beruntung adalah mereka yang menjauhkan diri dari perbuatan yang sia-sia serta orang-orang yang mengeluarkan zakatnya. Sebagaimana yang dijelaskan dalam QS al-Mu’minun/ 23: 1- 4


Artinya: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya, Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, Dan orang-orang yang menunaikan zakat (QS al-Mu’minun:  1- 4)

 

Dari beberapa dasar hukum yang dijelaskan, ini memberikan isyarat bagi seluruh umat Islam betapa pentingnya untuk mengeluarkan zakat.

Syaikh Al-Islami Muhyiddin Abi Zakariyya Yahya ibn Syaraf An- Nawawi, Riyād as-Sōlihīn. 1987 menjelaskan Selain yang dijelaskan dalam Alquran, pembahasan tentang zakat juga terdapat didalam hadits Nabi saw. Dijelaskan pada bebarapa hadis Nabi saw. Antara lain:

a.   Hadis nabi yang menjelaskan zakat melalui salah satu dari tiga dimensi agama  Islam. Hadisnya artinya Musaddad telah menceritakan kepada kami dan berkata: Isma’il bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami. Abu Zar’ah dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah saw., suatu hari berkumpul kepada manusia dan didatangi oleh malaikat Jibril dan bertanya: “Apakah yang dimaksud dengan iman? Rasulullah menjawab: iman yaitu beriman kepada Allah  dan malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, hari akhir, para rasul-Nya dan takdir-Nya. Malaikat Jibril kembali bertanya: Apakah yang dimaksud Islam, Rasulullah  menjawab: Beriman kepada Allah swt, tidak menyekutukan-Nya, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan berpuasa ramadan.

b.   Hadis Nabi yang menjelaskan bahwa zakat adalah lima dasar didirikannya atau ditegakkannya agama Islam Ubaidillah bin Musa menceritakan kepada kami bahwa: Abi Sufyan mengabarkan kepada kami dari Ikrimah bin Khalid dari Ibn Umar berkata: “Islam dibangun atas lima dasar: bersaksi bahwa tidakada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan salat, menunaikan zakat, berhaji (bagi yang mampu) dan melaksanakan puasa ramadan

c.   Hadis Nabi yang menjelaskan zakat sanksi yang bersifat ukhrawi bagi yang tidak mengeluarkan zakat Ali bin Abdullah menceritakan kepada kami, Hasyim bin al-Qasim  menceritakan kepada kami Abdu al-Rahman bin Abdullah bin Dinar menceritakan kepada kami dari ayahnya dari al-Samman dari Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah saw., bersabda: “Siapa yang dikarunai oleh Allah tapi tidak mengeluarkan zakatnya, maka pada hari kiamat nanti mereka akan didatangi oleh seekor ular jantan gundul yang sangat berbisa dan sangat menakutkan dengan dua bintik di atas kedua matanya lalu mematuk dan melilit lehernya dan berteriak kepada orang tersenut “Saya adalh hartamu, saya adalah harta yang kamu timbun-timbun. Kemudian Rasulullah saw., membaca ayat

3.   Nilai-nilai yang terkandung dalam zakat

Ada beberapa nilai yang terkandung dalam zakat sehingga umat Islam diperintahkan untuk menunaikan zakat, yang kemudian nilai nilai tersebutlah ditetapkan sebuah hukum bahwa umat Islam yang telah memenuhi syarat harus menunaikan zakatnya, diantaranya yaitu:

a)   Nilai filosofis

Sebelum melangkah lebih jauh terhadap nilai filosofis yang terkandung di dalam zakat, maka dibutuhkan penalaran filosofis tentang apa yang menjadi makna empirik dari suatu hukum Islam (al-Qardawi, Yusuf, 1996: 78). Selain itu, penalaran filosofis juga merupakan upaya penetapan hukum Islam dengan tujuan memelihara dan menciptakan kemaslahatan manusia dan menjaga manusia dari hal-hal yang merusak.

Adapun yang menjadi landasan filosofis kewajiban berzakat yaitu Istikhlaf (penugasan sebagai khalifah di bumi). Allah SWT adalah pemilik seluruh isi dunia ini. Secara otomatis Allah juga lah penguasa harta-harta manusia. Sementara manusia diciptakan oleh Allah untuk menjadi pemimpin di muka bumi ini sebagaimana yang  dijelaskan dalam QS al Baqarah/ 02: 30


Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.

 

Ada beberapa tugas kekhalifahan/istikhlaf manusia secara umum diantaranya:

a)   Tugas mewujudkan kemakmuran dan kesjahteraan dalam hidup dan kehidupan sebagaimana yang disebutkan dalam QS al-An’am/ 06: 165


Artinya Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun (QS al-An’am: 165)

 

b)  Tugas pengabdian atau ibadah dalam arti luas sebagaimana yang tercantum dalam QS adz Dzariyat/ 51: 56


Artinya Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku (QS Adz Dzariyat/ 51: 56)

Untuk menunaikan tugas tersebut, Allah memberikan manusia anugrah system kehidupan dan sarana kehidupan sebagaimana dalam QS Luqman/ 31:20

 

Artinya Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan.

 

Ketika manusia beriman kepada Allah, sudah tentu menyadari bahwa yang menjadi pemilik mutlak dari seluruh harta benda yang berada di langit dan di bumi adalah Allah SWT. Konsekuensi dan pemilikan mutlak terhadap harta benda adalah harta tersebut hanya dititipkan oleh Allah kepada manusia dan harus memenuhi ketetapan-ketetapan Tuhan dalan hal ini yang berkaitan dengan harta tersebut baik dalam pengembangan maupun dalam penggunaannya yakni, antara lain kewajiban untuk mengeluarkan zakat demi kepentingan masyarakat bahkan sedekah dan infak di samping zakat bila hal tersebut dibutuhkan (Ismail Muhammad Syah dkk,  1999: 188)

Harta sebagai sebuah sarana bagi manusia, dalam pandangan islam merupakan hak mutlak milik Allah SWT. Kepemilikan manusia hanya bersifat relatif, sebatas untuk melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuannya. Sebagaimana yang sebutkan dalam QS Al-Hadid/ 57: 7.


 

Artinya: Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar (QS al-Hadid: 7).

 

 

Selanjutnya dijelaskan dalam QS An Nur/ 24: 33


Artinya: Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. dan budak-budak yang kamu miliki yang memginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat Perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan  pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari Keuntungan duniawi. dan Barangsiapa yang memaksa mereka, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu.

 

Atas dasar inilah Allah SWT menetapkan bagian-bagian tertentu dalan harta benda (antara lain dengan nama zakat) untuk diserahkan guna kepentingan masyarakat banyak atau anggota-anggota masyarakat yang membutuhkannya. Sejak semula tuhan telah menetapkan bahwa harta tersebut dijadikannya untuk kepentingan bersama, bahkan agaknya tidak terlebih jika dikatakan bahwa mulanya masyarakatlah yang berwenang menggunakan harta tersebut secara keseluruhan kemudian Allah menganugerahkan sebagian dari padanya kepada pribadi-pribadi yang mengusahakannya sesuai kebutuhan masing-masing (Ismail Muhammad Syah dkk. 1999: 188)

Yusuf Qardawi (1996: 849) mengemukakan nilai yang terkandung dalam zakat secara filosofis antara lain:

a)   Zakat mensucikan jiwa dari sifat kikir

Zakat yang dikeluarkan oleh umat Islam semata karena menurut perintah Allah dan mencari ridhaNya, akan mensucikannya dari segala kotoran dosa secara umum dan terutama dari sifat kikir. Manusia diperintahkan oleh Allah untuk bertebaran di muka bumi untuk bekerja, sehingga timbullah rasa ingin memiliki, keinginan untuk memiliki suatu benda dan tetap ingin memilikinya selama- lamanya.

Ketika umat Islam menunaikan zakat, telah jelaslah bahwa harta yang dimiliki  hanyalah titipan dari Allah. Zakat yang berfungsi untuk mensucikan artinya, sucinya seseorang ditentukan oleh kemurahan dan pemberiaannya, dan ditentukan juga oleh kegembiraan ketika harta, semata karena Allah.34 Hal ini memiliki makna bahwa umat Islam yang mengeluarkan zakatnya seperti membebaskan jiwa manusia dari  ketergantungan dan ketundukan terhadap harta benda dan dari kecelakaan menyembah uang.

b)  Zakat mengobati hati dari cinta dunia

Sesungguhnya Allah mengingatkan manusia bahwa harta itu hanyalah sekedar alat, bukan tujuan. Allah mengizinkan kepada umat Islam untuk mengumpulkan harta, membolehkan kehidupan yang baik, akan tetapi Allah tidak mengizinkan jika manusia hanya berhenti di kehidupan harta saja.

Dengan zakat, berarti melatih umat Islam melawan fitnah dari harta dan fitnah dari dunia, dengan mempersiapkan jiwa untuk menyerahkan harta, semata karena menuruti perintah Allah dan mencari  ridhaNya.

b)  Nilai sosiologis

Zakat merupakan satu bagian dari sistem jaminan sosial dalam Islam untuk menanggulangi problem kesenjangan, kemiskinan dan gelandangan, hingga bencana alam maupun bencana kultural. Zakat memiliki peranan yang besar untuk mengatasi semua permasalahan tersebut apabila terkelola dengan profesional (Hertanto Widodo dan Teten Kustiawan, 2001: 91)

Sekarang banyak jaminan sosial seperti asuransi dan berbagai macam bantuan sosial yang disediakan oleh negara atau ditawarkan oleh perusahaan komersial. Namun zakat lebih menjanjikan sebab dasar pandangannya bukanlah kesetiakawanan sosial saja, namun berdimensi spritual.

Adapun nilai-nilai sosial yang terkandung dalam kewajiban berzakat antara lain:

(1)    Zakat membebaskan mustahiq dari kebutuhan

Agama Islam menghendaki, agar manusia hidup dalam keadaan yang baik, bersenang-senang dengan kehidupan yang leluasa, hidup dengan mendapatkan keberkahan dari langit dan bumi, mereka memakan rizki, baik yang datang dari atas maupun yang tumbuh dari bawah, merasakan kebahagiaan karena terpenuhinya kebutuhan hidup, dan hati merasa aman dengan nikmat Allah yang memenuhi diri dan kehidupannya (Yusuf Qardawi. 1996: 867)

Adapun Islam telah menetapkan sasaran, di belakang kekayaan dan kesenangan hidup, yaitu manusia bisa bertemu dengan Tuhannya. Manusia tidak boleh disibukkan hanya untuk mencari roti, akan tetapi untuk mengenal Allah dan memperbaiki hubungan denganNya serta mencari kehidupan lain yang lebih baik dan lebih kekal, yaitu kehidupan akhirat. Dari sinilah Allah telah mewajibkan zakat dan menjadikannya tiang agama Islam, di mana zakat diambil dari orang kaya kemudian diberikan kepada orang fakir, yang kemudian digunakan oleh orang fakir untuk memenuhi kebutuhannya.

(2)    Zakat menghilangkan sifat dengki dan benci

Manusia, apabila kefakiran telah melelahkannya dan kebutuhan hidup menimpanya, sementara di sekitarnya mereka melihat orang-orang yang hidup dengan bersenang-senang, hidup dengan leluasa, tetapi tidak memberikan pertolongan kepadanya, bahkan mereka membiarkannya dalam kefakiran, akan membuat hati orang fakir tersebut timbul perasaan benci dan murka kepada mayarakat yang mebiarkannya, tidak peduli dengan urusannya (Yusuf Qardawi. 1996: 873)

(3)    Zakat menarik rasa simpati dan cinta

Zakat mampu menciptakan sebuah ikatan antara orang yang kaya dengan masyarakatnya, yaitu ikatan yang kuat, ikatan yang penuh kecintaan, persaudaraan dan tolong menolong. Ketika manusia mengetahui bahwa ada orang lain yang senang memberikan kemanfaatan kepada mereka, maka secara naluri mereka akan senang kepada orang itu, jiwa mereka akan tertarik kepadanya.

Demikian pula halnya dengan orang fakir, jika mengetahui bahwa seseorang yang kaya memberikan sebagian hartanya kepada mereka, dan jika hartanya bertambah banyak pasti orang yang fakir akan mendoakannya (Yusuf Qardawi. 1996: 861)

4.   Zakat Profesi

Didalam kamus bahasa indonesia disebutkan bahwa profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejujuran dan sebagainya) tertentu. Profesional adalah yang bersangkutan dengan profesi, memerlukan kepandaian khusus untuk melakukannya (Muhammad Idrus, 2011: 79) Profesi dalam Islam  dikenal dengan istilah al-Kasb, yaitu harta yang diperoleh melalui berbagai usaha, baik melalui kekuatan fisik, akal pikiran maupun jasa. Definisi lain profesi  dipopulerkan dengan term mihnah (profesi) dan hirfah (wiraswasta). 

Mustikorini Indrijatiningrum, bahwa salah satu potensi zakat di Indonesia adalah zakat penghasilan atau profesi. Pertimbangannya, karena zakat penghasilan atau  profesi dapat menjadi sumber pendanaan yang cukup besar, bersifat tetap dan  rutin. Oleh sebab itu, jika zakat digali dari sumber penghasilan dan profesi tersebut, maka dimungkinkan dapat meningkatkan perekonomian bangsa.

Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil usaha yang halal yang  dapat mendatangkan hasil (uang) yang relatif banyak dengan cara yang melalui suatu keahlian tertentu Pekerjaan yang menghasilkan uang ada dua macam, yaitu: pertama, adalah pekerjaan yang dikerjakan sendiri tanpa tergantung kepada orang lain, berkat kecekatan tangan atau otak. Penghasilan yang diperoleh dengan cara ini merupakan penghasilan profesional, seperti penghasilan seorang dokter, insinyur, advokat, dan lain sebagainya. Kedua, adalah pekerjaan yang  dikerjakan seseorang untuk pihak lain, seperti pemerintah, perusahaan, maupun perorangan dengan memperoleh upah yang diberikan dengan melakukan  pekerjaan. Penghasilan seperti ini disebut gaji, upah, ataupun honorarium (Muhammad Hadi, 2010: 58

Landasan hukum zakat profesi bermula dari interpretasi teks Umar Bin Khattab dalam QS. Al-Hashr: 7

 


Artinya: Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.

 

Ayat di atas merupakan fakta sejarah Umar bin Khattab pernah menetapkan penghasilan dari kharaj (sewa tanah) atas dasar penafsiran ayat tersebut, demikian juga Umar Bin Abdul Aziz menetapkan zakat gaji tentara, honorarium dan hadiah. Satu ayat yang juga dipertimbangkan sebagai landasan zakat profesi adalah QS. Al-Baqarah: 267


Artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.

 

Prinsip zakat adalah memberi, memberi kepada lingkungan sosial adalah salah satu modal awal untuk membentuk suatu sinergi dalam rangka membangun kehidupan sosial yang tangguh.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kelas XI Bab 2 Hidup Nyaman dengan Perilaku Jujur

Tari Lenggang Patah Sembilan: Tari Klasik Kesultanan Serdang di Sumatra Utara

Metode dan Teknik Pembelajaran diposkan oleh Sapri