Apa sebenarnya Kerukunan antar Umat Beragama
Di
dalam Alquran surah Al-Hujarat ayat 13, Allah SWT menegaskan dalam berfirmannya
yang berbunyi:
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا
وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ
إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ
Artinya:
Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di
sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui,
Mahateliti (QS. Al-Hujarat: 13).
Ayat
di atas menjelaskan bahwa keyataan dalam kehidupan bermasyarakat tidak ada
perbedaan antar kerukunan dan toleransi. Tanpa ada kerukunan toleransi tidak
pernah ada, sedangkan toleransi tidak pernah tercermin bila kerukunan belum
tercapai.
Islam mengakui hak hidup agama-agama lain, dan membiarkan para pemeluk agama lain tersebut untuk menjalankan ajaran agamanya masingmasing, inilah dasar ajaran Islam mengenai toleransi beragama. Akan tetapi toleransi tidak diartikan sebagai sikap masa bodoh terhadap agamanya (Adeng Muchtar Ghazali, 2005: 55) Istilah toleransi sebenarnyatidak terdapat dalam istilah Islam, tetapi toleransi termasuk istilah modern yang lahir dari Barat sebagai respon dari sejarah yang meliputi kondisi politis, sosial dan budayanya yang khas (Anis Malik Thoha, 2005: 212).
Kerukunan
Kerukunan adalah dari Bahasa Arab, yakni ruknun yang berarti tiang,
dasar, atau sila. Jamak rukun adalah arkaan. Kerukunan berasal dari kata rukun.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Cetakan
Ketiga tahun 1990, artinya rukun adalah perihal keadaan hidup rukun atau
perkumpulan yang berdasarkan tolong menolong dan persahabatan
WJS. Poerwadarmita (1980: 106) Kata kerukunan berasal dari kata
dasar rukun, berasal dari bahasa Arab ruknun (rukun) jamaknya arkan berarti
asas atau dasar, misalnya: rukun islam, asas Islam atau dasar agama Islam.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia arti rukun adalah sebagai berikut: Rukun
(nomina):
1)
Sesuatu
yang harus dipenuhi untuk sahnya pekerjaan, seperti: tidak sah sembahyang yang tidak
cukup syarat dan rukunnya
2)
Asas,
berarti: dasar, sendi: semuanya terlaksana dengan baik, tidak menyimpang dari
rukunnya; rukun islam: tiang utama dalam agama islam
Rukun iman: dasar kepercayaan dalam agama Islam. Rukun (a-ajektiva)
berarti: (1) baik dan damai, tidak bertentangan: kita hendaknya hidup rukun
dengan tetangga: (2) bersatu hati, bersepakat: penduduk kampng itu rukun
sekali. Merukunkan berarti: (1) mendamaikan; (2)menjadikan bersatu hati.
Kerukunan: (1) perihal hidup rukun; (2) rasa rukun; kesepakatan: kerukunan
hidup bersama (Imam Syaukani, 2008: 5).
Secara etimologi kata kerukunan pada mulanya dari kata arkaan
diperoleh pengertian, bahwa kerukunan merupakan suatu kesatuan yang terdiri
dari berbagai unsur yang berlainan dari setiap unsur tersebut saling
menguatkan. Kesatuan tidak dapat terwujud jika ada diantara unsur tersebut yang
tidak berfungsi. Sedangkan yang dimaksud kehidupan beragama ialah terjadinya
hubungan yang baik antara penganut agama yang satu dengan yang lainnya dalam
satu pergaulan dan kehidupan beragama, dengan cara saling memelihara, saling
menjaga serta saling menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan kerugian atau
menyinggung perasaan (Jirhaduddin, 2010: 190).
Dalam bahasa Inggris disepadankan dengan harmonius atau concord.
Dengan demikian, kerukunan berarti kondisi social yang ditandai oleh adanya
keselarasan, kecocokan, atau ketidak berselisihan (harmony, concordance).
Dalam literatur ilmu sosial, kerukunan diartikan dengan istilah intergrasi
(lawan disintegrasi) yang berarti the creation and maintenance of diversified
patterns of interactions among outnomous units. Kerukunan merupakan kondisi dan
proses tercipta dan terpeliharanya pola-pola interaksi yang beragam diantara
unit-unit(unsure/ sub sistem) yang otonom. Kerukunan mencerminkan hubungan
timbal balik yang ditandai oleh sikap saling menerima, saling mempercayai, saling
menghormati dan menghargai, serta sikap memaknai kebersamaan (Ridwan Lubis, 2005:
7).
Secara terminologi banyak batasan yang diberikan oleh para ahli
sebagai berikut:
1)
WJS
Purwadarminta menyatakan kerukunan adalah sikap atau sifat menenggang berupa
menghargai serta membolehkan suatu pendirian, pendapat, pandangan, kepercayaan
maupun yang lainya yang berbeda dengan pendirian (WJS. Poerwadarmita, 1980: 1084)
2)
Dewan
Ensiklopedi Indonesia, Kerukunan dalam aspek sosial, politik, merupakan suatu
sikap membiarkan orang untuk mempunyai suatu keyakinan yang berbeda. Selain itu
menerima pernyataan ini karena sebagai pengakuan dan menghormati hak asasi
manusia (Dewan Ensiklopedi Indonesia, 1990: 3588).
Dari beberapa definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa kerukunan
adalah suatu sikap atau sifat dari seseorang untuk membiarkan kebebasan kepada
orang lain serta memberikan kebenaran atas perbedaan tersebut sebagai pengakuan
hakhak asasi manusia. Kerukunan diartikan adanya suasana persaudaraan dan
kebersamaan antara semua orang meskipun mereka berbeda secara suku, ras,
budaya, agama, golongan. Kerukunan juga bisa bermakna suatu proses untuk
menjadi rukun karena sebelumnya ada ketidak rukunan serta kemampuan dan kemauan
untuk hidup bersama dengan damai dan tenteram (Said Agil Husain Al Munawar, 2003:
4).
Kerukunan juga diartikan sebagai kehidupan bersama yang diwarnai
oleh suasana yang harmonis dan damai, hidup rukun berarti tidak mempunyai
konflik, melainkan bersatu hati dan sepakat dalam berfikir dan bertidak demi
mewujudkan kesejahteraan bersama. Di dalam kerukunan semua orang bisa hidup
bersama tanpa ada kecurigaan, dimana tumbuh sikap saling menghormati dan
kesediaan berkerja sama demi kepentingan bersama. Kerukunan atau hidup rukun
adalah suatu sikap yang berasal dari lubuk hati yang paling dalam terpancar
dari kemauan untuk berinteraksi satu sama lain sebagai manusia tanpa tekanan
dari pihak manapun (Faisal Ismail, 2014: 5).
Dalam pengertian sehari-hari kata rukun dan kerukunan adalah damai
dan perdamaian. Dengan pengertian ini dijelaskan bahwa kata kerukunan
dipergunakan dan berlaku dalam dunia pergaulan. Bila kata rukun ini
dipergunakan dalam konteks yang lebih luas seperti antar golongan atau antar
bangsa, pengertian rukun atau damai ditafsirkan menurut tujuan, kepentingan
kebutuhan masing-masing, sehingga disebut dengan kerukunan sementara, kerukunan
politis dan kerukunan hakiki. Kerukunan sementara adalah kerukunan yang
dituntut oleh situasi seperti menghadapi musuh bersama, bila musuh telah
selesai dihadapi maka keadaan akan kembali sebagaimana sebelumnya. Kerukunan
politis sama dengan kerukunan sebenarnya karena ada sementara pihak yang
terdesak. Kerukunan politis biasanya terjadi dalam peperangan dengan mengadakan
genjatan senjata untuk mengalur-ngalur waktu, sementara mencari kesempatan atau
menyusun kekuatan.
Sedangkan kerukunan hakiki adalah kerukunan yang didorong oleh
kesadaran atau hasrat bersama demi kepentingan bersama. Jadi kerukunan
hakikatnya adalah kerukunan murni mempunyai nilai dan harga yang tinggi dan
bebas dari segala pengaruh hipokrisi (penyimpangan). Telah dikemukakan
sebelumnya bahwa kata kerukunan hanya digunakan atau berlaku hanya dalam
kehidupan pergaulan kerukunan antar umat beragama bukan berarti merelatifir
agama-agama yang ada melebur kepada satu totalitas (sinkrtisme agama) dengan
menjadikan agama-agama yang ada itu menjadi madzhab dari agama totalitas itu
melainkan sebagai cara atau sarana untuk mempertemukan, mengatur hubungan luar
antara orang yang tidak seagama atau antar golongan umat beragama dalam kehidupan
sosial kemasyarakatan (Said Agil Husain Al Munawar, 2003: 9).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa kerukunan hidup umat beragama mengandung tiga unsur penting:pertama,
kesediaan untuk menerima adanya perbrdaan keyakinan dengan orang atau kelompok
lain. Kedua, kesediaan membiarkan orang lain untuk mengamalkan ajaran yang
diyakninya.Dan yang ketiga, kemampuan untuk menerima perbedaan merasakan
indahnya sebuah perbedaan dan mengamalkan ajarannya. Keluhuran masing-masing
ajaran agama yang menjadi anutan dari setiap orang. Lebih dari itu, setiap
agama adalah pedoman hidup umat manusia yang bersumber dari ajaran Tuhan.
b. Kerukunan Beragama
1) Pengertian Kerukunan Beragama
Kerukunan
antar umat beragama adalah suatu kondisi sosial ketika semua golongan agama
bisa hidup bersama tanpa menguarangi hak dasar masing-masing untuk melaksanakan
kewajiban agamanya. Masing-masing pemeluk agama yang baik haruslah hidup rukun
dan damai. Karena itu kerukunan antar umat beragama tidak mungkin akan lahir
dari sikap fanatisme buta dan sikap tidak peduli atas hak keberagaman dan
perasaan orang lain. Tetapi dalam hal ini tidak diartikan bahwa kerukunan hidup
antar umat beragama memberi ruang untuk mencampurkan unsur-unsur tertentu dari
agama yang berbeda , sebab hal tersebut akan merusak nilai agama itu sendiri.
Kerukunan
antar umat beragama itu sendiri juga bisa diartikan dengan toleransi antar umat
beragama. Dalam toleransi itu sendiri pada dasarnya masyarakat harus bersikap
lapang dada dan menerima perbedaan antar umat beragama. Selain itu masyarakat
juga harus saling menghormati satu sama lainnya misalnya dalam hal beribadah,
antar pemeluk agama yang satu dengan lainnya tidak saling mengganggu (Wahyuddin
dkk, 2009: 32).
Kerukunan
beragama adalah suatu bentuk hubungan yang harmonis dalam dinamika pergaulan
hidup bermasyarakat yang saling menguatkan yang diikat oleh pengendalian hidup
dalam wujud:
a)
Saling
hormat menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya.
b)
Saling
hormat menghormati dan berkerjasama intern pemeluk agama, antar berbagai
golongan agama dan umatumat beragama dengan pemerintah yang sama-sama
bertanggung jawab membangun bangsa dan Negara.
c)
Saling
tenggang rasa dan toleransi dengan tidak memaksa agama kepada orang lain.
Dengan demikian kerukunan antar umat beragama merupakan salah satu tongkat
utama dalam memelihara hubungan suasana yang baik, damai, tidak bertengkar,
tidak gerak, bersatu hati dan bersepakat antar umat beragama yang berbeda-beda
agama untuk hidup rukun (Alo Liliweri, 2001: 255).
Dalam
pasal 1 angaka (1) peraturan bersama Mentri Agama dan Mentri Dalam No.9 dan 8
Tahun 2006 tentang pedoman pelaksanaan tugas Kepala Daerah/Wakil Daerah dalam
pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat
beragama, dan pendirian rumah ibadat. Kerukunan antar umat beragama adalah
hubungan beragama yang berdasarkan
toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam
pengalaman ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara didalam Negara kesatuan kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Abu
Tholhah. 1980: 14).
Memahami
pengertian kerukunan umat beragama, tampaknya peraturan bersama di atas
mengingatkan kepada bangsa Indonesia bahwa kondisi kerukunan antar umat
beragama bukan hanya tercapainya suasana batin yang penuh toleransi antar umat
beragama, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana mereka bisa saling
berkerjasama membagun kehidupan umat beragama yang harmonis itu bukan sebuah
hal yang ringan. Semua ini haarus berjalan dengan hatihati mengingat agama
sangat melibatkan aspek emosi umat, sehingga sebagai mereka lebih cenderung
dengan kebenaran dari pada mencari kebenaran. Meskipun sudah banyak sejumlah
pedoman telah digulirkan, pada umumnya masih sering terjadi gesekan-gesekan
dalam menyiarkan agama dan pembangunan rumah ibadah (Hasbullah Mursyid, dkk, 2008:
5).
2) Tujuan Kerukunan Beragama
Dari
penjelasan di atas tentang kerukunan umat beragama adalah hubungan beragama
yang berdasarkan toleransi, saling mengerti, saling menghargai satu sama lain
tanpa terjadinya benturan dan konflik agama. Maka pemerintah berupaya untuk
mewujudkan agama agama kerukunan beragama dapat berjalan secara harmonis,
sehingga bangsa ini dapat melangsungkan kehidupannya dengan baik.
Berdasarkan
penjelasan di atas, maka tujuan kerukunan beragama menurut Jirhaduddin (2010: 193)
diantaranya ialah:
a)
Untuk
meningkatkan keimanan dan ketakwaan keberagamaan masing-masing pemeluk agama.
Masing-masing penganut agama adanya kenyataan agama lain, akan semakin
mendorong untuk menghayati dan sekaligus memperdalam ajara-ajaran agamanya
serta semakin berusaha untuk mengamalkannya. Maka dengan demikian keimanan dan
keberagamaan masing-masing penganut agama akan dapat lebih meningkatkan lagi.
Jadi semacam persaingan yang bersifat positif, bukan yang bersifat negatif.
Persaingan yang sifatnya positif perlu dikembangkan.
b)
Untuk
mewujudkan stabilitas nasional yang mantap dengan terwujudnya kerukunan
beragama, maka secara praktis ketegangan-ketegangan yang ditimbulkan akibat
perbedaan paham yang berpangkal pada keyakinan keagamaan dapat dihindari. Dapat
dibayangkan kalau pertikainan dan perbedaan paham terjadi di antara pemeluk
agama yang beraneka ragam ini, maka ketertiban dan keamanan nasional akan
terganggu. Tapi sebaliknya kalau antar pemeluk agama sudah rukun, maka hal yang
demikian akan dapat mewujudkan stabilitas nasional yang semakin mantap.
c)
Menunjang
dan mensukseskan pembangunan Dari tahun ke tahun pemerintah senantiasa berusaha
untuk melaksanakan dan mensukseskan pembangunan dari segala bidang. Usaha
pembangunan akan sukses apabila didukung dan ditopang oleh segenap lapisan
masyarakat. Sedangkan apabila umat beragama selalu bertikai, saling
curiga-mencurigai tentu tidak dapat mengarahkan kegiatan untuk mendukung serta
membantu pembangunan. Bahkan dapat berakibat sebaliknya, yakni bisa menghambat
usaha pembangunan itu sendiri. Membangun dan berusaha untuk memakmurkan bumi
ini memang sangat dianjurkan oleh agama Islam. Untuk memperoleh kemakmuran,
kebahagiaan, dan kesuksesan dalam segala bidang. Salah satu usaha agar
kemakmuran dan pembangunan selalu berjalan dengan baik, maka kerukunan hidup
beragama perlu kita wujudkan demi kesuksesan dan berhasilnya pembangunan disegala
bidang sesuai dengan apa yang telah dituangkan dalam (garis-garis besar haluan
negara) GBHN.
d)
Memelihara
dan mempererat rasa persaudaraan. Rasa kebersamaan dan kebangsaan akan
terpelihara dan terbina dengan baik, bila kepentingan pribadi atau golongan dapat
dikurangi. Sedangkan dalam kehidupan beragama sudah jelas kepentingan kehidupan
agamanya sendiri yang menjadi titik pandang kegiantan.
Bila
hal tersebut di atas tidak disertai dengan arah kehidupan bangsa dan negara,
maka akan menimbulkan gejolak sosial yang bisa mengganggu keutuhan bangsa dan
negara yang terdiri dari penganut agama yang berbeda, karena itulah kerukunan
hidup beragama untuk memelihara persatuan dan kesatuan bangsa harus
dikembangkan. Memelihara dan mempererat persaudaraan sesama manusia atau dalam
bahasa ukhwahnya insaniah sangat diperlukan bagi bangsa yang majemuk/plural
dalam kehidupan keberagamanya.
Dengan
terlihatnya ukhuwah insaniah tersebut maka percekcokan dan perselisihan
akan bisa teratasi.Itulah antara lain hal-hal yang hendak dicapai oleh
kerukunan antar umat beragama dan hal tersebut sudah tentu menghendaki
kesadaran yang sungguhsungguh dari masing-masing penganut agama itu sendiri.
3) Menjaga Kerukunan Beragama
Menjaga
kerukunan hidup antar umat beragama salah satunya dengan dialog antar umat
beragama. Salah satu prasyarat terwujudnya masyarakat yang modern yang
demokratis adalah terwujudnya masyarakat yang menghargai kemajemukan
(pluralitas) masyarakat dan bangsa serta mewujudkannya dalam suatu keniscayaan.
Untuk itulah kita harus saling menjaga kerukunan hidup antar umat beragama.
Konflik
yang terjadi antar umat beragama dalam masyarakat yang multkultural adalah
menjadi sebuah tantangan yang besar bagi masyarakat maupun pemerintah. Karena
konflik tersebut bisa menjadi ancaman serius bagi integrasi bangsa jika tidak
dikelola secara baik dan benar (Imam Syaukani, 2008: 131).
Supaya
agama bisa menjadi alat pemersatu bangsa, maka kemajemukan harus dikelola
dengan baik dan benar, maka diperlukan cara yang efektif yaitu dialog antar
umat beragama untuk permasalahan yang mengganjal antara masing-masing kelompok
umat beragama. Karena mungkin selama ini konflik yang timbul antara umat
beragama terjadi karena terputusnya jalinan informasi yang benar diantara
pemeluk agama dari satu pihak ke pihak lain sehingga timbul prasangka-prasangka
negative (Faisal Ismail, 2014: 79).
4) Peran Masyarakat dalam Kerukunan
Beragama
Masyarakat adalah
kalangan yang diharapkan berperan positif, dalam banyak bidang kehidupan bangsa
dan negara di masa depan. peran masyarakat
dapat disebutkan antara lain, dalam membangun kerukunan umat beragama. Sebagai masyarakat Indonesia, maka masyarakat menghadapi tantangan
besar untuk bisa berperan aktif dalam pengelolaan kemajemukan keagamaan,
sehingga kemajemukan keagamaan bukan menjadi suatu ancaman yang bisa
mendisintegrasi bangsa dan negara, melainkan suatu kekayaan sosio-kultural yang
berfungsi integratif dan inspiratif bagi kemajuan bangsa di masa depan
(Nurcholish Madjid, 1998: 241).
Untuk
dapat berperan aktif, masyarakat
perlu mengedepankan nasionalisme keindonesiaan mereka, sebagai warga negara
Indonesia dan patriot bangsa. Nasionalisme keindonesiaan harus berada di atas
primordialisme keagamaan apapun, bahkan harus menjadi pengendali dan rem bagi
dorongan-dorongan primordial keagamaan, dan dorongan-dorongan primordial
lainnya (kesukuan, kedaerahan, dan kebudayaan).
Harus
diingat bahwa nasionalisme keindonesiaan, bukanlah hal yang asing bagi masyarakat Indonesia yang lahir
dan hidup di bagian manapun dari negara kepulauan Indonesia yang luas,
mengingat kaum muda Indonesia telah pernah mengikrarkan nasionalisme keindonesiaan.
Peran historis kaum muda Indonesia dalam membangun nasionalisme keindonesiaan,
seharusnya dapat membantu pemerintah menjalankan pemerintahan di seluruh
Indonesia, dengan berlandaskan pada UUD 45 dan Pancasila (Sumardi, 2013: 36).
Masyarakat
harus ikut mempertahankan Indonesia sebagai negara Pancasila, Bentuk NKRI
sebagai negara berideologi Pancasila dan ber-UUD 45 adalah satu-satunya bentuk
yang paling masuk akal, dan paling setia pada sejarah bagi setiap usaha
membangun kerukunan antarumat beragama. Untuk dapat membuat kemajemukan
keagamaan sebagai sebuah unsur pemersatu dan penginspirasi bangsa, setiap orang
beragama di Indonesia, apapun agamanya, perlu memandang agamanya sebagai unsur
pelengkap bagi agama lainnya, unsur yang potensial dapat saling memperkaya,
baik dalam doktrin keagamaan maupun dalam praktek kehidupan beragama. Untuk
dapat memandang setiap agama sebagai sebuah pelengkap bagi agama lainnya yang
berbeda, masyarakat yang berjiwa dinamis dan yang menjalani suatu pergaulan
yang ramah dan terbuka ini adalah sebuah peluang atau kesempatan yang diberikan
oleh Allah SWT, untuk dipakai bagi pencapaian kesatuan dan persatuan serta
persaudaraan universal, antar semua orang dalam dunia ini.
لَكُمۡ
دِينُكُمۡ وَلِيَ دِينِ
Artinya: “Untukmu agamamu, dan
untukku agamaku” (QS. Al-Kafirun: 6).
c. Faktor-faktor Kerukunan Beragama
1) Faktor-faktor terjadinya Kerukunan
Beragama
Toleransi
menuju kerukunan toleransi berasal dari bahasa Inggris, Tolerance. Menurut Webster’s
New American Dictionary (halaman 1050) arti tolerance adalah liberty to
ward the opinions of others diartikan dalam bahasa Indonesia artinya (lebih
kurang) adalah: memberi kebebasan (membiarkan) pendapat orang lain dan berlaku
sabar menghadapi orang lain. Dalam bahasa Arab toleransi adalah tasamuh,
artinya membiarkan sesuatu untuk dapat saling mengizinkan, saling memudahkan.
Kamus
Umum Indonesia mengertikan toleransi itu sebagai sikap atau sikap menenggang,
dalam makna menghargai, membiarkan, membolehkan pendirian, pendapat, kepercayaan,
kelakuan yang lain dari yang dimiliki oleh seseorang atau yang bertentangan
dengan pendirian seseorang. Sikap itu harus ditegakkan dalam pergaulan sosial
terutama antara anggota-anggota masyarakat yang berlainan pendirian, pendapat
dan keyakinan. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa toleransi adalah sikap
lapang dada terhadap prinsip orang lain, tanpa mengorbankan diri sendiri (M
Daud Ali, dkk. 2000: 80).
Pada
umumnya toleransi diartikan sebagai pemberian kebebasan kepada sesama manusia
atau kepada sesama warga masyarakat untuk menjalankan keyakinan atau mengatur
hidupnya dan menentukan nasibnya masing-masing, selama di dalam menjalankan dan
menentukan sikap itu tidak bertentangan dengan syarat-syarat terciptanya
ketertiban dan perdamaian masyarakat (Umar Hasyim, 1999: 22).
Dari
beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa toleransi adalah suatu sikap
yang memberi kebebasan kepada orang lain tanpa ada unsur paksaan dan memberikan
kebenaran atas perbedaan tersebut sebagai pengakuan hak-hak asasi manusia.
Jelas bahwa toleransi terjadi dan berlaku terhadap perbedaan prinsip, dan
menghormati perbedaan atau prinsip orang lain tanpa mengorbankan prinsipnya
sendiri. Dengan kata lain, pelaksanaanya hanya pada aspek-aspek yang detail dan
teknis bukan dalam persoalan yang prinsipil.
Toleransi
dalam pergaulan hidup antar umat beragama yang didasarkan kepada setiap agama
menjadi tanggung jawab pemeluk agama itu sendiri dan mempunyai bentuk ibadat
(ritual) dengan sistem dan cara tersendiri yang ditaklifkan (dibebankan) serta
menjadi tanggung jawab orang yang memeluknya atas dasar itu, maka toleransi
dalam pergaulan hidup antar umat beragama bukanlah toleransi dalam
masalah-masalah keagamaan, melainkan perwujudan sikap keberagamaan pemeluk
suatu agama dalam pergaulan hidup antar orang yang tidak seagama, dalam
masalah-masalah kemasyarakatan atau kemaslahatan umum.
Rahmad
Asri Pohan (2014: 269) ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya kerukunan
antar umat beragama yaitu:
a)
Memperkuat
dasar-dasar kerukunan internal dan antar umat beragama, serta antar umat
beragama dengan pemerintah.
b)
Membangun
harmoni sosial dan persatuan nasional dalam bentuk upaya mendorong dan
mengarahkan seluruh umat untuk hidup rukun dalam bingkai teologi dan
implementasi dalam menciptakan kebersamaan dan sikap toleransi.
c)
Menciptakan
suasana kehidupan beragama yang kondusif dalam rangka memantapkan pendalaman
dan penghayatan agama serta pengalaman agama yang mendukung bagi pembinaan
kerukunan hidup intern dan antar umat beragama.
d)
Melakukan
eksplorasi secara luas tentang pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dari seluruh
keyakinan plural umat manusia yang fungsinya dijadikan sebagai pedoman bersama
dalam melaksanakan prinsip-prinsip berpolitik dan berinteraksi sosial satu sama
lainya dengan memperlihatkan adanya sikap keteladanan. Dari sisi ini maka kita dapat mengambil hikmah
bahwa nilai-nilai kemanusiaan itu selalu tidak formal akan mengantar nilai
pluralitas kearah upaya selektifitas kualitas moral seseorang dalam komunitas
masyarakat mulya (makromah), yakni komunitas warga memeliki kualitas ketaqwaan
dan nila-nilai solidaritas sosial.
e)
Melakukan
pendalaman nilai-nilai spiritual yang implementatif bagi kemanusiaan yang
mengarahkan kepada nilai-nilai ketuhanan, agar tidak terjadi
penyimpangan-penyimpangan nilai-nilai sosial kemasyatakatan maupun sosial
agama.
f)
Menempatkan
cinta dan kasih dalam kehidupan umat beragama dengan cara menghilangkan rasa
saling curiga terhadap pemeluk agama lain, sehingga akan tercipta suasana
kerukunan yang manusiawi tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu.
g) Menyadari bahwa perbedaan adalah suatu realita dalam kehidupan bermasyarakat, oleh sebab itu hendaknya hal ini dijadian mozaik yang dapat memperindah fenomena kehidupan beragama.
Dalam
perjalanannya menuju kerukunan umat beragama selalu diiringi dengan beberapa
faktor, adanya yang beberapa diantara bersinggung secara langsung dimasyarakat,
ada pula terjadi akibat akulturasi budaya yang terkadang berbenturan dengan
aturan yang berlaku di dalam agama itu sendiri.
Faktor-faktor
penghambat kerukunan umat beragama antara lain:
a)
Pendirian
rumah ibadah: Apabila dalam mendirikan rumah ibadah tidak melihat situasi dan
kondisi umat beragama dalam kacamata stabilitas sosial dan budaya masyarakat
setempat maka akan tidak menutup kemungkinan menjadi biang dari pertengkaran
atau munculnya permasalahan umat beragama.
b)
Penyiaran
agama: Apabila penyiaran agama bersifat agitasi dan memaksakan kehendak bahwa
agama sendirilah yang paling benar dan tidak mau memahami keberagamaan agama lain,
maka dapat memunculkan permasalahan agama yang kemudian akan menghambat
kerukunan antar umat beragama, karena disadari atau tidak kebutuhan akan
penyiaran agama terkadang berbenturan dengan aturan kemasyarakatan.
c)
Perkawinan
beda agama: Perkawinan beda agama disinyalir akan mengakibatkan hubungan yang
tidak harmonis, terlebih pada anggota keluarga masing-masing pasangan berkaitan
dengan perkawinan, warisan dan harta benda, dan yang paling penting adalah
keharmonisan yang tidak mampu bertahan lama di masingmasing keluarga.
d)
Penodaan
agama: Melecehkan atau menodai dokterin suatu agama tertentu. Tindakan ini
sering dilakukan baik perorangan atau kelompok. Meski dalam skala kecil,
baru-baru ini bepenodaan agama banyak terjadi baik dilakukan oleh umat agama
sendiri maupun dilakukan oleh umat agama lain yang menjadi provokatornya.
e)
Kegiatan
aliran sempalan: Suatu kegiatan yang menyimpang dari suatu ajaran yang sudah
diyakini kebenarannya oleh agama tertentu hal ini terkadang sulit di antisipasi
oleh masyarakat beragama sendiri, pasalnya akan menjadikan rancuh diantara
menindak dan menghormati perbedaan keyakinan yang terjadi didalam agama ataupun
antar agama.
f)
Berebut
kekuasaan: Saling berebut kekuasaan masing-masing agama saling berebut
anggota/jamaat dan umat, baik secara intern, antar umat beragama, maupun antar
umat beragama untuk memperbanyak kekuasaan.
g)
Beda
pentafsiran: Masing-masing kelompok dikalangan antar umat beragama, mempertahankan
masalah-masalah yang prinsip, misalnya dalam perbedaan penafsiran terhadap
kitab suci dan ajaran-ajaran keagamaan lainya dan saling mempertahankan
pendapat masing-masing secara fanatik dan sekaligus menyalahkan yang lainya.
h)
Kurang
kesadaran: Masih kurang kesadaran di antar umat beragama dari kalangan tertentu
menggap bahwa agamanya yang paling benar, misalnya di kalangan umat Islam yang
dianggap lebih memahami agama dan masyarakat Kristen menggap bahwa di
kalangannya benar.
Ada beberapa langkah-langkah yang akan diambil dalam menjaga kerukunan hidup beragama. yaitu:
a)
Para
pembina formal yaitu aparatur pemerintah dan para pembina non formal yakni
tokoh agama dan tokoh masyarakat merupakan komponen penting dalam pembinaan
kerukunan beragama.
b)
Masyarakat beragama yang sangat heterogen perlu ditingkatkan sikap
mental dan pemahaman terhadap ajaran agama serta tingkat kedewasaan berfikir
agar tidak menjurus ke sikap primoral.
c) Peraturan pelaksanaan yang mengatur kerukunan hidup umat beragama perlu dijabarkan dan disosialisasikan agar bisa bisa dimengerti oleh seluruh lapisan masyarakat dengan demikian diharapkan tidak terjadi kesalah pahaman dalam penerapan baik oleh aparat maupun oleh masyarakat, akibat adanya kurang informasi atau saling pengertian diantara sesama umat beragama.
d) Perlu adanya pemantapan fungsi terhadap wadah-wadah musyawarah antar umat beragama untuk menjembatani kerukunan antar umat beragama
Komentar
Posting Komentar