Apa sebenarnya Kerukunan antar Umat Beragama

Kerukunan umat beragama adalah unsur penting yang harus dijaga di Indonesia yang hidup di dalamnyaberbagai macam suku, ras, aliran dan agama. Untuk itusikap toleransi yang baik diperlukandalam menyikapi perbedaan-perbedaan tersebut agar kerukunan antar umat beragama dapat tetap terjaga, sebab perdamaian nasional hanya bisa dicapai kalau masing-masing golongan agama pandai menghormati identitas golongan lain (M Natsir. 1988: 209).

Di dalam Alquran surah Al-Hujarat ayat 13, Allah SWT menegaskan dalam berfirmannya yang berbunyi:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ

 

Artinya: Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti (QS. Al-Hujarat: 13).

 

Ayat di atas menjelaskan bahwa keyataan dalam kehidupan bermasyarakat tidak ada perbedaan antar kerukunan dan toleransi. Tanpa ada kerukunan toleransi tidak pernah ada, sedangkan toleransi tidak pernah tercermin bila kerukunan belum tercapai.

Islam mengakui hak hidup agama-agama lain, dan membiarkan para pemeluk agama lain tersebut untuk menjalankan ajaran agamanya masingmasing, inilah dasar ajaran Islam mengenai toleransi beragama. Akan tetapi toleransi tidak diartikan sebagai sikap masa bodoh terhadap agamanya (Adeng Muchtar Ghazali, 2005: 55)  Istilah toleransi sebenarnyatidak terdapat dalam istilah Islam, tetapi toleransi termasuk istilah modern yang lahir dari Barat sebagai respon dari sejarah yang meliputi kondisi politis, sosial dan budayanya yang khas (Anis Malik Thoha, 2005: 212).

          Kerukunan

Kerukunan adalah dari Bahasa Arab, yakni ruknun yang berarti tiang, dasar, atau sila. Jamak rukun adalah arkaan. Kerukunan berasal dari kata rukun. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Cetakan Ketiga tahun 1990, artinya rukun adalah perihal keadaan hidup rukun atau perkumpulan yang berdasarkan tolong menolong dan persahabatan

WJS. Poerwadarmita (1980: 106) Kata kerukunan berasal dari kata dasar rukun, berasal dari bahasa Arab ruknun (rukun) jamaknya arkan berarti asas atau dasar, misalnya: rukun islam, asas Islam atau dasar agama Islam. Dalam kamus besar bahasa Indonesia arti rukun adalah sebagai berikut: Rukun (nomina):

1)    Sesuatu yang harus dipenuhi untuk sahnya pekerjaan, seperti: tidak sah sembahyang yang tidak cukup syarat dan rukunnya

2)    Asas, berarti: dasar, sendi: semuanya terlaksana dengan baik, tidak menyimpang dari rukunnya; rukun islam: tiang utama dalam agama islam

Rukun iman: dasar kepercayaan dalam agama Islam. Rukun (a-ajektiva) berarti: (1) baik dan damai, tidak bertentangan: kita hendaknya hidup rukun dengan tetangga: (2) bersatu hati, bersepakat: penduduk kampng itu rukun sekali. Merukunkan berarti: (1) mendamaikan; (2)menjadikan bersatu hati. Kerukunan: (1) perihal hidup rukun; (2) rasa rukun; kesepakatan: kerukunan hidup bersama (Imam Syaukani, 2008: 5).

Secara etimologi kata kerukunan pada mulanya dari kata arkaan diperoleh pengertian, bahwa kerukunan merupakan suatu kesatuan yang terdiri dari berbagai unsur yang berlainan dari setiap unsur tersebut saling menguatkan. Kesatuan tidak dapat terwujud jika ada diantara unsur tersebut yang tidak berfungsi. Sedangkan yang dimaksud kehidupan beragama ialah terjadinya hubungan yang baik antara penganut agama yang satu dengan yang lainnya dalam satu pergaulan dan kehidupan beragama, dengan cara saling memelihara, saling menjaga serta saling menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan kerugian atau menyinggung perasaan (Jirhaduddin, 2010: 190).

Dalam bahasa Inggris disepadankan dengan harmonius atau concord. Dengan demikian, kerukunan berarti kondisi social yang ditandai oleh adanya keselarasan, kecocokan, atau ketidak berselisihan (harmony, concordance). Dalam literatur ilmu sosial, kerukunan diartikan dengan istilah intergrasi (lawan disintegrasi) yang berarti the creation and maintenance of diversified patterns of interactions among outnomous units. Kerukunan merupakan kondisi dan proses tercipta dan terpeliharanya pola-pola interaksi yang beragam diantara unit-unit(unsure/ sub sistem) yang otonom. Kerukunan mencerminkan hubungan timbal balik yang ditandai oleh sikap saling menerima, saling mempercayai, saling menghormati dan menghargai, serta sikap memaknai kebersamaan (Ridwan Lubis, 2005: 7).

Secara terminologi banyak batasan yang diberikan oleh para ahli sebagai berikut:

1)    WJS Purwadarminta menyatakan kerukunan adalah sikap atau sifat menenggang berupa menghargai serta membolehkan suatu pendirian, pendapat, pandangan, kepercayaan maupun yang lainya yang berbeda dengan pendirian (WJS. Poerwadarmita, 1980: 1084)

2)    Dewan Ensiklopedi Indonesia, Kerukunan dalam aspek sosial, politik, merupakan suatu sikap membiarkan orang untuk mempunyai suatu keyakinan yang berbeda. Selain itu menerima pernyataan ini karena sebagai pengakuan dan menghormati hak asasi manusia (Dewan Ensiklopedi Indonesia, 1990: 3588).

Dari beberapa definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa kerukunan adalah suatu sikap atau sifat dari seseorang untuk membiarkan kebebasan kepada orang lain serta memberikan kebenaran atas perbedaan tersebut sebagai pengakuan hakhak asasi manusia. Kerukunan diartikan adanya suasana persaudaraan dan kebersamaan antara semua orang meskipun mereka berbeda secara suku, ras, budaya, agama, golongan. Kerukunan juga bisa bermakna suatu proses untuk menjadi rukun karena sebelumnya ada ketidak rukunan serta kemampuan dan kemauan untuk hidup bersama dengan damai dan tenteram (Said Agil Husain Al Munawar, 2003: 4).

Kerukunan juga diartikan sebagai kehidupan bersama yang diwarnai oleh suasana yang harmonis dan damai, hidup rukun berarti tidak mempunyai konflik, melainkan bersatu hati dan sepakat dalam berfikir dan bertidak demi mewujudkan kesejahteraan bersama. Di dalam kerukunan semua orang bisa hidup bersama tanpa ada kecurigaan, dimana tumbuh sikap saling menghormati dan kesediaan berkerja sama demi kepentingan bersama. Kerukunan atau hidup rukun adalah suatu sikap yang berasal dari lubuk hati yang paling dalam terpancar dari kemauan untuk berinteraksi satu sama lain sebagai manusia tanpa tekanan dari pihak manapun (Faisal Ismail, 2014: 5).

Dalam pengertian sehari-hari kata rukun dan kerukunan adalah damai dan perdamaian. Dengan pengertian ini dijelaskan bahwa kata kerukunan dipergunakan dan berlaku dalam dunia pergaulan. Bila kata rukun ini dipergunakan dalam konteks yang lebih luas seperti antar golongan atau antar bangsa, pengertian rukun atau damai ditafsirkan menurut tujuan, kepentingan kebutuhan masing-masing, sehingga disebut dengan kerukunan sementara, kerukunan politis dan kerukunan hakiki. Kerukunan sementara adalah kerukunan yang dituntut oleh situasi seperti menghadapi musuh bersama, bila musuh telah selesai dihadapi maka keadaan akan kembali sebagaimana sebelumnya. Kerukunan politis sama dengan kerukunan sebenarnya karena ada sementara pihak yang terdesak. Kerukunan politis biasanya terjadi dalam peperangan dengan mengadakan genjatan senjata untuk mengalur-ngalur waktu, sementara mencari kesempatan atau menyusun kekuatan.

Sedangkan kerukunan hakiki adalah kerukunan yang didorong oleh kesadaran atau hasrat bersama demi kepentingan bersama. Jadi kerukunan hakikatnya adalah kerukunan murni mempunyai nilai dan harga yang tinggi dan bebas dari segala pengaruh hipokrisi (penyimpangan). Telah dikemukakan sebelumnya bahwa kata kerukunan hanya digunakan atau berlaku hanya dalam kehidupan pergaulan kerukunan antar umat beragama bukan berarti merelatifir agama-agama yang ada melebur kepada satu totalitas (sinkrtisme agama) dengan menjadikan agama-agama yang ada itu menjadi madzhab dari agama totalitas itu melainkan sebagai cara atau sarana untuk mempertemukan, mengatur hubungan luar antara orang yang tidak seagama atau antar golongan umat beragama dalam kehidupan sosial kemasyarakatan (Said Agil Husain Al Munawar, 2003: 9).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kerukunan hidup umat beragama mengandung tiga unsur penting:pertama, kesediaan untuk menerima adanya perbrdaan keyakinan dengan orang atau kelompok lain. Kedua, kesediaan membiarkan orang lain untuk mengamalkan ajaran yang diyakninya.Dan yang ketiga, kemampuan untuk menerima perbedaan merasakan indahnya sebuah perbedaan dan mengamalkan ajarannya. Keluhuran masing-masing ajaran agama yang menjadi anutan dari setiap orang. Lebih dari itu, setiap agama adalah pedoman hidup umat manusia yang bersumber dari ajaran Tuhan.

b.     Kerukunan Beragama

1)    Pengertian Kerukunan Beragama

Kerukunan antar umat beragama adalah suatu kondisi sosial ketika semua golongan agama bisa hidup bersama tanpa menguarangi hak dasar masing-masing untuk melaksanakan kewajiban agamanya. Masing-masing pemeluk agama yang baik haruslah hidup rukun dan damai. Karena itu kerukunan antar umat beragama tidak mungkin akan lahir dari sikap fanatisme buta dan sikap tidak peduli atas hak keberagaman dan perasaan orang lain. Tetapi dalam hal ini tidak diartikan bahwa kerukunan hidup antar umat beragama memberi ruang untuk mencampurkan unsur-unsur tertentu dari agama yang berbeda , sebab hal tersebut akan merusak nilai agama itu sendiri.

Kerukunan antar umat beragama itu sendiri juga bisa diartikan dengan toleransi antar umat beragama. Dalam toleransi itu sendiri pada dasarnya masyarakat harus bersikap lapang dada dan menerima perbedaan antar umat beragama. Selain itu masyarakat juga harus saling menghormati satu sama lainnya misalnya dalam hal beribadah, antar pemeluk agama yang satu dengan lainnya tidak saling mengganggu (Wahyuddin dkk, 2009: 32).

Kerukunan beragama adalah suatu bentuk hubungan yang harmonis dalam dinamika pergaulan hidup bermasyarakat yang saling menguatkan yang diikat oleh pengendalian hidup dalam wujud:

a)     Saling hormat menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya.

b)    Saling hormat menghormati dan berkerjasama intern pemeluk agama, antar berbagai golongan agama dan umatumat beragama dengan pemerintah yang sama-sama bertanggung jawab membangun bangsa dan Negara.

c)     Saling tenggang rasa dan toleransi dengan tidak memaksa agama kepada orang lain. Dengan demikian kerukunan antar umat beragama merupakan salah satu tongkat utama dalam memelihara hubungan suasana yang baik, damai, tidak bertengkar, tidak gerak, bersatu hati dan bersepakat antar umat beragama yang berbeda-beda agama untuk hidup rukun (Alo Liliweri, 2001: 255).

Dalam pasal 1 angaka (1) peraturan bersama Mentri Agama dan Mentri Dalam No.9 dan 8 Tahun 2006 tentang pedoman pelaksanaan tugas Kepala Daerah/Wakil Daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama, dan pendirian rumah ibadat. Kerukunan antar umat beragama adalah hubungan  beragama yang berdasarkan toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengalaman ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara didalam Negara kesatuan kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Abu Tholhah. 1980: 14).

Memahami pengertian kerukunan umat beragama, tampaknya peraturan bersama di atas mengingatkan kepada bangsa Indonesia bahwa kondisi kerukunan antar umat beragama bukan hanya tercapainya suasana batin yang penuh toleransi antar umat beragama, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana mereka bisa saling berkerjasama membagun kehidupan umat beragama yang harmonis itu bukan sebuah hal yang ringan. Semua ini haarus berjalan dengan hatihati mengingat agama sangat melibatkan aspek emosi umat, sehingga sebagai mereka lebih cenderung dengan kebenaran dari pada mencari kebenaran. Meskipun sudah banyak sejumlah pedoman telah digulirkan, pada umumnya masih sering terjadi gesekan-gesekan dalam menyiarkan agama dan pembangunan rumah ibadah (Hasbullah Mursyid, dkk, 2008: 5).

2)    Tujuan Kerukunan Beragama

Dari penjelasan di atas tentang kerukunan umat beragama adalah hubungan beragama yang berdasarkan toleransi, saling mengerti, saling menghargai satu sama lain tanpa terjadinya benturan dan konflik agama. Maka pemerintah berupaya untuk mewujudkan agama agama kerukunan beragama dapat berjalan secara harmonis, sehingga bangsa ini dapat melangsungkan kehidupannya dengan baik.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka tujuan kerukunan beragama menurut Jirhaduddin (2010: 193) diantaranya ialah:

a)     Untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan keberagamaan masing-masing pemeluk agama. Masing-masing penganut agama adanya kenyataan agama lain, akan semakin mendorong untuk menghayati dan sekaligus memperdalam ajara-ajaran agamanya serta semakin berusaha untuk mengamalkannya. Maka dengan demikian keimanan dan keberagamaan masing-masing penganut agama akan dapat lebih meningkatkan lagi. Jadi semacam persaingan yang bersifat positif, bukan yang bersifat negatif. Persaingan yang sifatnya positif perlu dikembangkan.

b)    Untuk mewujudkan stabilitas nasional yang mantap dengan terwujudnya kerukunan beragama, maka secara praktis ketegangan-ketegangan yang ditimbulkan akibat perbedaan paham yang berpangkal pada keyakinan keagamaan dapat dihindari. Dapat dibayangkan kalau pertikainan dan perbedaan paham terjadi di antara pemeluk agama yang beraneka ragam ini, maka ketertiban dan keamanan nasional akan terganggu. Tapi sebaliknya kalau antar pemeluk agama sudah rukun, maka hal yang demikian akan dapat mewujudkan stabilitas nasional yang semakin mantap.

c)     Menunjang dan mensukseskan pembangunan Dari tahun ke tahun pemerintah senantiasa berusaha untuk melaksanakan dan mensukseskan pembangunan dari segala bidang. Usaha pembangunan akan sukses apabila didukung dan ditopang oleh segenap lapisan masyarakat. Sedangkan apabila umat beragama selalu bertikai, saling curiga-mencurigai tentu tidak dapat mengarahkan kegiatan untuk mendukung serta membantu pembangunan. Bahkan dapat berakibat sebaliknya, yakni bisa menghambat usaha pembangunan itu sendiri. Membangun dan berusaha untuk memakmurkan bumi ini memang sangat dianjurkan oleh agama Islam. Untuk memperoleh kemakmuran, kebahagiaan, dan kesuksesan dalam segala bidang. Salah satu usaha agar kemakmuran dan pembangunan selalu berjalan dengan baik, maka kerukunan hidup beragama perlu kita wujudkan demi kesuksesan dan berhasilnya pembangunan disegala bidang sesuai dengan apa yang telah dituangkan dalam (garis-garis besar haluan negara) GBHN.

d)    Memelihara dan mempererat rasa persaudaraan. Rasa kebersamaan dan kebangsaan akan terpelihara dan terbina dengan baik, bila kepentingan pribadi atau golongan dapat dikurangi. Sedangkan dalam kehidupan beragama sudah jelas kepentingan kehidupan agamanya sendiri yang menjadi titik pandang kegiantan.

Bila hal tersebut di atas tidak disertai dengan arah kehidupan bangsa dan negara, maka akan menimbulkan gejolak sosial yang bisa mengganggu keutuhan bangsa dan negara yang terdiri dari penganut agama yang berbeda, karena itulah kerukunan hidup beragama untuk memelihara persatuan dan kesatuan bangsa harus dikembangkan. Memelihara dan mempererat persaudaraan sesama manusia atau dalam bahasa ukhwahnya insaniah sangat diperlukan bagi bangsa yang majemuk/plural dalam kehidupan keberagamanya.

Dengan terlihatnya ukhuwah insaniah tersebut maka percekcokan dan perselisihan akan bisa teratasi.Itulah antara lain hal-hal yang hendak dicapai oleh kerukunan antar umat beragama dan hal tersebut sudah tentu menghendaki kesadaran yang sungguhsungguh dari masing-masing penganut agama itu sendiri.

3)    Menjaga Kerukunan Beragama

Menjaga kerukunan hidup antar umat beragama salah satunya dengan dialog antar umat beragama. Salah satu prasyarat terwujudnya masyarakat yang modern yang demokratis adalah terwujudnya masyarakat yang menghargai kemajemukan (pluralitas) masyarakat dan bangsa serta mewujudkannya dalam suatu keniscayaan. Untuk itulah kita harus saling menjaga kerukunan hidup antar umat beragama.

Konflik yang terjadi antar umat beragama dalam masyarakat yang multkultural adalah menjadi sebuah tantangan yang besar bagi masyarakat maupun pemerintah. Karena konflik tersebut bisa menjadi ancaman serius bagi integrasi bangsa jika tidak dikelola secara baik dan benar (Imam Syaukani, 2008: 131).

Supaya agama bisa menjadi alat pemersatu bangsa, maka kemajemukan harus dikelola dengan baik dan benar, maka diperlukan cara yang efektif yaitu dialog antar umat beragama untuk permasalahan yang mengganjal antara masing-masing kelompok umat beragama. Karena mungkin selama ini konflik yang timbul antara umat beragama terjadi karena terputusnya jalinan informasi yang benar diantara pemeluk agama dari satu pihak ke pihak lain sehingga timbul prasangka-prasangka negative (Faisal Ismail, 2014: 79).

4)    Peran Masyarakat dalam Kerukunan Beragama

Masyarakat adalah kalangan yang diharapkan berperan positif, dalam banyak bidang kehidupan bangsa dan negara di masa depan. peran masyarakat dapat disebutkan antara lain, dalam membangun kerukunan umat beragama. Sebagai masyarakat Indonesia, maka masyarakat menghadapi tantangan besar untuk bisa berperan aktif dalam pengelolaan kemajemukan keagamaan, sehingga kemajemukan keagamaan bukan menjadi suatu ancaman yang bisa mendisintegrasi bangsa dan negara, melainkan suatu kekayaan sosio-kultural yang berfungsi integratif dan inspiratif bagi kemajuan bangsa di masa depan (Nurcholish Madjid, 1998: 241).

Untuk dapat berperan aktif, masyarakat perlu mengedepankan nasionalisme keindonesiaan mereka, sebagai warga negara Indonesia dan patriot bangsa. Nasionalisme keindonesiaan harus berada di atas primordialisme keagamaan apapun, bahkan harus menjadi pengendali dan rem bagi dorongan-dorongan primordial keagamaan, dan dorongan-dorongan primordial lainnya (kesukuan, kedaerahan, dan kebudayaan).

Harus diingat bahwa nasionalisme keindonesiaan, bukanlah hal yang asing bagi masyarakat Indonesia yang lahir dan hidup di bagian manapun dari negara kepulauan Indonesia yang luas, mengingat kaum muda Indonesia telah pernah mengikrarkan nasionalisme keindonesiaan. Peran historis kaum muda Indonesia dalam membangun nasionalisme keindonesiaan, seharusnya dapat membantu pemerintah menjalankan pemerintahan di seluruh Indonesia, dengan berlandaskan pada UUD 45 dan Pancasila (Sumardi, 2013: 36).

Masyarakat harus ikut mempertahankan Indonesia sebagai negara Pancasila, Bentuk NKRI sebagai negara berideologi Pancasila dan ber-UUD 45 adalah satu-satunya bentuk yang paling masuk akal, dan paling setia pada sejarah bagi setiap usaha membangun kerukunan antarumat beragama. Untuk dapat membuat kemajemukan keagamaan sebagai sebuah unsur pemersatu dan penginspirasi bangsa, setiap orang beragama di Indonesia, apapun agamanya, perlu memandang agamanya sebagai unsur pelengkap bagi agama lainnya, unsur yang potensial dapat saling memperkaya, baik dalam doktrin keagamaan maupun dalam praktek kehidupan beragama. Untuk dapat memandang setiap agama sebagai sebuah pelengkap bagi agama lainnya yang berbeda, masyarakat yang berjiwa dinamis dan yang menjalani suatu pergaulan yang ramah dan terbuka ini adalah sebuah peluang atau kesempatan yang diberikan oleh Allah SWT, untuk dipakai bagi pencapaian kesatuan dan persatuan serta persaudaraan universal, antar semua orang dalam dunia ini.

لَكُمۡ دِينُكُمۡ وَلِيَ دِينِ

Artinya: “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku” (QS. Al-Kafirun: 6).

 

c.           Faktor-faktor Kerukunan Beragama

1)     Faktor-faktor terjadinya Kerukunan Beragama

Toleransi menuju kerukunan toleransi berasal dari bahasa Inggris, Tolerance. Menurut Webster’s New American Dictionary (halaman 1050) arti tolerance adalah liberty to ward the opinions of others diartikan dalam bahasa Indonesia artinya (lebih kurang) adalah: memberi kebebasan (membiarkan) pendapat orang lain dan berlaku sabar menghadapi orang lain. Dalam bahasa Arab toleransi adalah tasamuh, artinya membiarkan sesuatu untuk dapat saling mengizinkan, saling memudahkan.

Kamus Umum Indonesia mengertikan toleransi itu sebagai sikap atau sikap menenggang, dalam makna menghargai, membiarkan, membolehkan pendirian, pendapat, kepercayaan, kelakuan yang lain dari yang dimiliki oleh seseorang atau yang bertentangan dengan pendirian seseorang. Sikap itu harus ditegakkan dalam pergaulan sosial terutama antara anggota-anggota masyarakat yang berlainan pendirian, pendapat dan keyakinan. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa toleransi adalah sikap lapang dada terhadap prinsip orang lain, tanpa mengorbankan diri sendiri (M Daud Ali, dkk. 2000: 80).

Pada umumnya toleransi diartikan sebagai pemberian kebebasan kepada sesama manusia atau kepada sesama warga masyarakat untuk menjalankan keyakinan atau mengatur hidupnya dan menentukan nasibnya masing-masing, selama di dalam menjalankan dan menentukan sikap itu tidak bertentangan dengan syarat-syarat terciptanya ketertiban dan perdamaian masyarakat (Umar Hasyim, 1999: 22).

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa toleransi adalah suatu sikap yang memberi kebebasan kepada orang lain tanpa ada unsur paksaan dan memberikan kebenaran atas perbedaan tersebut sebagai pengakuan hak-hak asasi manusia. Jelas bahwa toleransi terjadi dan berlaku terhadap perbedaan prinsip, dan menghormati perbedaan atau prinsip orang lain tanpa mengorbankan prinsipnya sendiri. Dengan kata lain, pelaksanaanya hanya pada aspek-aspek yang detail dan teknis bukan dalam persoalan yang prinsipil.

Toleransi dalam pergaulan hidup antar umat beragama yang didasarkan kepada setiap agama menjadi tanggung jawab pemeluk agama itu sendiri dan mempunyai bentuk ibadat (ritual) dengan sistem dan cara tersendiri yang ditaklifkan (dibebankan) serta menjadi tanggung jawab orang yang memeluknya atas dasar itu, maka toleransi dalam pergaulan hidup antar umat beragama bukanlah toleransi dalam masalah-masalah keagamaan, melainkan perwujudan sikap keberagamaan pemeluk suatu agama dalam pergaulan hidup antar orang yang tidak seagama, dalam masalah-masalah kemasyarakatan atau kemaslahatan umum.

Rahmad Asri Pohan (2014: 269) ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya kerukunan antar umat beragama yaitu:

a)     Memperkuat dasar-dasar kerukunan internal dan antar umat beragama, serta antar umat beragama dengan pemerintah.

b)    Membangun harmoni sosial dan persatuan nasional dalam bentuk upaya mendorong dan mengarahkan seluruh umat untuk hidup rukun dalam bingkai teologi dan implementasi dalam menciptakan kebersamaan dan sikap toleransi.

c)     Menciptakan suasana kehidupan beragama yang kondusif dalam rangka memantapkan pendalaman dan penghayatan agama serta pengalaman agama yang mendukung bagi pembinaan kerukunan hidup intern dan antar umat beragama.

d)    Melakukan eksplorasi secara luas tentang pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dari seluruh keyakinan plural umat manusia yang fungsinya dijadikan sebagai pedoman bersama dalam melaksanakan prinsip-prinsip berpolitik dan berinteraksi sosial satu sama lainya dengan memperlihatkan adanya sikap keteladanan.  Dari sisi ini maka kita dapat mengambil hikmah bahwa nilai-nilai kemanusiaan itu selalu tidak formal akan mengantar nilai pluralitas kearah upaya selektifitas kualitas moral seseorang dalam komunitas masyarakat mulya (makromah), yakni komunitas warga memeliki kualitas ketaqwaan dan nila-nilai solidaritas sosial.

e)     Melakukan pendalaman nilai-nilai spiritual yang implementatif bagi kemanusiaan yang mengarahkan kepada nilai-nilai ketuhanan, agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan nilai-nilai sosial kemasyatakatan maupun sosial agama.

f)     Menempatkan cinta dan kasih dalam kehidupan umat beragama dengan cara menghilangkan rasa saling curiga terhadap pemeluk agama lain, sehingga akan tercipta suasana kerukunan yang manusiawi tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu.

g)    Menyadari bahwa perbedaan adalah suatu realita dalam kehidupan bermasyarakat, oleh sebab itu hendaknya hal ini dijadian mozaik yang dapat memperindah fenomena kehidupan beragama.

 2)     Faktor-faktor Penghambat Kerukunan Beragama

Dalam perjalanannya menuju kerukunan umat beragama selalu diiringi dengan beberapa faktor, adanya yang beberapa diantara bersinggung secara langsung dimasyarakat, ada pula terjadi akibat akulturasi budaya yang terkadang berbenturan dengan aturan yang berlaku di dalam agama itu sendiri.

Faktor-faktor penghambat kerukunan umat beragama antara lain:

a)     Pendirian rumah ibadah: Apabila dalam mendirikan rumah ibadah tidak melihat situasi dan kondisi umat beragama dalam kacamata stabilitas sosial dan budaya masyarakat setempat maka akan tidak menutup kemungkinan menjadi biang dari pertengkaran atau munculnya permasalahan umat beragama.

b)    Penyiaran agama: Apabila penyiaran agama bersifat agitasi dan memaksakan kehendak bahwa agama sendirilah yang paling benar dan tidak mau memahami keberagamaan agama lain, maka dapat memunculkan permasalahan agama yang kemudian akan menghambat kerukunan antar umat beragama, karena disadari atau tidak kebutuhan akan penyiaran agama terkadang berbenturan dengan aturan kemasyarakatan.

c)     Perkawinan beda agama: Perkawinan beda agama disinyalir akan mengakibatkan hubungan yang tidak harmonis, terlebih pada anggota keluarga masing-masing pasangan berkaitan dengan perkawinan, warisan dan harta benda, dan yang paling penting adalah keharmonisan yang tidak mampu bertahan lama di masingmasing keluarga.

d)    Penodaan agama: Melecehkan atau menodai dokterin suatu agama tertentu. Tindakan ini sering dilakukan baik perorangan atau kelompok. Meski dalam skala kecil, baru-baru ini bepenodaan agama banyak terjadi baik dilakukan oleh umat agama sendiri maupun dilakukan oleh umat agama lain yang menjadi provokatornya.

e)     Kegiatan aliran sempalan: Suatu kegiatan yang menyimpang dari suatu ajaran yang sudah diyakini kebenarannya oleh agama tertentu hal ini terkadang sulit di antisipasi oleh masyarakat beragama sendiri, pasalnya akan menjadikan rancuh diantara menindak dan menghormati perbedaan keyakinan yang terjadi didalam agama ataupun antar agama.

f)     Berebut kekuasaan: Saling berebut kekuasaan masing-masing agama saling berebut anggota/jamaat dan umat, baik secara intern, antar umat beragama, maupun antar umat beragama untuk memperbanyak kekuasaan.

g)    Beda pentafsiran: Masing-masing kelompok dikalangan antar umat beragama, mempertahankan masalah-masalah yang prinsip, misalnya dalam perbedaan penafsiran terhadap kitab suci dan ajaran-ajaran keagamaan lainya dan saling mempertahankan pendapat masing-masing secara fanatik dan sekaligus menyalahkan yang lainya.

h)    Kurang kesadaran: Masih kurang kesadaran di antar umat beragama dari kalangan tertentu menggap bahwa agamanya yang paling benar, misalnya di kalangan umat Islam yang dianggap lebih memahami agama dan masyarakat Kristen menggap bahwa di kalangannya benar.

Ada beberapa langkah-langkah yang akan diambil dalam menjaga kerukunan hidup beragama. yaitu:

a)     Para pembina formal yaitu aparatur pemerintah dan para pembina non formal yakni tokoh agama dan tokoh masyarakat merupakan komponen penting dalam pembinaan kerukunan  beragama.

b)    Masyarakat beragama  yang sangat heterogen perlu ditingkatkan sikap mental dan pemahaman terhadap ajaran agama serta tingkat kedewasaan berfikir agar tidak menjurus ke sikap primoral.

c)     Peraturan pelaksanaan yang mengatur kerukunan hidup umat beragama perlu dijabarkan dan disosialisasikan agar bisa bisa dimengerti oleh seluruh lapisan masyarakat dengan demikian diharapkan tidak terjadi kesalah pahaman dalam penerapan baik oleh aparat maupun oleh masyarakat, akibat adanya kurang informasi atau saling pengertian diantara sesama umat beragama.

d) Perlu adanya pemantapan fungsi terhadap wadah-wadah musyawarah antar umat beragama untuk menjembatani kerukunan antar umat beragama

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kelas XI Bab 2 Hidup Nyaman dengan Perilaku Jujur

Tari Lenggang Patah Sembilan: Tari Klasik Kesultanan Serdang di Sumatra Utara

Metode dan Teknik Pembelajaran diposkan oleh Sapri