Metode Pembelajaaran dalam Menghafal Alquran

Pembelajaran menghafal Al-Qur‟an, tentu tidak sama dan semudah mengajar pelajaran lainnya. Oleh karena itu, perlu digunakan metode lain dalam membelajarkannya. Metode merupakan salah satu hal yang penting dalam mendidik menghafal Al-Qur‟an. Ada banyak metode yang dapat dikembangkan dalam rangka mencari alternatif untuk mendidik menghafal Al-Qur‟an. Berikut terdapat metode menghafal Al-Qur‟an menurut Ahsin W. Al-Hafiz: a. Metode Wahdah   Metode wahdah yaitu anak menghafal satu per satu ayat-ayat yang akan dihafal. Pada tahap awal, setiap ayat bisa dibaca sebanyak sepuluh kali atau dua puluh kali atau lebih, sehingga peroses ini mampu membentuk pola dalam bayangannya. Dengan demikian, anak akan mampu mengkondisikan ayat-ayat yang dihafalkannya, bukan hanya dalam bayangannya, tetapi hingga benar-benar membentuk gerak refleks
pada lisannya. 
           Setelah benar-benar hafal, dilanjutkan pada ayat berikutnya dengan cara yang sama. Demikian seterusnya hingga mencapai satu halaman dan dilanjutkan menghafalkan urutan-urutan ayat yang telah dihafal b. Metode Kitabah (Menulis) Pada metode kitabah, orang tua atau pembimbing terlebih dahulu menulis pada kertas ayat-ayat yang akan dihafal oleh anak. Setelah lancar, dilanjutkan dengan menghafal ayat-ayat tersebut. Adapun ketika menghafal, yakni dilakukan dengan menggunakan metode wahdah. c. Metode Sima’i (Mendengar)  Metode sima’i adalah mendengar bacaan ayat-ayat Al-Qur‟an yang akan dihafal. Metode ini sangat efektif bagi anak yang mempunyai daya ingat yang tinggi, terutama bagi anak-anak yang belum bisa membaca Al-Qur‟an. d. Metode Gabungan  Metode ini merupakan gabungan antara metode wahdah dan metode kitabah. Hanya saja, kitabah di sini memiliki fungsi sebagai uji coba terhadap ayat-ayat yang telah dihafal. Urutannya, setelah menghafal, anak diperintahkan untuk menulis ayat-ayat yang telah dihafalkan. Jika ia telah mampu mereproduksi kembali ayat-ayat yang telah dihafalkan dalam bentuk tulisan, maka ia dapat melanjutkan hafalan ke ayat-ayat  berikutnyae. Metode Jama’ yang dimaksud dengan metode jama’ adalah cara menghafal yang dilakukan secara kolektif, yakni ayat yang dihafal dibaca secara bersama-sama yang dipimpin oleh seorang guru. Kemudian anak-anak menirukan secara bersama-sama dengan cara melihat mushaf. Hal ini dilakukan secara berulang-ulang. 
               Setelah semua anak hafal ayat-ayat tersebut, dapat dilanjutkan pada ayat-ayat berikutnya.        Adapun metode belajar tahfidz Al-Qur‟an menurut H. Abdul Aziz Mudzakir, S.Pd.I Al-Hafizh selaku pimpinan pesantren Tahfidz khusus anak al-Azka: a. Metode Musyafahah (face to face) Pada prinsipnya metode ini dapat dilakukan melalui tiga cara: 1) Guru membaca kemudian murid mendengarkan dan sebaliknya. 2) Guru membaca dan murid hanya mendengarkan. 3) Murid membaca dan guru mendengarkan. b. Metode Resitasi Guru memberi tugas kepada murid untuk menghafal beberapa ayat atau halaman sampai hafal, kemudian murid  membaca hafalan tersebut di hadapan guru. c. Metode Takrir Murid mengulang-ulang hafalan yang telah diperolehnya, kemudian membaca hafalan tersebut di hadapan guru untuk kemudian dikoreksi. d. Metode Mudarrosah        Murid diarahkan untuk menghafal secara bergantian dan berurutan. Sambil menunggu giliran, santri yang lain dalam kondisi mendengarkan atau menyimak murid yang sedang mendapat giliran. Dalam prakteknya, ada tiga cara dalam menggunakan metode mudarrosah yaitu, Mudarrosah ayatan, Mudarrosah perhalaman (pojokan), Mudarrosah perempatan (seperempat juz). e. Metode Tes
 Metode ini digunakan untuk mengetahui ketepatan dan kelancaran hafalan murid dengan menyetorkan hafalan kepada seorang pembimbing, ustadz, atau yang ditunjuk sebagai penguji.     Dalam pembelajaran tahfidz Al-Qur‟an yang dilaksanakan di SMP IT Al-Mughni menggunakan metode talaqqi dalam menghafal Al-Qur‟an. Pembelajaran tahfidz Al-Qur‟an melalui metode talaqqi, peserta didik dapat membaca ayat yang akan dihafalkan terlebih dahulu, hingga benar dalam melafalkannya. Apabila peserta didik telah dapat melafalkannya dengan benar, masing-masing peserta didik diberikan waktu untuk menghafalkan ayat-ayat Al-Qur‟an. Peserta didik menghafalkan satu ayat atau satu baris dengan cara diulang-ulang, sebelum peserta didik dapat menghafalnya peserta didik tidak dianjurkan untuk menambah hafalan. Cara lain yang dapat membantu peserta didik dalam menghafal, peserta didik dapat mendengarkan murattal Al-Qur‟an dan memakai hafalan surat dalam shalat.
         Untuk mencapai tujuan dalam pembelajaran peserta didik harus mempunyai pendukung eksternal maupun internal, agar dapat mencapai tujuan pembelajaran. Terutama dalam pembelajaran tahfidz Al-Qur‟an, karena dalam menghafal Al-Qur‟an, diperlukan dukungan yang kuat dari eksternal maupun internal. Namun dalam pembelajaran peserta didik akan menemukan hambatan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Berikut adalah
          faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pembelajaran tahfidz AlQur‟an:
a. Faktor pendukung dalam pembelajaran menghafal Al-Qur‟an 1) Faktor kesehatan Kesehatan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi orang yang akan menghafalkan Al-Qur‟an. Jika tubuh sehat maka proses menghafalkan akan menjadi lebih mudah dan cepat tanpa adanya penghambat dan batas waktu menghafal pun menjadi relatif lebih cepat. 2) Faktor psikologis Kesehatan yang diperlukan oleh orang yang akan menghafalkan Al-Qur‟an tidak hanya dari segi kesehatan lahiriah, namun dari segi psikologinya. Karena orang yang akan menghafalkan sangat membutuhkan ketenangan jiwa, baik dari segi pikiran maupun hati.  3) Faktor kecerdasan  Kecerdasan merupakan salah satu faktor pendukung dalam menjalani proses menghafalkan Al-Qur‟an. Setiap individu mempunyai kecerdasan yang berbeda-beda. Sehingga, cukup mempengaruhi terhadap proses hafalan yang dijalani. 4) Faktor motivasi Orang yang akan menghafalkan Al-Qur‟an, pasti sangat membutuhkan motivasi dari orang-orang terdekat, kedua orang tua, keluarga, dan sanak kerabat. Dengan adanya motivasi, akan lebih bersemangat dalam menghafal Al-Qur‟an. 5) Intelegensi: Faktor intelegensi merupakan bawaan sejak lahir dan akan terus konstan sepanjang hidup seseorang. Intelegensi atau kecerdasan akan mendukung proses dalam menghafal. Semakin tinggi tingkat intelegensi seseorang, semakin mudah ia dalam menghafal. Semakin mudah yang dimaksud adalah lebih mudah dalam menghafal daripada seseorang yang mempunyai tingkat intelegensi lebih rendah darinya. 6) Lingkungan: Dalam menghafal Al-Qur‟an, lingkungan patut menjadi perhatian. Lingkungan yang kondusif, baik untuk menghafal atau pun muraja’ah Al-Qur‟an. Sebagai manusia yang merupakan makhluk sosial, tidak dipungkiri bahwa lingkungan mempunyai peran penting dalam pembentukan kebiasaan dan kepribadian seseorang.\

b. Faktor penghambat dalam pembelajaran menghafal Al-Qur‟an        
Dalam menghafal Al-Qur‟an menjadi sebuah kemestian adanya cobaan dan ujian dalam proses menghafal, hal ini para penghafal AlQur‟an akan mengalami kegagalan jika tidak mampu melewatinya. Berikut hambatan yang sering terjadi, anatara lain: 1) Malas, tidak sabar, dan berputus asa Malas adalah kesalahan yang jamak dan sering terjadi. Tidak terkecuali dalam menghafal Al-Qur‟an. Karena setiap hari harus bergelut dengan rutinitas yang sama. Rasa bosan akan menimbulkan kamalasan dalam diri untuk menghafal dan muraja’ah Al-Qur‟an. 2) Tidak bisa mengatur waktu        Seorang penghafal Al-Qur‟an dituntut lebih pandai mengatur waktu dalam menggunakannya, baik untuk urusan dunia dan terlebih untuk hafalannya. 3) Sering lupa: Hal ini dapat terajadi pada siapa pun dan kapan pun, yang terpenting adalah bagaimana kita terus berusaha dan menjaga hafalan tersebut, yaitu dengan cara banyak muraja‟ah
Adapun cara menghafal Alquran tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a.       Cara pengulangan ganda. Startegi pengulangan ganda dilakukan untuk mencapai tingkat hafalan yang baik. Karena pada dasarnya Ayat-ayat al-Qur’an itu walaupun mudah dihafal namun juga cepat hilangnya. Maka, supaya Ayat-ayat al-Qur’an tidak lepas harus diulang secara terus menerus hingga santri benar-benar hafal.
Selanjutnya menurut Ahsin W (1994: 68), pengulangan ganda yang dimaksud adalah jika pada waktu pagi hari telah mendapatkan hafalan satu muka, maka pada sore harinya di ulang kembali sampai pada tingkat hafalan yang mantap. Semakin banyak pengulangan, maka semakin kuat peletakan hafalan itu dalam ingatan. Lisan pun akan membentuk gerak reflek untuk menghafalnya.
b.      Pembelajaran Langsung. Pembelajaran langsung yang dilakukan di Asrama Pendidikan Tahfidz dilakukan dengan penguatan-pengatan hafalan santri. Dengan pembelajaran langsung inilah dapat menguatkan hafalan santri baik dari segi bacaan maupun kefasihan dalam menghafal. Pembelajaran langsung ini dilakukan dalam rang membekali ilmu tajwid, makhrijul huruf dan nadhom al-Qur’an
c.       Memantapkan bacaan yang dihafal. Sebelum disetorkan para santri memantapkan bacaannya dengan cara saling menyimakkan hafalan sesama santri, kemudian baru disimakkan kepada ustad/dzah agar pada saat setoran hafalan bacaan ayat al-Qur’an yang dihafal telah benar-benar tartil dan fasih.
d.      Memahami ayat-ayat yang dihafal. Agar dapat mengahafal dengan cepat asrama Pendidikan Tahfizd Qur’an selalu menekankan kepada santri untuk memahami makna ayat-ayat al-Qur’an yang hendak dihafal. Maka, dari itu disarankan menggunakan mushaf yang ada terjemahnya.
e.       Target hafalan. Memberikan target hafalan merupakan suatu yang harus dilakukan agar dapat mengetahui sejauh mana hasil yang diperoleh oleh santri yang menghafal al-Qur’an di Asrama Pendidikan Tahfidz Qur’an Pontianak. Target yang diberikan di Asrama tersebut sesuai dengan tingkatan untuk anak-anak atau pemula yang yang menghafal juz 29-30, targetnya dengan 3 sampai 5 surah dalam satu hari. Sedangkan untuk tingkatan dewasa setengah sampai satu haaman dalam satu hari.
f.        Menggunakan mushaf khusus. Dalam menghafal al-Qur’an santri diiharapkan menggunakan mushaf khusus dan tidak boleh gonta-ganti mushaf. keistiqomahan menggunakan mushaf yang khusus untuk dihafal memudahkan santri tahfidz qur’an dalam mencapai target hafalan yang telah ditentukan.
g.      Di setorkan kepada ustad/ guru. Dalam menghafal terutama di Asrama Pendidikan Tahfidz Qur’an memberlakukan setoran setiap ba’da ashar hingga menjelang shalat Magrib. Dengan pembelakuan setoran wajib harian bagi santri dapat meningkatkan semangat para santri untuk selalu menghafal al-Qur’an.
Menghafal al-Qur’an memerlukan adanya bimbingan yang terus menerus dari seorang pengampu, baik untuk menambah setoran hafalan baru atau untuk mengulang kembali ayat-ayat yang telah disetorkannya terdahulu. Menghafal al-Qur’an dengan sistem setoran kepada pengampu akan lebih baik dibanding dengan menghafal sendiri dan jug akan memberikan hasil yang berbeda.
Pemilihan cara pembelajaran yang tepat akan menentukan tingkat keberhasilan belajar peserta didik, namun tidak setiap cara pembelajaran dapat diterapkan begitu saja tanpa mengindahkan beberapa faktor. Sukmadinata (2004: 151-154) mengemukakan empat faktor yang harus diperhatikan guru dalam memilih cara pembelajaran, yaitu tujuan pembelajaran, karakteristik mata pelajaran, kemampuan peserta didik, dan kemampuan pendidik.
Dalam pembelajaran Tahfidz al-Qur’an cara pembelajaran merupakan suatu hal yang urgen agar siswa dapat termotivasi dan dapat meningkatkan hafalannya. Sebagaimana halnya menurut Ahsin Wijaya Hafidz (2005: 67), cara dalam menghafal al-Qur’an ialah sebagai berikut:
a.       Cara pengulangan ganda
b.      Tidak beralih pada ayat berikutnya, sebelum benar-benar hafal
c.       Memperhatikan ayat-ayat serupa
d.      Menghafal Urut-urutan ayat yang dihafalnya dalam satu kesatuan jumlah setelah benar-benar hafal ayat-ayatnya
e.       Menggunakan satu jenis mushaf
f.        Memahami (pengertian) Ayat-Ayat yang Dihafalnya
g.      Disetorkan pada seorang pengampu

Hal senada juga disampaikan Ahmad Rifa’I (2013: 54) menghafal al-Qur’an merupakan suatu pekerjaan sekaligus tugas yang sangat mulia, karena orang-orangyang menghafal al-Qur’an ialah manusia yang terpilih oleh Allah SWT. Namun untuk mewujudkan itu semua itu sangat berat. Maka diperlukan kesabaran dan kerja keras untuk mencapainya. Diperlukan cara untuk bisa menjaga al-Qur’an yang meliputi:
a.       Target Hafalan
b.      Meluruskan bacaan
c.       Memantapkan bacaan lama
d.      Menggunakan mushaf khusus hafalan
e.       Memperhatikan ayat yang serupa
f.        Memahami isi
g.      Pengaturan waktu dan tempat yang tepat

Melihat pendapat-pendapat di atas tergambarlah bahwa startegi-cara pembelajaran yang diterapkan di Asrama Pendidikan Tahfidz Qur’an Pontianak mengambil dari pendapat Ahsi W al-Hafidz dan Ahmad Rifa’i. Cara-cara yang dilakukan diterapkan di Asrama Pendidikan Tahfidz Qur’an tersebut dapat mempermudah santri dalam menghafal al-Qur’an. Seluruh cara ini harus dilakukan dengan baik agar proses menghafal al-Qur’an dapat berjalan dengan baik dan lancar.
Setelah kita mengetahui berbagai jenis cara pembelajaran di atas, dapat diketahui bahwa secara umum tidak ada satu cara pembelajaran yang dianggap lebih baik dibandingkan dengan cara pembelajaran yang lain. Kualitas baik tidaknya suatu cara pembelajaran bisa dilihat dari efektif tidaknya cara tersebut dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.

Metode Two Stay Two Stray merupakan metode  pembelajaran kooperatif yang memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain. Banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu, padahal pada kenyataan hidup di luar sekolah, manusia itu saling membutuhkan satu dengan yang lainnya (Lie, 2010: 62). Pada pembelajaran dengan metode  ini siswa diajarkan untuk secara aktif melakukan diskusi secara berkelompok dan bekerjasama membahas sebuah permasalahan.

Ada banyak metode dalam pembelajaran salah satunya adalah metode  pembelajaran Two Stay Two Stray. Kelebihan metode  pembelajaran Two Stay Two Stray ini dalam diskusi yakni siswa dapat aktif selama pembelajaran dan lebih menguasai permasalahan yang didiskusikan. Pelaksanaannya dilakukan dengan membentuk kelompok yang masing-masing anggota terdiri dari empat siswa dengan kemampuan yang heterogen. santri akan merasa memiliki tanggung jawab dan ketertarikan untuk melaksanakan kegiatan ini. Santri juga lebih berwawasan luas, mempunyai ide, dan aktif mengungkapkan pikiran dan gagasan mereka

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kelas XI Bab 2 Hidup Nyaman dengan Perilaku Jujur

Tari Lenggang Patah Sembilan: Tari Klasik Kesultanan Serdang di Sumatra Utara

Metode dan Teknik Pembelajaran diposkan oleh Sapri