Peran tenaga kependidikan di sekolah
Sebelum kita bahas tenaga kependidikan kita bahasaterlebih dahulu apa itu peran. Pengertian Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan
posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara informal.
Peran didasarkan pada preskripsi ( ketentuan ) dan harapan peran yang
menerangkan apa yang individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi
tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang
lain menyangkut peran-peran tersebut.
kependidikan merupakan tenaga profesional yang
bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian
dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
(UU No.20 THN 2003, PSL 39 (2)
Tenaga Kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. (UU No. 20 tahun 2003 pasal 1 (BAB 1 Ketentuan umum)
Tenaga Kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. (UU No. 20 tahun 2003 pasal 1 (BAB 1 Ketentuan umum)
Struktur Peran
Struktur peran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
Struktur peran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Peran Formal (
Peran yang Nampak Jelas )
Yaitu sejumlah perilaku yang bersifat homogen. Peran formal yang standar terdapat dalam keluarga. Peran dasar yang membentuk posisi sosial sebagai suami-ayah dan istri-ibu adalah peran sebagai provider ( penyedia ); pengatur rumah tangga; memberikan perawatan; sosialisasi anak; rekreasi; persaudaraan ( memelihara hubungan keluarga paternal dan maternal ); terapeutik; seksual.
Yaitu sejumlah perilaku yang bersifat homogen. Peran formal yang standar terdapat dalam keluarga. Peran dasar yang membentuk posisi sosial sebagai suami-ayah dan istri-ibu adalah peran sebagai provider ( penyedia ); pengatur rumah tangga; memberikan perawatan; sosialisasi anak; rekreasi; persaudaraan ( memelihara hubungan keluarga paternal dan maternal ); terapeutik; seksual.
Peran Informal ( Peran Tertutup
)
Yaitu suatu peran yang bersifat implisit ( emosional ) biasanya tidak tampak ke permukaan dan dimainkan hanya untuk memenuhi kebutuhan emosional individu dan untuk menjaga keseimbangan dalam keluarga, peran-peran informal mempunyai tuntutan yang berbeda, tidak terlalu dan didasarkan pada atribut-atibut kepribadian anggota keluarga individual. Pelaksanaan peran-peran informal yang efektif dapat mempermudah pelaksanaan peran-peran formal.
Yaitu suatu peran yang bersifat implisit ( emosional ) biasanya tidak tampak ke permukaan dan dimainkan hanya untuk memenuhi kebutuhan emosional individu dan untuk menjaga keseimbangan dalam keluarga, peran-peran informal mempunyai tuntutan yang berbeda, tidak terlalu dan didasarkan pada atribut-atibut kepribadian anggota keluarga individual. Pelaksanaan peran-peran informal yang efektif dapat mempermudah pelaksanaan peran-peran formal.
Variabel-variabel yang
Mempengaruhi Struktur Peran
Menurut Komarovsky (1964) di dalam Friedman, M (1998) dalam studi kualitatifnya
tentang pekerja terampil berkerah putih dan pekerja kasar, dalam keluarga
mereka ditemukan bahwa semakin tinggi pendidikan suami, semakin besar keakraban
dan persahabatan dalam perkawinan. Sedangkan kelas sosial sendiri dapat
di bagi menjadi Keluarga Kelas 9 Bawah dan Keluarga Kelas
Menengah (Friedman, M, 1998 : 303-304 )
Peran
Tenaga Kependidikan, yaitu :
a. Membantu
dalam mengelola lembaga pendidikan.
b. Membantu
merencanakan suatu rancangan pendidikan.
c. Membantu
memfasilitasi kegiatan pendidikan.
d. Membantu
mengamankan lingkungan pendidikan.
e. Membantu
menciptakan suasana yang asri dan nyaman lingkungan pendidikan.
2. Fungsi
Tenaga Kependidikan, yaitu :
a. Menjamin
kelangsungan sebuah sistem pendidikan.
b. Memonitori
sebuah sistem dalam lembaga pendidikan.
c. Memberikan
fasilitas kepada pendidik dan peserta didik dalam menjalankan suatu aktifitas
pendidikan.
d. Memberikan
kenyamanan dan keamanan lingkungan pendidikan.
e. Mengatur
sebuah proses kependidikan dalam sebuah lembaga.
B. Posisi
dan Kriteria Tenaga Pendidik
1. Posisi
tenaga pendidik antara lain :
a. Sebagai
pemberi ilmu pengetahuan dan pembelajaran moral bagi peserta didiknya.
b. Sebagai
orang tua pengganti ketika berada dilingkungan pendidikan.
c. Sebagai
spiritual father, yang membimbing peserta didiknya berakhlak mulia.
d. Dalam
islam, pendidik menempati posisi/kedudukan yang tinggi dibanding dengan
syuhada.
e. Sebagai
orang yang patut dihormati terutama oleh peserta didiknya karena jasanya yang
sangat mulia.
f. Sebagai
posisi strategis untuk mewariskan peradaban yang lebih baik.
2. Kriteria
tenaga pendidik/guru antara lain :
a. Guru
harus berijazah.
b. Guru harus sehat jasmani
dan rohani.
c. Guru
harus bertakwa kepada Tuhan YME dan berkelakuan baik.
d. Guru haruslah orang yang
bertanggung jawab.
e. Guru
di Indonesia harus berjiwa nasional.
Ada
syarat-syarat/kriteria lain bagi seorang pendidik :
a. Harus
adil dan dapat dipercaya.
b. Sabar,
rela berkorban dan menyayangi peserta didik.
c. Memiliki
kewibawaan dan tanggung jawab akademis.
d. Bersikap
baik pada semua kalangan terutama masyarakat sekitar.
e. Berwawasan
luas dan mengusai pelajaran yang dibinanya.
f. Harus
pandai berintrospeksi diri dan berlapang dada.
Harus berupaya
meningkatkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi (Hamzah B. Uno, 2008: 29-30).
Pengertian Tenaga Kependidikan
Menurut Ahlinya
Tenaga kependidikan dalam beberapa kepustakaan
disebut dengan nama atau istilah yang berbeda-beda. Sutisna (1983) menyebut
dengan istilah personil, Engkoswara (1987) menyebut dengan istilah sumber daya
insani, Wijono (1989) menyebut dengan istilah ketenagaan sekolah, Harris, dkk
(1979) menyebut dengan istilah personel, kemudian Makmun (1996) menyebut dengan
istilah tenaga kependidikan, sedangkan kalau melihat Peraturan Pemerintah No.
38 Tahun 1992 yang mengatur tentang tenaga kependidikan di Indonesia, dan
Undang-undang RI. No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyebutnya dengan istilah tenaga kependidikan.
Dari berbagai istilah yang berkaitan dengan
tenaga kependidikan tersebut secara konseptual dan teoritik semuanya memang
benar dalam arti dapat diterima, lebih-lebih istilah tenaga kependidikan yang
memiliki landasan hukum, yaitu Undang-undang RI. No. 20 Tahun 2003 tampaknya
akan lebih tepat. Namun perlu diketahui bahwa dalam manajemen juga dikenal dan
digunakan istilah secara lebih umum, yaitu istilah sumber daya manusia.
Kemudian dalam kaitannya dengan tulisan di buku ini, maka istilah yang
digunakan barangkali dan bisa jadi istilah-istilah tersebut akan digunakan
secara silih berganti, karena pada dasarnya adalah sama saja.
Persoalannya yang muncul dan perlu dibahas
adalah siapakah yang dimaksud dengan tenaga kependidikan. Menurut ketentuan
umum Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
khususnya pasal 1 (5) tenaga kependidikan yang dimaksud adalah anggota
masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelengaraan
pendidikan. Dalam pasal 1 (6) tersebut juga dijelaskan pendidik adalah tenaga
kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar,
widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan yang lainnya yang
sesuai dengan kekhususannya, serta partisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan.
Berdasarkan pada bunyi pasal 1 (5) dan (6)
Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tersebut dapatlah diketahui bahwa tenaga
kependidikan tersebut adalah memiliki makna dan cakupan yang jauh lebih luas
dari pendidik. Bisa jadi yang dimaksud termasuk dengan tenaga kependidikan
tersebut di samping pendidik, seperti guru, dosen, konselor, pamong belajar,
widyaiswara, tutor, instruktur, dan fasilitator, adalah juga termasuk kepala
sekolah, direktur, ketua, rektor, pimpinan PLS, penilik, pengawas, peneliti,
pengembang bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar,
penguji dan yang lainnya.
Semua jenis sumberdaya manusia atau tenaga
kependidikan tersebut penting untuk dibahas dalam kajian ini karena sangat
bermanfaat tidak saja untuk kepentingan dalam pengembangan keilmuan atau dalam
bidang teoritik akademik, tetapi yang lebih penting adalah untuk kepentingan
praktis dalam rangka dapat mengkontribusi pelaksanaan pengembangan tenaga
kependidikan khususnya kepala sekolah yang dianggap ideal. Memang demikianlah
kenyataannya sumber daya manusia tersebut dalam segala fungsi dan perannya
sangat penting bagi pencapaian tujuan suatu organisasi termasuk dalam bidang
pendidikan. Sebab kebijakan dalam pengelolaan sumbedaya manusia yang dilandasi
oleh suatu persepsi, kajian teori yang keliru, dan salah, yang dijadikan dasar
dalam mengelola semua faktor sistem pendidikan lainnya yang berupa uang,
material yang melimpah ruah, dan fasilitas yang lengkap tersebut tidak akan
menjadi signifikan dan determinan dalam mencapai tujuan pendidikan
(Weber.1954., Harris, dkk. 1979). Sumberdaya manusia akan sangat menentukan
keberhasilanya, dan memang agak berbeda dengan mengelola material yang berupa
mesin-mesin atau teknologi yang canggih dimana mesin-mesin tersebut walaupun
juga menentukan keberhasilan suatu organisasi, tetapi mesin-mesin tersebut
tidak akan bisa mengeluh, tidak bisa melawan perintah, tidak akan mangkir dalam
melaksanakan tugas, tidak akan melaksanakan pemogokan, tidak akan terlibat
dalam konflik-konflik seperti manusia, tidak akan bisa mengajukan tuntutan
perbaikan nasib, dan perbuatan-perbuatan negatif yang lainnya (Siagian.1999).
Menyadari begitu pentingnya sumberdaya manusia tersebut, maka dalam penjelasan
Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 1992 dijelaskan bahwa tenaga kependidikan
merupakan komponen yang determinan dan menempati posisi kunci dalam sistem
pendidikan nasional. Pengembangan sumberdaya manusia atau tenaga kependidikan
yang memiliki kualitas kemampuan yang profesional dan kinerja yang baik, tidak
saja akan mengkontribusi terhadap kualitas lulusan yang dihasilkan, melainkan
juga berlanjut pada kualitas kinerja dan jasa para lulusan dalam pembangunan,
yang pada gilirannya kemudian akan berpengaruh pada kualitas peradaban dan
martabat hidup masyarakat, bangsa, serta umat manusia pada umumnya. Demikian
juga untuk lebih dapat memahami kajian tentang profesi kependidikan ini secara
konseptual dan teoritik, lebih empirik serta praktis, maka kajiannya akan
difokuskan pada tenaga kependidikan tetentu saja, khususnya kepala sekolah
saja, karena jabatan kepala sekolah tersebut adalah merupakan pengembangan
jabatan dari guru. Kepala sekolah sebagai jabatan atau tugas tambahan dari guru
cukup menarik untuk dibahas karena di dalam diri kepala sekolah tersebut di
samping berfungsi sebagai pendidik juga disebutkan berfungsi sebagai manajer,
administrator, supervisor, pemimpin, inovator dan mativator, sehingga jabatan
kepala sekolah tersebut sering diakronimkan menjadi Emaslim. Dengan
mengkhu-suskan fokus kajiannya pada kepala sekolah juga akan lebih mudah dalam
memberikan berbagai ilustrasi, contoh-contoh, pendalaman maupun dalam
pengayaannya.
Jenis-jenis dan Kualifikasi
Tenaga Kependidikan
Dalam uraian dan penjelasan tentang pengertian
tenaga kependidikan sudah dapat dimengerti secara jelas yang dimaksud dengan
tenaga kependidikan tersebut adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri
dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan seperti guru, dosen,
konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, dan fasilitator,
termasuk kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, pimpinan PLS, penilik, pengawas,
peneliti, pengembang bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber
belajar, dan yang lainnya. Bahkan bisa jadi juga termasuk semua pengelola
yayasan pada lembaga-lembaga pendidikan swasta, dan semua pengambil kebijakan
di birokrasi dan stafnya di tingkat pusat, daerah provinsi, kabupaten/kota,
tingkat keca-matan, dan di tingkat desa.
Kalau persoalan jenis-jenis tenaga
kependidikan dan tenaga pendidikan sudah tampak dalam pembahasan teruraikan
dengan sedikit lebih jelas, yang menjadi persoalan lebih lanjut adalah masalah
bagaimana kualifikasi tenaga kependidikan, khususnya kualifikasi jabatan kepala
sekolah tersebut. Secara teoritik serta mengacu sebagaimana lazimnya pada
negara-negara maju, maka kualifikasi tenaga kependidikan tersebut dapat
dibedakan menjadi tenaga pendidik, tenaga manajemen kependidikan, tenaga
penunjang teknis kependidikan, tenaga penunjang administratif kependidikan,
tenaga peneliti, pengembang dan konsultan kependidikan (Makmun. 1996., Sanusi.
1990). Dalam tulisan ini akan dicoba dibahas secara ringkas dari masing-masing
kualifikasi tenaga kependidikan tersebut, dengan penjelasannya yang lebih
difokuskan pada kualifikasi tenaga kependidikan khususnya kepala sekolah.
Kualifikasi tenaga pendidik adalah tenaga
kependidikan yang secara fungsional tugas utamanya secara langsung memberikan
pelayanan teknis kependidikan kepada peserta didik. Sesungguhnya dalam hubungan
ini alam telah melibatkan semua orang yang melaksanakan tugas pelayanan
tersebut termasuk para orang tua di rumah, para guru/dosen, pembimbing dan
pelatih di sekolah atau satuan-satuan pendidikan yang lainnya, para instruktur
atau fasilitator, pamong belajar pada pusat-pusat atau balai pelatihan dan
kursus-kursus, para pembina dan pembimbing pada berbagai perkumpulan atau
sanggar atau pedepokan serta organisasi yang melatih dan membimbing
keterampilan seni dan budaya, para ustadz dan pembina di pondok pesantren dan
majelis-majelis taklim atau pengajian di surau dan langgar, para penyiar TV dan
Radio yang mengasuh acara dan mimbar kependidikan, para penulis artikel dimedia
cetak seperti majalah, koran, jurnal, buku bacaan, buku pelajaran yang
mengandung muatan atau nuansa kependidikan, para penyuluh lapangan di bidang
kesehatan/KB, hukum, pertanian dan sebagainya yang diselengarakan oleh
pemerintah maupun oleh masyarakat. Pelaksanaan tugas pelayanan kependidikan
tersebut dapat secara tatap muka secara langsung di kelas atau melalui TV,
sistem belajar jarak jauh, secara korespondensi, dan berbagai bentuk komunikasi
lainnya. Namun demikian perlu disadari bahwa masalah kualifikasi akademik
tenaga pendidik tersebut adalah diatur oleh undang-undang atau
peraturan-peraturan. Oleh karena itu, kalau diperhatikan pasal 9 undang-undang
guru dapat diketahui bahwa kualifikasi akademik seorang guru diperoleh melalui
pendidikan tinggi program sarjana, atau diploma empat (D4). Sementara itu kalau
diperhatikan pasal 42 (2) undang-undang sistem pendidikan nasional disebutkan
bahwa pendidikan formal pada jenjang usia dini, pendidikan dasar, pendidikan
menengah, kualifikasi akademik seorang guru haruslah berlatar belakang
pendidikan tinggi dan dihasilkan oleh perguruan tinggi. Demikian pula dalam PP
No. 19 tahun 2005 dalam pasal 29 (2) disebutkan bahwa guru SD/MI/SDLB harus
berpendidikan S1 atau D4 bidang PGSD, psikologi, atau pendidikan lainnya.
Kemudian dalam pasal yang sama ayat tiganya disebutkan bahwa guru SMP/MTs/
SMPLB harus berpendidikan S1 atau D4 dengan progam studi yang sesuai dengan
mata pelajaran yang diajarkan. Dari bunyi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam
undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut, tampaknya kualifikasi guru
seperti menuntut suatu persyaratan kualifikasi pendidikan seorang guru tersebut
adalah sama, yaitu lulusan pendidikan tinggi S1 atau D4. Namun demikian jika
makna bunyi pasal-pasal yang diatur dan terdapat dalam undang-undang sistem
pendidikan nasional, undang-undang guru, dan PP No. 19 tahun 2005 dirunut dan
disenergikan dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi guru di Indonesia haruslah
minimum berpendidikan S1 atau D4 dari program studi yang relevan, misalnya
untuk menjadi guru taman kanak-kanak dipersyaratkan harus lulusan pergruan
tinggi S1 atau D4 PAUD/ PGTK/Psikologi/kependidikan lainnya. Seseorang untuk
dapat diangkat menjadi guru SD/MI/SDLB dipersyaratkan harus lulusan perguruan
tinggi program S1 atau D4 PGSD/ Psikologi/Kependidikan lainnya. Untuk menjadi
guru Matematika SMP/MTS/ SMPLB atau SMA/MA/SMK/SMALB dipersyaratkan lulusan
perguruan tinggi program S1 atau D4 Matematika atau Pendidikan Matematika.
Persyaratan kualifikasi pendidikan minimum bagi guru ini merupakan suatu
lompatan yang cukup signifikan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di
negara kita (Samani, dkk. 2006).
Kualifikasi tenaga manajemen kependidikan,
adalah tenaga kependidikan yang secara fungsional melakukan layanan secara
tidak langsung kepada tenaga teknis kepen-didikan, tetapi melakukan merancang
dan merencanakan, mengorganisasikan dan mem-berikan pimpinan, mengkoordinasikan
dan mengendalikan, memonitor dan mengawasi, mengevaluasi dan menindaklanjuti,
serta menggariskan kebijaksanaan seluruh kegiatan penyelenggaraan pengelolaan
program kegiatan kependidikan pada semua jenjang tataran sistem pendidikan
mulai tingkat struktural pusat, regional atau daerah, sampai pada tingkat
operasional. Sehubungan fungsi tenaga manajemen tersebut, maka yang bisa
dimasukkan sebagai tenaga manajemen kependidikan adalah: para perencana
pendidikan, para pimpinan struktural dari tingkat pusat sampai tingkat
operasional kependidikan, para pimpinan atau pengelola, para kepala sekolah,
penilik dan pengawas, penilai dan penguji pendidikan, para pembuat kebijakan
atau keputusan.
Kualifikasi tenaga penunjang teknis
kependidikan, adalah tenaga kependidikan yang secara fungsional tugas utamanya
menyiapkan kelengkapan sarana dan fasilitas teknis kependidikan berikut
memberikan pelayanan teknis pemanfaatannya dalam menjamin kelangsungan dan
kelancaran proses pendidikan. Sehubungan dengan fungsi tenaga penunjang teknis
yang dimaksudkan adalah mencakup seperti teknisi sumber belajar di bengkel atau
workshop, laboran di laboratorium, pustakawan di perpustakaan, instalator di
instalasi, teknisi sumber belajar di studio, teknisi sumber belajar di PSB, dan
sebagainya.
Kualifikasi tenaga penunjang administrasi
kependidikan, tenaga kependidikan yang secara fungsional tugas utamanya
mengadakan dan menyiapkan sarana dan prasarana kependidikan serta memberikan
layanan jasa administratif kepada pihak tenaga manajemen, atau kepemimpinan
pendidikan, dan tenaga teknis fungsional, serta penunjang teknis kependidikan
sesuai dengan kepentingannya. Siapa yang dimaksudkan dengan tenaga penunjang
admistratif kependidikan ini, antara lain dapat disebut seperti tenaga
admi-nistratif birokrasi, ketatausahaan perkantoran kependidikan.
Kualifikasi tenaga peneliti, pengembang, dan
konsultan kependidikan, adalah tenaga kependidikan yang secara fungsional tugas
utamanya tidak terlibat secara langsung dalam teknis layanan kependidikan,
manajemen kependidikan, layanan penunjang teknis pendidikan, dan kepada tenaga
penunjang administratif kependidikan, tetapi hanya menyiapkan berbagai
perangkat informasi dan data yang relevan dan dapat dipertanggung jawabkan
serta memberikan jasa pelayanan informal dan konsultansi kepada semua pihak
yang berkepentingan dengan kependidikan, khususnya mereka yang bertugas dan
bertang-gunjawab serta terlibat dengan penyelengaraan, pengelolaan dan
pembuatan keputusan tentang kependidikan. Keberadaan jenis ketenagaan
kependidikan ini idealnya tersedia pada semua jenjang tataran sistem
kependidikan khususnya di perguruan tinggi. Dengan demikian selayaknya pada
suatu perguruan tinggi khususnya perguruan tinggi yang menangani bidang
kependidikan memiliki berbagai pusat penelitian, berbagai pusat pengembangan,
maupun berbagai pusat atau unit konsultansi.
Berdasarkan pada uraian tentang berbagai jenis
kualifikasi tenaga kependidikan tersebut jelas kepala sekolah adalah termasuk
tenaga kependidikan yang memiliki kualifikasi sebagai tenaga manajemen
pendidik, karena secara fungsional melakukan layanan secara tidak langsung
kepada tenaga teknis kependidikan, merancang dan merencanakan,
mengorganisasikan dan memberikan pimpinan, mengkoordinasikan dan mengendalikan,
memonitor dan mengawasi, mengevaluasi dan menindaklanjuti, serta menggariskan
kebijaksanaan seluruh kegiatan penyelenggaraan pengelolaan program kegiatan
kependidikan pada tingkat persekolahan. Sehingga di dalam Peraturan Pendidikan
Nasional No. 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah diatur
sebagai berikut, untuk dapat seorang guru diberikan tugas tambahan sebagai
kepala sekolah adalah seorang guru apabila telah memenuhi persyaratan
kualifikasi secara umum, dan kualifikasi khusus kepala sekolah. Persyaratan
kualifikasi umum yang dimaksudkan adalah sebagai berikut: (a) memiliki
kualifikasi akdemik sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kepen-didikan atau
nonkependidikan pada perguruan tinggi yang terakreditasi, (b) pada waktu
diangkat sebagai kepala sekolah berusia setinggi-tingginya 56 tahun, (c)
memiliki penga-laman mengajar sekuarang-kurangnya lima tahun menurut jenjang
sekolah masing-masing, kecuali di Taman Kanak-kanak/Raudhatul Athfal (TK/RA)
memiliki pengalaman mengajar sekuang-kurangnya tiga tahun di TK/RA, dan (d)
memiliki pangkat serendah-rendahnya III/C bagi pegawai negeri sipil bagi
non-pegwai negeri sipil disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh
yayasan atau lembaga yang berwewenang. Kemudian persyaratan kualifikasi khusus
yang harus dipenuhi oleh seorang guru untuk dapat diangkat menjadi kepala
sekolah tersebut sangan tergantung pada jenis dan jenjang persekolahan
tersebut, maka barangkali sebagai contoh dapat dikutifkan persyaratan
kualifikasi khusus Kepala Sekolah Menengah Atas/Madrsah Aliyah (SMA/MA) adalah
sebagai berikut: (1) bersetatus sebagai guru SMA/MA, (2) memiliki sertifikat
pendidik sebagai guru SMA/MA, dan (3) memiliki sertifikat kepla sekolah SMA/MA
yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan pemerintah. Dengan adanya jabatan
kepala sekolah merupakan tugas tambahan dari guru, maka secara fungsional tugas
kepala sekolah masih tetap sebagai tenaga kependidikan kualifikasi pendidik,
dalam arti secara langsung juga memberikan pelayanan teknis kependidikan kepada
peserta didik, dan sebagai tenaga manajemen pendidikan melakukan layanan secara
tidak langsung kepada tenaga teknis kependidikan, merancang dan merencanakan,
mengorganisasikan dan memberikan pimpinan, mengkoordinasikan dan mengendalikan,
memonitor dan mengawasi, mengevaluasi dan menindaklanjuti, serta menggariskan
kebijaksanaan seluruh kegiatan penyelenggaraan pengelolaan program kegiatan
kependidikan pada tingkat persekolahan. Jadi dalam jabatan kepala sekolah
tersebut termasuk dua kualifikasi yaitu sebagai kualifikasi tenaga manajemen
pendidikan dan tenaga pendidik. Untuk kepala sekolah sebagai kualifikasi tenaga
manajemen pendi-dikan dalam tugas tambahan kepala sekolah akan dibahas secara
lebih teoritikal, lebih dalam, dan lebih luas dalam pembahasan bab-bab
berikutnya. Sedangkan kepala sekolah sebagai kualifikasi tenaga pendidik akan
dibahas dalam uraian selanjutnya.
Kepala Sekolah Sebagai Pendidik
Di dalam uraian tentang jenis dan kualifikasi
tenaga kependidikan telah dijelaskan bahwa kepala sekolah merupakan jabatan
tugas tambahan, dan di sisi lain secara teoritik maupun fungsional kepala
sekolah juga disebutkan termasuk tenaga pendidik. Undang-undang No. 20 Tahun
2003 yang mengatur tentang Sistem pendidikan Nasional dalam pasal 39 (2)
berbunyi pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembim-bingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian pada
masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Kemudian dalam
Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dalam pasal 1 (1)
berbunyi guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar,
dan pendidikan menengah. Dengan demikian melihat posisi kualifikasi kepala
sekolah sebagai tenaga manajemen pendidikan dan tenaga pendidik, maka kepala
sekolah juga melaksanakan tugas sebagai pendidik, yaitu mendidik. Mendidik menurut
Wahjosumidjo (2008) diartikan memberikan latihan mengenai akhlak dan
kecer-dasan pikiran sehingga pendidikan dapat diartikan sebagai proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Demikian juga dalam
perkembangan selanjutnya kata pendidikan dipersamakan dengan kata-kata
pengajaran.
Berdasarkan pada pengertian pendidikan
tersebut memberikan indikasi bahwa proses pendidikan di samping secara khusus
dilaksanakan melalui sekolah, dapat juga diselenggarakan di luar sekolah, yaitu
keluarga dan masyarakat. Lebih jauh dapat juga dipahami bahwa seorang pendidik
tersebut harus benar-benar mengetahui teori-teori dan metode dalam pendidikan
tersebut. Kepala sekolah sebagai seorang pendidik harus mampu menanamkan,
memajukan dan meningkatkan paling tidak empat macam nilai, yaitu: (1) nilai
mental, nilai yang berkaitan dengan sikap bathin dan watak manusia, (2) nilai
moral yang berkaitan dengan hal-hal ajaran baik dan buruk mengenai perbuatan,
sikap dan kewajiban atu moral yang diartikan sebagai ahklak, budipekerti, dan
kesusilaan, (3) nilai fisik hal-hal yang berkaitan dengan kondisi jasmani atau
badan, kesehatan atau penampilan manusia secara lahiriah, dan (4) nilai
artistik yang berkaitan dengan kepekaan manusia terhadap seni dan
keindahan.
Kepala sekolah sebagai pendidik juga harus
memperhatikan dua permasalahan pokok, yaitu pertama adalah sasarannya, dan yang
kedua adalah cara dalam melaksanakan perannya sebagai pendidik.
Ada tiga kelompok yang menjadi sasaran dari
kepala sekolah dalam melaksanakan tugas mendidiknya, yaitu pertama adalah
peserta didik atau murid, yang kedua adalah pegawai administrasi, dan yang
ketiga adalah guru-guru. Ketiga kelompok ini menjadi sasaran dalam pendidikan
yang dilakukan oleh kepala sekolah. Ketiga kelompok tersebut antara kelompok
yang satu dengan kelompok yang lainnya memiliki perbedaan-perbedaan yang sangat
prinsip, yang secara umum dapat dicermati dalam berbagai gejala dan perilaku
yang ditunjukannya seperti misalnya dalam tingkat kematangannya, latar belakang
sosial yang berbeda, motivasi yang berbeda, tingkat kesadaran dalam
bertanggungjawab, dan lain sebagainya. Konsekwensi dengan adanya
perbedaan-perbedaan tersebut adalah kepala sekolah di dalam melaksanakan tugas
mendidikanya dalam rangka menanamkan (1) nilai mental, nilai yang berkaitan
dengan sikap bathin dan watak manusia, (2) nilai moral yang brkaitan dengan
hal-hal ajaran baik dan buruk mengenai perbuatan, sikap dan kewajiban atu moral
yang diartikan sebagai ahklak, budipekerti, dan kesusilaan, (3) nilai fisik
hal-hal yang berkaitan dengan kondisi jasmani atau badan, kesehatan atau
penampilan manusia secara lahiriah, dan (4) nilai artistik yang berkaitan
dengan kepekaan manusia terhadap seni dan keindahan, juga seharusnya dengan
menggunakan cara atau pendekatan yang berbeda-beda terhadap setiap sasaran
didiknya, tidak bisa dilakukan dengan pendekatan dan strategi yang sama.
Berbagai pendekatan yang bisa digunakan oleh
kepala sekolah terhadap kelompok sasaran dalam melaksanakan pendidikan atau
mendidik muridnya, staf pegawai adminis-trasi, dan guru-gurunya. Pertama dengan
menggunakan pendekatan atau strategi persuasi. Persuasi yang dimaksudkan di
sini adalah mampu meyakinkan secara halus sehingga para siswa, staf pegawai
administrasi dan guru-guru yakin akan kebenaran, merasa perlu dan menganggap
penting nilai-nilai yang terkandung dalam nilai-nilai aspek mental, moral,
fisik, dan estetika ke dalam kehidupan mereka. Persuasi dapat dilakukan secara
individu maupun secara kelompok.
Kedua dengan pendekatan dan setrategi
keteladanan, adalah hal yang patut, baik dan perlu untuk dicontoh yang
disampaikan oleh kepala sekolah melalui sikap, perbuatan, perilaku termasuk
penampilan kerja dan penampilan fisik.
Sudah tentunya kepala sekolah dalam
menggunakan pendekatan dan strategi persuasi dan keteladanan terhadap muridnya,
staf pegawai, dan guru-guru tersebut harus tetap berpijak dan menghormati
norma-norma dan etika-etika yang berlaku dimasyarakat khususnya di dunia
pendidikan. Secara lebih spesifik bagaimana kepala sekolah seharusnya
memperlakukan muridnya atau anak didiknya. Kepala sekolah sebaiknya harus
memahami bahwa pengertian pendidikan tersebut tidak hanya semata-mata diberikan
pengertian sebagai proses mengajar saja, tetapi juga adalah sebagai bimbingan,
dan yang lebih penting juga adalah bagaimana dalam mengaplikasikannya proses
bimbingan tersebut. Tampaknya dalam hubungan dengan pemaknaan terhadap
bimbingan tersebut tidak dapat dilepaskan dari pengertian pembimbingan yang
dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara dalam sistem amongnya. Tiga kalimat padat
yang terkenal dalam sistem among tersebut adalah ing ngarso sung tulodo, ing
madyo mangun karsa, dan tut wuri handayani. Ketiga kalimat tersebut mempunyai
arti bahwa pendidikan harus dapat memberi contoh, harus dapat memberikan
pengaruh, dan harus dapat mengendalikan peserta anak didiknya (Soetjipto dan
Raplis Kosasi, 1999). Sebagai kepala sekolah harus mampu menciptakan dan
menum-buhkan kodisi yang kondusif yang dapat memberi dan membiarkan anak
didiknya menuruti bakat dan kondratnya sementara kepala sekolah
memperhatikannya, dan mem-pengaruhinya dalam arti mendidiknya dan mengajarnya.
Dengan demikian membimbing mengandung arti dalam bersikap menentukan ke arah
pembentukan kemana anak didik mau dibawa atau ke arah tujuan pendidikan.
Komentar
Posting Komentar